JAKARTA, SAWIT INDONESIA – PT Pulau Subur menambah jajaran perusahaan sawit yang melantai ke Bursa Efek Indonesia. Berdiri semenjak 1980, awalnya perusahaan menjalankan usaha perkebunan karet, jagung, perikanan, dan peternakan. Lalu, perusahaan yang dinakhodai Felix Safei ini beralih bisnis perkebunan sawit mulai 2003. Lalu, apa yang ditawarkan Pulau Subur kepada calon investor?
Merujuk prospeckus perusahaan, emiten berkode PTPS ini memiliki lahan perkebunan sawit seluas 1.205,52 Ha terdiri dari lahan berstatus HGU 882,58 Ha dan APH (Akta Pengoperan Hak) 322,94 Ha. Kendati telah berjalan hampir dua dekade, perusahaan ini belum memiliki pabrik sawit. Itu sebabnya, perusahaan mengandalkan pendapatan dari jualan Tandan Buah Segar (TBS) sawit.
Jumlah produksi TBS yang dihasilkan sampai 2022 mencapai 30.059 ton. Perusahaan menyebutkan luas lahan Tanaman Menghasilkan (TM) 995,75 Ha (94,89%). Komposisi untuk luas tanaman mature usia 10-14 tahun sekira 303,63 hektare. Tanaman usia di atas 15 tahun sudah 428,67 hektare.
Adapun luas Tanaman Belum Menghasilkan sekitar 94,89 Ha atau sebesar (8,70%).
Dalam prospektusnya, pendapatan perusahaan menunjukkan tren kenaikan dari 2020 sampai 2022. Perusahaan yang berkantor pusat di Palembang ini mencetak pendapatan sebesar Rp 64,29 miliar pada 2022, lalu di tahun 2020 dan 2021 masing-masing sebesar Rp 27,06 miliar dan Rp 50,28 miliar.
Dalam jumpa pers seusai listing, Felix Safei Direktur Utama PT Pulau Subur Tbk menargetkan pendapatan tahun ini bakalan naik menjadi Rp 67 miliar. Begitupula laba usaha diproyeksikan tembus Rp 29 miliar. Namun tidak dijelaskan secara detail upaya perusahaan mencapai target pendapatan. Apalagi, rerata harga TBS di tahun ini mengalami kelesuan dibandingkan tahun lalu akibat pengaruh harga CPO di dalam dan luar negeri.
Merujuk data Dinas Perkebunan Sumatera Selatan (Sumsel), harga penetapan TBS dari Januari sampai September 2023 bergerak antara Rp 2.100-Rp 2.300/kg. Terendah di bulan Juni yang sebesar Rp 2.000-an per kilogram.
Sedangkan di 2022, harga TBS di Sumsel dari awal tahun telah bergerak di kisaran Rp 3.000-an per kilogram. Lalu mencapai puncaknya menjadi Rp 3.600-an per kilogram di bulan Mei. Sempat drop akibat larangan ekspor sawit, harga TBS kembali menguat rerata Rp 2.500 per kilogram di akhir Desember 2022.
Pada 2022, jumlah penjualan TBS perusahaan sebesar 26.894 ton. Sebagian besar pembeli TBS Pulau Subur adalah PT Gelumbang Agro dan PT Daya Semesta Agro Persada.
Ini artinya, PT Pulau Subur menikmati berkah dari tingginya harga TBS pada tahun lalu. Namun melihat kondisi tahun ini, tentu saja perusahaan harus bekerja keras untuk menyamai pendapatan di tahun lalu. Apalagi, rencana pendirian pabrik kelapa sawit baru mulai berjalan tahun depan setelah mendapatkan dana IPO.
Perusahaan membidik dana IPO sebesar Rp 89,10 miliar dari penawaran perdana 450 juta saham. Komposisi penggunaan dana IPO yaitu 50% digunakan pembangunan pabrik sawit berkapasitas olah 10 Ton TBS per jam yang akan dimulai pada 2024. Sedangkan sisanya 50% lagi dipakai untuk pembelian Tandan Buah Segar (TBS) sawit, pemeliharaan jalan, pembelian traktor dan peralatan produksi.
Dengan mengandalkan penjualan TBS, perusahaan sangat bergantung dari harga penetapan TBS provinsi. Walaupun demikian, harga provinsi ini tidak menjadi patokan harga beli TBS di pabrik sawit. Karena itulah, pabrik sawit harus cepat dibangun agar pundi-pundi pendapatan dapat bertambah dan meningkatkan kepercayaan investor kepada perusahaan.
Resiko lainnya adalah belum ada informasi perkebunan sawit PT Pulau Subur Tbk telah bersertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Sebab, sertifikat ISPO wajib dimiliki perusahaan berdasarkan Perpres 44/2020 dan Permentan 38/2020.