Setelah dua tahun berjalan, PT Riset Perkebunan Nusantara optimis kegiatan bisnis berbasis teknologi perkebunan yang sekarang dijalankan akan membawa hasil, bertumpu kepada fasilitas dan sumber daya manusia.
Sebelum berganti nama menjadi PT Riset Perkebunan Nusantara, pelaku perkebunan di tanah air sudah sangat familiar dengan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) yang kantor pusatnya berada di Bogor. Perubahan status ini merupakan langkah tepat supaya lembaga ini dapat meningkatkan kapasitas kegiatan penelitian dan pengembangan dengan cepat. PT Riset Perkebunan Nusantara ini merupakan anak perusahaan dari BUMN Perkebunan yakni PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I-XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero).
Didiek Hadjar Goenadi, Direktur Utama PT Riset Perkebunan Nusantara, mengemukakan perubahan ini sangat dibutuhkan untuk memudahkan kegiatan perusahaan yang menjalankan bisnis berbasis teknologi perkebunan. Bisnis utama yang dijalankan perusahaan antara lain jasa riset dan konsultasi agroindustri perkebunan, penjualan produk unggulan seperti benih/varietas atau klon tanaman perkebunan, pupuk, pestisida, dan bio-decomposers. Tak hanya itu, perusahaan juga memberikan layanan jasa analisis laboratorium dan kalibrasi peralatan, audit teknologi serta peningkatan kapasitas SDM dalam bentuk pelatihan teknis.
PT Riset Perkebunan Nusantara mempunyai lima unit kerja riset dan pengembangan berbasiskan kepada komoditas dan satu unit kerja riset dan pengembangan berbasis bioteknologi. Antara lain, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pusat Penelitian Karet, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Pusat Penelitian Teh dan Kina, Pusat Penelitian Perkebuan Gula Indonesia, dan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.
Menurut Didiek Hadjar Goenadi, status yang disandang sekarang sebagai perusahaan perseroan berdampak positif kepada lembaga riset yang merupakan peninggalan zaman Belanda ini. Sebab, gerak perusahaan menjadi lebih luwes dan mudah dalam melayani permintaan dari pengguna jasa. Itu sebabnya, perusahaan dapat bekerjsama dengan instansi atau perusahaan lain terkait layanan bisnis. “Status sekarang ini membuat kami dapat ikut tender, “ujar Didiek ketika ditemui Sawit Indonesia di kantornya yang berada di Jalan Salak 1A, Bogor.
Saat ini, pengguna jasa perseroan berasal dari kalangan BUMN perkebunan (40%), swasta (35%), dan rakyat (25%). Kontribusi utama bisnis perusahaan berasal dari penjualan bahan tanam seperti benih sawit, karet, kopi, kakao, tebu, teh dan kina. Didiek menyebutkan perusahaan masih menjadi pemain utama sebagai penjual bahan tanam karena mempunyai varietas/klon terlengkap dari seluruh komoditi perkebunan tersebut. Sebagai contoh, benih sawit dihasilkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS); meskipun sudah banyak perusahaan benih baru tetapi PPKS didukung dengan kebun plasma nutfah sawit terlengkap.
Untuk komoditi lain seperti karet, hampir 100% pangsa pasar benihnya dikuasai perusahaan. Total pasokan benih karet mencapai 25 juta benih. Didiek mengatakan jumlah ini masih belum mencukupi karena sekarang ini masih terjadi defisit benih karet 40 juta. Di komoditi kakao, hampir 95% benih dipasok Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Kekuatan utama PT Riset Perkebunan Nusantara berada di Sumber Daya Manusia. Perusahaan mempunyai 260 tenaga peneliti yang berasal dari 68 Doktor (S3), 81 Master (S2), dan 111 Sarjana (S1). Latar belakang keahlian peneliti antara lain pemuliaan tanaman, bioteknologi, agronomi, tanah dan pemupukan, pemetaan dan planologi, hama dan penyakit, lingkungan, teknologi pasca panen dan teknologi hilir, teknik kimia, teknologi industri dan mekanisasi, sosial, ekonomi, kebijakan, dan manajemen bisnis.
Dengan menyandang status perseroan, peneliti tidak dapat lagi membuat riset yang hanya sesuai keinginan mereka. Ketika berstatus LRPI, peneliti mengajukan tema riset yang sifatnya bebas dan bergantung kepada kemauan mereka. Kondisinya sekarang, menurut Didiek Goenadi, setiap penelitian diminta dapat menghasilkan manfaat ekonomi sebesar-besarnya dan berdampak luas kepada pengguna jasa.
