JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Dalam waktu dekat, pungutan ekspor sawit akan disesuaikan tarifnya. Revisi ini berlaku kepada produk hulu (CPO) dan produk hilir. Pemerintah akan menetapkan batas maksimal tarif pungutan CPO US$ 175/ton, ketika harga mencapai atau di atas US$ 1.000/ton.
“PMK sedang direvisi, kalau bisa terbit Juni ini. Harusnya sudah lebih cepat dua minggu ini. Tapi, keputusan policy sudah ditetapkan,” kata Menteri Keuangan RI Sri Mulyani dalam video virtual, Senin (21/6/2021).
Ia mengatakan jenjang tarif untuk CPO diubah. Tarif pungutan ekspor akan mulai berlaku saat harga CPO mencapai US$ 750/ton. Setiap kenaikan harga US$ 50/ton, maka tarif pungutan akan bertambah US$ 20/ton untuk CPO dan US$ 16/ton untuk turunannya.
“Pungutan ekspor tidak progresif. Saat harga di atas 1000 dolar per ton, tarif maksimal pungutan sebesar 175 dolar per ton. Tidak akan ada kenaikan progresif yang tak terbatas,” urai pemegang gelar Ph.D. University of lllinois Urbana-Champaign, Amerika Serikat ini.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu RI, Febrio Nathan Kacaribu menambahkan, tarif pungutan ekspor baru berlaku ketika harga dimulai dari US$ 750/ton. Untuk produk CPO, setiap kenaikan harga US$ 50/ton, maka tarif pungutan ikut naik US$ 20/ton. Sedangkan, tarif pungutan produk hilir/turunan bertambah US$ 16/ton.
“Pungutan ini akan berlaku untuk dua tarif (CPO dan turunan). Setiap kenaikan harga CPO sebesar 50 dolar per ton, artinya tarif pungutan ekspor untuk CPO sebesar 20 dolar dan turunannya 16 dolar,” tegas Febrio.
Ia melanjutkan tarif maksimal untuk pungutan ekspor CPO akan berhenti ketika harga CPO US$1.000/ton. Maka, pungutan ekspornya US$175/ton. “Seperti dijelaskan Bu Menteri, ketika harga CPO sudah US$ 1000 dolar per ton maka tarif pungutan maksimal berhenti di 175 dolar, ya setelah itu enggak naik lagi,” pungkasnya.