Label No Palm Oil Rugikan Industri Sawit
Minyak sawit sebagai golden crop memiliki produktivitas minyak sangat tinggi di antara minyak nabati lainnya. Penggunaan label no palm oil akan merugikan industri sawit.
Di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini masyarakat dituntut untuk lebih meningkatkan kesadaran kesehatan tubuh. Dengan menjaga dan meningkatkan imunitas (daya tahan) agar tidak jatuh sakit. Sebab, sakit di masa pandemi lebih mudah terpapar virus Corona yang menyebabkan kematian dan menambah daftar korban.
Meski pemerintah tengah berupaya menjalankan program vaksinasi bagi masyarakat yang tujuannya tak lain untuk pencegahan penyakit menular. Namun, asupan makanan bergizi juga tak kalah penting dikonsumsi untuk meningkatkan imunitas dan kesehatan tubuh. Hal diutarakan Prof. Posman Sibuea, Guru Besar Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Katolik Thomas Santo di Dialog Webinar Majalah Sawit Indonesia bertemakan “Kontribusi Sawit Bagi Pemenuhan Gizi Indonesia dan Dunia”, pada 23 Februari 2021.
Dikatakan Prof. Posman kandungan gizi yang ada pada minyak sawit yang potensial sebagai Ingredient Fungsional di masa pandemi untuk menjaga imunitas tubuh. “Potensi senyawa-senyawa atau ingridien (bahan) yang ada pada minyak sawit selama ini belum banyak dikembangkan atau dimanfaatkan. Potensi-potensi ini yang harus dimanfaatkan dan dikembangkan sehingga masyarakat bisa menikmati potensi yang ada dan berkontribusi pada kesehatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19,” ujarnya.
Selanjutnya, ia menambahkan potensi ingridien fungsional berbasis sawit di antaranya ingredient antioksidan yang ada pada minyak sawit yaitu tokoferol, tokotrienol, karotene. Tokoferol yang ada pada sawit lebih banyak dibanding minyak nabati lain.
“Dan, potensi squalene yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat dalam bidang kesehatan dan kosmetik. Di bidang kesehatan, potensi squalene yang ada dapat menjadi penangkal kanker. Ini yang seharusnya dimanfaatkan sehingga kita bisa leluasa di masa pendemi. Walaupun sudah menjalani vaksin tetap harus diikuti dengan mengonsumsi makanan sehat makanan fungsional berbasis minyak sawit,”lanjut Prof. Posman.
Selain itu, ingredient fungsional minyak sawit yaitu vitamin A (betakaroten) dan vitamin E (tocotrienol) yang sangat tinggi, dibanding minyak nabati lain. Berkaitan dengan, bagaimana menjaga makanan dan kesehatan dengan konsumsi makanan sehat? Salah satunya dengan mengonsumsi makanan yang terdapat kandungan yang ada pada minyak sawit. Keuntungan, mengonsumsi makan yang terdapat ingredient fungsional berbasis sawit di antaranya, dapat mencegah kanker, menjaga kesehatan jantung dan menjaga berat badan serta memperbaiki dan menjaga imunitas.
Ditambahkan Prof. Posman minyak sawit memiliki kandungan Gizi yang lebih lengkap dibanding minyak zaitun, kedelai, dan jagung. Selain mengandung provitamin A yaitu Alfa, betakaroten dan Vitamin E (tokoferol dan tokotrienol), minyak sawit kaya berbagai jenis zat bioaktif lain yang terdiri atas riboflavin, fosfor, potassium, kalsium dan likofen. “Dengan demikian minyak sawit mentah berpeluang dikembangkan menjadi sumber pangan nutrasetikal,” tambahnya.
Dan, minyak sawit mempunyai keunggulan sebagai sumber pangan fungsional, di antaranya mempunyai sejarah lama sebagai minyak yang aman dikonsumsi. Aplikasi yang luas untuk bahan pangan (frying oil, shortening, margarine), kandungan gizinya yang baik untuk kesehatan, non kolesterol dan non trans fat.
“Minyak sawit sebagai sumber pangan fungsional antara lain memiliki komposisi asal lemak yang unik dan berimbang, mengandung lemak linoleat (esensial FA), memiliki dua tipe minyak : palm oil dan palm kernel oil, memiliki kandungan antioksidan : tokoperol, tokotrienol dan karotene. Selain itu, produk pangan olahan dari red palm oil dapat dapat meningkatkan asupan Vitamin A dalam upaya memperbaiki gizi anak sekolah dan stunting di Indonesia,” kata Guru Besar Teknonogi Hasil Pertanian, UKTS, Medan.
Berkenaan dengan potensi dan keunggulan minyak sawit dibanding minyak nabati lain, Prof. Posman menyebut minyak sawit sebagai golden crop karena produktivitas rendeman minyak per hektar sangat tinggi terbaik di antara minyak nabati lainya. Itu sebabnya, kelapa sawit menjadi backbone agroindustry di Indonesia dan Malaysia karena tidak sedikit yang menggantungkan hidupnya di sawit.
“Dari segala aspek ini sangat besar kontribusinya, mampu menciptakan lapangan kerja di Indonesia. Sehingga harus dijaga karena minyak sawit dikonsumsi oleh masyarakat dalam dan luar negeri,” terangnya.
Meski industri sawit di Indonesia berkontribusi pada perekonomian nasional, namun masih kerap mendapatkan black campaign yang gencar dilontarkan pihak asing terutama Eropa. Melihat kenyataan itu, Prof. Posman mengingatkan perlunya menjaga dan mengkonter black campaign sawit.
“Kita wajib menjaga sawit dari tindakan black campaign yang dapat menurunkan hasil atau menurunkan minat orang lain mengkonsumsi sawit. Karena sebetulnya palm oil ini terus meningkat pengunaannya,” tegasnya.
Kampanye hitam
Salah satu black campaign yang kerap digaungkan perihal tata kelola perkebunan sawit yang tidak ramah lingkungan, dengan cara membakar untuk membuka lahan perkebunan sawit. Tekait dengan hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Inpres No 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit.
Tetapi, secara de facto masih ada pembakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di beberapa titik di Indonesia. “Dengan masih adanya karhutla yang terjadi menjadi bukti dan menjadi perhatian dari asing dalam hal keberlanjutan keberlanjutan perkebunan sawit. Sawit kita masih dipertanyakan dalam pengelolaan untuk lebih baik,” ujar Profesor yang pernah studi S1 di INSTIPER Yogyakarta.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 113)