PT Pupuk Indonesia (Persero) mencetak rekor produksi tertinggi sepanjang sejarah industri pupuk di Indonesia yang mencapai 11.838.451 ton pada 2019. Kenaikan produksi menopang pertumbuhan pendapatan usaha sebesar Rp 71,31 Triliun.
“Kinerja produksi tahun 2019 relatif lebih baik dari tahun 2018. Hal ini tercermin dari peningkatan volume produksi sebesar 448.226 ton atau 2,43 persen dari tahun 2018. Salah satu faktor penyebab peningkatan volume produksi adalah pengoperasian pabrik baru di Gresik yang mulai komersil sejak Agustus 2018,” kata Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat.
Pada 2019, Pupuk Indonesia berhasil mencatat rekor produksi tertinggi sepanjang sejarah industri pupuk di Indonesia. Para produsen pupuk dibawah koordinasi Pupuk Indonesia, berhasil memproduksi produk pupuk sebesar 11.838.451 ton, setara 101,84 persen dari rencana sebesar 11.625.000 ton. Perusahaan juga berhasil memproduksi amoniak sebesar 5.906.382 ton yang mencapai 101,29 persen dari rencana yang sebesar 5.831.000 ton, serta asam sulfat dan asam fosfat masing-masing sebesar 849.510 ton dan 270.333 ton atau 99,94 persen dan 108,13 persen dari rencana.
Menurut Aas, para produsen pupuk, yaitu PT Pupuk Kaltim, PT Petro kimia Gresik, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Pupuk Kujang dan PT Pupuk Iskandar Muda Aceh berhasil menjaga kehandalan pabrik sehingga menjadi faktor pendukung tingginya produksi. “Hal ini tercermin dari meningkatnya efisiensi penggunaan bahan baku gas,” tambahnya.
Penyaluran pupuk bersubsidi di tahun 2019 tercatat sebesar 8.708.912 ton. Secara persentase, pencapaian ini hanya 91,19 persen, dikarenakan adanya penyesuaian jumlah alokasi dan penugasan dariPemerintah. Sebagai catatan, penugasan pupuk subsidi Perseroan di tahun 2018 adalah 9.550.000 ton, namun Pemerintah melakukan penyesuaian menjadi 8.870.000 ton di 2019. “Kami tentunya mengapresiasi upaya anak perusahaan, khususnya produsen pupuk, dalam menjaga pasokan pupuk kesektor subsidi sehingga kebutuhan dapat terpenuhi sesuai alokasi,” kata Aas.
Dalam hal penjualan, Perseroan terus meningkatkan penetrasi pasar kesektor non PSO, khususnya keperkebunan dan ekspor. Sepanjang 2019, tercatat penjualan kesektor komersil sebesar 3.879.150 ton untuk semua jenis pupuk, angka ini setara 111,61 persen dari target RKAP. Termasuk juga penjualan ekspor sebesar 2.053.035 ton di tahun 2019, atau 138,81 persen dari target. Pencapaian penjualan urea di sektor komersil lebih tinggi dari rencana. Hal itu dikarenakan Perseroan berhasil menjaga daya saing, memanfaatkan tingginya permintaan dan momentum harga yang kompetitif di pasar internasional.
Aas menegaskan ekspor hanya dilakukan bila kebutuhan dan stok dalam negeri sudah terpenuhi. “Kami tetap memprioritaskan kebutuhan dalam negeri, dan menjalankan penugasan Pemerintah untuk memproduksi dan mendistribusikan pupuk bersubsidi.”
Kendati demikian, lanjut Aas, sepanjang 2019 kondisi pasar petrokimia internasional dalam kondisi yang kurang baik, ditandai dengan menurunnya harga komoditas amoniak dan urea. Harga jual amoniak internasional berada pada kisaran USD 211 – USD 330 per ton, turun signifikan dibandingkan tahun 2018 yang berada pada kisaran USD 295 – USD 330 per ton. Di sisi lain harga jual urea internasional berada pada kisaran USD 234 – USD 290 per ton, merosot dibandingkan tahun sebelumnya yang berada pada kisaran USD 244 – USD 353 per ton. Hal ini tentunya cukup berdampak kepada pendapatan dan laba Perseroan secara keseluruhan.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 103)