JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Perlindungan Gambut Nomor 57/2016 dinilai mengabaikan pendapat sejumlah pakar gambut dari kalangan akademisi dan peneliti.
Prof.Nyoto Santoso, Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, menyayangkan pemerintah tidak mendengar saran para ahli seperti pengaturan batas ketinggian muka air lebih dari 0,4 meter.
“Terbitnya aturan ini lebih karena kekhawatiran pemerintah terhadap masalah kebakaran. Masalah kebakaran atau kerusakan lingkungan tidak terkait batas ketinggian muka air 0,4 meter. Manajemen tata airnya yang perlu diperhatikan,” kata Prof Nyoto ketika ditemui di Jakarta, Selasa (6/12).
Pernyataan ini dikeluarkan menanggapi terbitnya Pemerintah telah menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) mengenai perlindungan gambut atau PP Nomor 57/2016 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 71/2014 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
“Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP Nomor 57 tahun 2016 tersebut pada tanggal 2 Desember 2016,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendroyono, di Jakarta, Senin (5/12/2016) seperti dilansir dari Antara.
Bambang menjelaskan, revisi PP itu telah melalui proses yang panjang. Tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sangat menghargai dukungan kementerian lainnya, sebagai upaya bersama mewujudkan arahan dan komitmen Presiden Jokowi.
Inti dari revisi PP tersebut adalah diaturnya secara permanen moratorium pemanfaatan lahan gambut. PP nomor 57 /2016 menyatakan bahwa setiap orang dilarang membuka lahan baru sampai ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya pada areal ekosistem gambut untuk tanaman tertentu.
Menurut Prof Nyoto, dalam pembuatan peraturan pemerintah semestinya para pakar diundang untuk memberikan saran. Setelah itu dipelajari dulu fakta di lapangan mengenai batas ketinggian air muka lahan gambut.
Beberapa waktu lalu, Basuki Sumawinata Pakar Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) menyebutkan telah mengajukan salah satu revisi mengenau ketinggian muka air 0,4 meter. Sebab ketinggian ini erpotensi mematikan kegiatamn budidaya tanaman unggulan seperti sawit dan akasia.
“Pemerintah seharusnya merevisi penetapan batas muka air gambut paling rendah 0,4 meter dari permukaan gambut. Ketentuan itu tidak tepat, karena kerusakan gambut tak bisa hanya sekadar diukur dari tinggi rendahnya muka air,” kata Basuki.
Baik Prof.Nyoto Santoso dan Basuki Sumawinata sepakat bahwa batas muka air gambut dealnya kisaran 0,6-0,8 meter. Dengan muka air dijaga di rentang 0,6-0,8 meter, mampu memperlambat subsidensi. Apalagi, saat ini, banyak kawasan gambut telah beralih fungsi menjadi permukiman dan perkotaan. ( Qayuum)
Keterangan foto: Prof.Nyoto Santoso