Untuk itulah, penentuan topik riset bersifat Top Down karena setiap topik berasal dari keputusan direksi. Alurnya, direksi akan membahas isu atau kebijakan yang dibutuhkan oleh stakeholders, untuk kemudian diterjemahkan ke dalam kegiatan riset yang perlu mendapat prioritas untuk fasilitasi teknologi bagi pengguna. Setelah topik riset ditetapkan, barulah peneliti diberikan tugas menjalankan riset dengan tetap sepenuhnya diberikan kebebasan untuk berinovasi secara kreatif. “Penentuan topik riset dilakukan melalui direksi yang telah memiliki kemampuan dan wawasan lebih luas dalam menjaring persoalan yang ada,” ujar lulusan S-3 University of Georgia, Athens, Amerika Serikat ini.
Diversifikasi bisnis dijalankan oleh perusahaan melalui pengembangan kebun produksi seluas 7.000 hektare. Kebun ini menjadi lokasi uji coba riset yang sekaligus dapat menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Komoditinya antara lain kelapa sawit, karet, kopi, kakao, tebu dan teh. Didiek menargetkan akan ada tambahan kebun produksi baru seluas 3.000-4.000 hektare dalam waktu mendatang. Pengembangan kebun produksi ini dapat menggandeng perusahaan lain.
Akmaluddin Hasibuan, Komisaris Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII, menyambut baik sistem kelembagaan yang baru dijalankan PT Riset Perkebunan Nusantara karena sejalan dengan kebijakan holding BUMN Perkebunan. Dahulu, pusat penelitian perkebunan yang selanjutnya bergabung dibawah Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), sangat dibutuhkan perusahaan perkebunan negara untuk mendukung hasil produksinya.
Dia menambahkan secara kelembagaan pembentukan PT RPN sudah tepat, hanya saja perlu dipertahankan peranan dan fungsinya. Untuk itu, perusahaan ini tidak boleh bergeser dari fungsi utamanya sebagai lembaga riset. Maka, orientasi mencari pendapatan sebaiknya tidak menggeser inti kegiatannya untuk tetap berinovasi sehingga akan berperan penting untuk mengangkat produktivitas perkebunan. “Idealnya, PT Riset Perkebunan Nusantara tetap di dalam khittahnya menghasilkan inovasi dari hasil riset,” ujar dia.
Kesejahteraan Peneliti
Di Indonesia, masih ada pandangan yang menyebutkan pekerjaan peneliti itu sulit untuk sejahtera. Padahal sukses atau tidaknya sebuah lembaga riset bergantung kepada kemampuan peneliti. Didiek Goenadi menjelaskan peneliti itu juga bagian dari profesi pekerjaan seseorang yang semestinya mendapatkan penghargaan lebih. Itu sebabnya, kesejahteraan peneliti menjadi prioritas utama PT Riset Perkebunan Nusantara.
Saat ini, penghasilan peneliti perusahaan dapat mencapai Rp 10 juta-Rp 15 juta per bulan. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan ketika masih berstatus lembaga riset yang sekitar Rp 5 juta-Rp 6 juta per bulan. Didiek menjelaskan pendapatan ini belum termasuk apabila peneliti memiliki royalti dari produk yang sudah dikomersialkan perusahaan. Apabila ditambah royalti, peneliti dapat mempunyai pendapatan puluhan hingga ratusan juta rupiah per tahun.
“Peneliti hidup sejahtera dapat tercapai disini asal mau kerja keras. Hal ini sudah menjadi obsesi saya untuk membuat kehidupan peneliti layaknya businessman. Namun, prinsip ilmiah tetap harus dipegang yakni boleh salah tetapi tidak boleh berbohong,” papar Didiek Goenadi.
Menurut Didiek Goenadi, di PT Riset Perkebunan Nusantara masih ada beberapa Unit Kerja yang belum bisa mandiri. Solusinya, perusahaan menerapkan program revitalisasi mulai 2012-2014 dengan tujuan menyehatkan unit kerja tadi, dan ditargetkan sudah akan mandiri pada 2015.
Didiek Hadjar menginginkan unit kerja yang kinerjanya masih kurang bagus dapat dibantu oleh unit kerja yang sudah baik dengan pertimbangan mereka berada di dalam sebuah keluarga besar dan satu grup. Hal ini tidak terlepas dari tiga prinsip yang ditekankan kepada peneliti dan karyawan yakni kompak, kerja keras, dan disiplin. (amri)