Pada tahap selanjutnya, pertumbuhan kelapa sawit khususnya setelah menghasilkan minyak sawit (CPO) di kawasan tersebut berkembang pusat-pusat pemukiman, perkantoran, pasar dan lain-lainsedemikian rupa sehingga secara keseluruhan menjadi suatu agropolitan (kota-kota baru pertanian).
Menurut kementerian Transmigrasi dan Tenaga Kerja (2014), setidaknya 50 pedesaan terbelakang/terisolir telah berkembang menjadi kawasan pertumbuhan baru dengan basis sentra produksi CPO. Antara lain Sungai Bahar (jambi), Pemantang dan Peninjauan (Sumatera Selatan), Agra Makmur (Bengkulu), Sungai Pasar dan Lipat Kain (Riau), Paranggean (Klaimantan Tengah) dan kawasan lain.
Sebagian besar dari kawasan sentra produksi CPO tersebut telah berkembang menjadi kota kecamatan dan kabupaten baru di kawasan pedesaan. Perkebunan kelapa sawit di daerah pedesaan merupakan lokomotif pembangunan ekonomi pedesaan. Melalui pengembangan perkebunan kelapa sawit investasi baru meningkat cepat sedemikian rupa sehingga dapat mengubah daerah terbelakang menjadi pusat pertumbuhan baru pedesaan.
Pernyataan ini juga terkonfirmasi oleh studi World Growth (2011) yang mengatakan bahwa perkebunan kelapa sawit di Indonesia bagian penting dari pembangunan pedesaan. Dengan demikian model pengembangan perkebunan kelapa sawit merupakan suatu model big-push yang secara evolusioner berkembang menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan pedesaan. Hal ini berbeda dengan model growth pole yang menjadikan kawasan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan.
Sumber: GAPKI