Asosiasi Produsen Olechemical Indonesia (Apolin) meminta pemerintah untuk melaksanakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi sebesar US$ 6 per Million British Thermal Unit (MMBTU. Beleid ini sangatlah penting untuk meningkatkan daya saing industri nasional.
Rapolo Hutabarat, Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemicals Indonesia (APOLIN) menyebutkan, Setiap tahun kebutuhan gas industri oleokimia mencapai 11,7 juta-13,9 juta per MMBTU dari 11 perusahaan anggota APOLIN.
Saat ini, industri oleokimia harus membayar harga gas industri rerata US$10-US$12 per MMBTU. Dalam struktur biaya produksi, biaya gas berkontribusi sekitar 10%-12% untuk produksi fatty acid dan sebesar 30%-38% dalam menghasilkan fatty alcohol beserta produk turunan di bawahnya.
“Jadi cukup besar kebutuhannya, harga gas US$ 6 per MMBTU sangat kita harapkan karena ini sudah diamanahkan dalam Perpres No.40/2016,” kata Rapolo dalam FGD bertemakan “Menanti Implementasi Perpres Nomor 40 Tahun 2016 Bagi Dunia Usaha” yang diselenggarakan APOLIN dan Majalah Sawit Indonesia didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Jakarta.
Padahal, kata Rapolo, dalam rapat terbatas (ratas) yang dipimpin Presiden Joko Widodo membuat tiga skenario yang akan ditempuh oleh pemerintah untuk menurunkan harga gas. Pertama, pengurangan atau penghapusan jatah pemerintah sebesar US$ 2,2 per MMBTU. Kedua, pemberlakuan DMO (domestic market obligation) gas dalam negeri. Ketiga, impor gas untuk kebutuhan industri.
“Kehadiran pemerintah menjadi pertanyaan kita bersama, apakah berkomitmen menjalankan regulasi yang telah diterbitkan,” tandas Rapolo.
Dia berharap, Perpres itu bisa terlaksana dalam waktu secepatnya. “Kita sudah menanti selama empat tahun lebih. Kita pun sudah melapor ke Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan Kementerian Kordinator Perekonomian. Tapi harga gas industri belum sesuai Perpres 40,” ungkap Rapolo.
Dalam perhitungan Rapolo, harga gas yang disesuaikan Perpres 40 dapat menghemat biaya produksi antara US$47,6 juta-US$81,8 juta atau Rp 0,68 triliun-Rp 1,1 triliun per tahun.
Rapolo mengatakan,harga gas US$ 6 per MMBTU akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekspor dan kapasitas produksi oleokimia dalam negeri. Menurut dia, biaya produksi (cost)menjadi turun dan daya saing industri bakal meningkat. “Harga lebih kompetitif, maka volume ekspor maupun penerimaan negara juga akan meningkat,” tambahnya.
Ditambahkan Rapolo, jika harga gas lebih murah akan sangat banyak manfaat yang lebih di dapat oleh negara, dari gairah ekonomi yang makin meningkat hingga kinerja ekspor nasional yang bisa tumbuh.
“Saat ini dengan harga gas sekarang kapasitas kita itu katakanlah 70-80 persen, kalau harga gas lebih murah lagi kita akan bisa mencapai mendekati 90 persen, akibatnya apa daya saing kita makin kompetitif, penerimaan negara juga akan meningkat karena kita mengekspor lebih banyak lagi,” katanya.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 101)