Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) membantu petani untuk meningkatkan produktivitas. Di sisi lain, terdapat aspek ekonomi yang manfaatnya dirasakan petani dan masyarakat sekitar. Hal ini diungkapkan Peneliti Muda Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Rizki Amelia.
Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) atau replanting yang dijalankan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat, sekaligus menjawab implementasi moratorium dan massifnya tone negative terkait isu deforestasi dalam pembukaan lahan perkebunan sawit.
Selain itu, dari sisi ekonomi program PSR ada manfaat bagi petani. Namun sebelum membahas sisi ekonomi, Rizki Amelia S.E., M.Si menjabarkan teknis replanting bisa dilihat dari tiga faktor.
“Pertama, produktivitas rendah; tanaman sawit yang usianya di atas 25 tahun produktivitas cenderung menurun kurang dari 10 ton/tahun. Dan bahan tanaman (bibit) yang ilegitim. Seperti diketahui, siklus tanaman kelapa sawit 25 tahun sudah harus replanting untuk menjaga produktivitas. Kalau tanaman yang usianya di atas 25 tahun produktivitasnya akan semakin menurun,” kata Amel, sapaan karib Rizki Amelia.
Kemudian, lanjut Amel, Kedua,kesulitan panen, tinggi tanaman lebih dari 12 meter, efektivitas panen rendah, resiko pemanenan tinggi. Tanaman yang usianya di atas 25 tahun, tanaman akan menjulang sehingga biaya panen semakin tinggi. Dan, Ketiga, kerapatan tanaman, umumnya kerapatan kurang dari 80 pohon/ha,” imbuhnya, saat Webinar Bincang Pakar, pada Kamis (29 April 2021).
Selain manfaat ekonomi bagi petani atau pekebun sawit, akan menjaga kontinuitas pendapatan, perkebunan sawit yang diremajakan sebagai mata pencaharian utama pekebun melalui program PSR. Dan, yang tak kalah penting yaitu manfaat untuk keberlanjutan perkelapa sawitan nasional.
Sebenarnya peremajaan sawit rakyat sudah dimulai sejak 2006 melalui Permentan No.33/Permentan.OT/140/07/2006 dengan Program Kredit Perkebunan Energi Nabati – Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) yang dibantu dengan dukungan kredit investasi atau subsidi bunga dari pemerintah kerjasama dengan perusahaan sebagai mitra dengan pola satu manajemen. Dari 2006 – 2011, realisasi program ini 11% dari target 1,5 juta hektar yang selanjutnya diperpanjang sampai 2014.
Selanjutnya pada 2015, berdiri Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), salah satu programnya Peremajaan Sawit Rakyat dengan dana hibah. Realisasi perdana program PSR pada 2016 di KUD Mulus Rahayu untuk 245 ha lahan, dengan jumlah 116 petani.
Pada 2019 realisasi program PSR hanya seluas 88.331 ha lahan, angka ini tidak sesuai target. Sehingga pemerintah melakukan evaluasi, salah satunya merevisi persyaratan PSR yang awalnya ada 14 persyaratan dirampingkan menjadi 8 persyaratan, 1 verifikasi menggunakan aplikasi PSR Online.
Selanjutnya, pada 2020 realisasi PSR 94.033 ha lahan yang masih jauh dari target. Untuk memudahkan persyaratan ada upaya dari pemerintah untuk meringkas persyaratan dari 8 menjadi 2 persyaratan yang berkaitan dengan lahan dan kelembagaan. Dana hibah sejak Mei 2020 dinaikan menjadi Rp 30 juta/ha, dengan tiga skema yaitu dana hibah + tabungan petani, KUR + tabungan Petani dan Dana Hibah + KUR.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 117)