Karakteristik daerah tertingal tersebut secara ekonomi adalah tidak berkembangnya unit-unit usaha (firms) di daerah bersangkutan yang mampu mendaya gunakan sumberdaya yang ada menjadi sumber ekonomi. Sebagaimana Say’s Law, pendapatnya hanya tercipta melalui proses produksi barang dan atau jasa dalam perekonomian. Tentu saja di daerah terbelakang tersebut sudah berkembang usaha tradisional yang dilakukan oleh penduduk setempat seperti pertanian rakyat.
Namun usaha-usaha yang relatif kecil tersebut, terlalu kecil untuk mengerakan roda ekonomi kawasan tertinggal keluar dari ketertinggalannya. Barang kali dalam konteks ini benar apa yang dikatakan oleh Paul Rosenstein-Rodan dengan big-push theory-nya. Meskipun teori tersebut tidak di tujukan (bahkan mengabaikan) pada sektor pertanian, big-push theory tersebut berpandangan bahwa untuk melakukan pembangunan dengan dampak besar (industrialisasi) diperlukan dorongan kuat (big-push).
Upaya-upaya (intvestasi, subsidi dan lain-lain) yang kecil-kecil (bit by bit) hanya seperti menyiram setets air dipadang gurun, tidak akan membawa perubahan besar yang ber arti. Pembangunan perkebunan kelapa sawit khususnya sejak tahun 1980 tampaknya mengadopsi pandangan big-push theory tersebut. Investasi yang cukup besar dan luas untuk ukuran pedesaan pada awla pembangunan (gestation period) maupun pada masa produksi minyak sawit merupakan energi yang relatif kuat menarik perkembangan sektor-sektor di kawasan pedesaan.
Sumber: GAPKI