Pemerintah menunjukkan keberpihakannya untuk mendukung keberlangsungan industri sawit. Agar program B30 tetap berjalan, pungutan ekspor dinaikkan. Di sisi lain, peremajaan sawit terus digenjot mencapai target 500 ribu ha.
Di pertengahan Juni 2020, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, menjelaskan upaya pemerintah menjaga industri sawit di kala pandemi. Fokus pemerintah melanjutkan program strategis seperti Peremajaan Sawit Rakyat dan B30.
Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), pemerintah akan mengucurkan tambahan dana sebesar Rp2,78 triliun bagi pengembangan di sektor hulu yang mencakup peremajaan, sarana dan prasarana, serta pembinaan sumberdaya manusia di sektor sawit.
Menurut Airlangga, kegiatan replanting ini diharapkan menjadi cara menyuplai kebutuhan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel campuran 30% atau B30. Program B30 ditargetkan akan selesai sampai pengujung 2020. Selanjutnya, campuran biodiesel ditingkatkan menjadi 40% atau B40 dengan teknologi destilasi diharapkan berjalan pada 2022. Pengembangan Green Refinery (D100 atau green diesel) akan berjalan pada 2026.
Dalam pandangan Airlangga, pemerintah tetap melanjutkan program strategis seperti B30 yang telah berjalan semenjak awal tahun ini. Program ini dinilai mampu menghemat devisa negara untuk impor solar.
Walaupun, saat ini harga minyak bumi jatuh sehingga memperlebar selisih harga minyak bumi dengan FAME. Sebagai informasi, Harga Indeks Pasar (HIP) untuk jenis Bahan Bakar Nabati (BBN) Biodiesel bulan Mei 2020 sebesar Rp 8.494/liter. Sedangkan Harga Indeks Pasar solar sebesar Rp 3.083,14/liter.
Besarnya selisih harga solar dan biodiesel inilah sebagai insentif yang akan dibayarkan BPDP-KS. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan bahwa kondisi adanya gap atau jarak antara harga indeks pasar (HIP) bahan bakar nabati (BBN) dan HIP solar pada saat ini membuat kebutuhan subsidi meningkat.
Adanya gap yang besar tersebut membuat insentif yang seharusnya diberikan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) tak lagi mencukupi karena kondisi keuangan yang tidak baik “Saat ini posisi keuangannya tidak mungkin untuk meng-cover insentif itu hingga akhir tahun, cukup besar gapnya antara HIP,” ujarnya seperti dilansir dari bisnis.com pada Mei 2020.
Solusinya adalah pemerintah telah menaikkan pungutan ekspor sawit dan mengucurkan dana untuk menopang program sawit di bawah BPDP Kelapa sawit termasuk B30.
Kebijakan menaikkan pungutan ekspor telah dimulai semenjak 1 Juni 2020. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/ PMK. 05/ 2020 tentang Tarif Layanan Badan LayananUmum dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan. Beleid itu ditandatangani Sri Mulyani, Menteri Keuangan pada 29 Mei 2020 lalu. Merujuk lampiran PMK 57/2020, Kementerian Keuangan menetapkan 24 jenis layanan dengan tarif tunggal berkisar US$0 hingga US$55 per ton. Dalam aturan pendahulunya, tarif pungutan maksimal US$50 per ton.
“Ini (pungutan ekspor) seperti disebutkan presiden, sharing the pain, diantara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha sehingga industri sawit bertahan saat Covid-19 ini,” ucap Dr. Fadhil Hasan, Ekonom INDEF, dalam sebuah diskusi.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 104)