Usaha Kecil Menengah (UKM) hand sanitizer berbahan sawit sangat menjanjikan. Diminati masyarakat karena termasuk produk natural dan organik. Menjalin kerjasama dengan BPDP-KS untuk meluncurkan produknya kemasyarakat.
Dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat, kelapa sawit dapat diolah tidak hanya menjadimakanan tetapi telah bertransformasi menjadi produk bernilai tambah tinggi di bidang energi, personal care, dan bahan baku industri perminyakan. “Jadi sepantasnya kita meningkatkan nilai tambah minyak sawit salah satunya diolah menjadi hand sanitizer,”kata Prof. Erliza Hambali saat menjadi pembicara Dialog Webinar UMKM Sawit Sesi I bertemakan “Peluang dan Tantangan UMKM Sawit di Era New Normal”, pada awal Agustus 2020.
Saat ini, SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) IPB sudah mengembangkan berbagaimacam produk kesehatan seperti hand sanitizer, sabun pencuci tangan (hand soap dan gliserol. “Kami saat ini sudah memasarkan produk-produk tersebut,” ujar dia.
Dia menegaskan bahwa sawit itu tidak hanya untuk pangan dan energi. Akan tetapi untuk keperluan hidup kita sehari-hari. “Produk-produk tersebut dijual belikan secara langsung atau melalui para reseller. Selain itu, lewat market place dan kerjasama dengan koperasi, komunitas dan perusahaan,” ungkap dia.
Sementara itu, kendala dalam pengembangan UKM sawit ini yakni untuk mendapatkan izin edar produk itu tidak mudah. Kemudian keterbatasan modal untuk pengadaan mesin produksi dan teknik pemasaran. “Kami berharap bisa di bantu oleh Kementerian Koperasi dan UKM agar mudah dalam mengakses modal dan pemasaran,” tandas dia.
Menurut dia, adanya pandemi Covid-19 berdampak pada penjualan produk berbahan kelapa sawit. “Sebelum ada pandemi permintaan produk ini cukup tinggi, sampai-sampai kita menambah tenaga kerja hingga totalnya mencapai 100 orang karyawan,” katanya.
Namun pihaknya juga mengalami kesulitan memperoleh bahan baku terutama botol untuk hand sanitizer, terutama pada saat pandemi saat ini. “Biasanya mudah, tapi sekarang agak sulit mendapatkannya,” ujar dia.
Kemudian harga bahan baku dan kemasan juga tak terkendali di tengah pandemi Covid. “Namun saat ini dengan diterapkannya social distancing (jagajarak) menyebabkan pembatasan orang bekerja di kantor. Sehingga permintaan terhadap produk ini juga ikut menurun,” pungkas dia.
Ada pun hand soap pencuci tangan berbahan Metil Ester Sulfonat (MES) dari sawit yang mampu melepaskan kotoran dari kulit, sehingga sangat baik digunakan sebagai pembersih. Gliserol sawit memberikan kelembaban dan kelembutan alami bagi tangan.
Selain itu, dikatakan Erliza, produk Hand Sanitizer ini mengandung etanol dari molasses tebu yang berfungsi sebagai pembersih tangan/bagian tubuh dari kuman. Untuk melindungi kulit dari kekeringan akibat penggunaan etanol pada konsentrasi tinggi, digunakan gliserol dari sawit yang dapat menahan penguapan air dari permukaan kulit serta memberikan kulit kelembaban dan kesegaran alami.
Dari pengalaman Erliza, banyak sekali konsumen yang menyukai produk hand sanitizernya. “Konsumen menyukai tekstur produk yang ditawarkan dan memberikan efek membersihkan dan melembutkan yang alami. Sebagian konsumen mengkategorikan bahwa produk yang ditawarkan adalah produk natural, alami dan organik,” tambahnya.
Dalam wawancara pada Mei kemari, hand sanitizer produksi Prof. Erliza Hambali dan tim SBRC telah memproduksi 200 liter per hari. Produk ini dipasarkan kepada reseller di toko online. Volume produk bervariasi berukuran 30 ml, 60 ml, 100 ml, 1 liter, 5 liter dan 20 liter. “Kemasannya ada dalam bentuk botol spray, botol tutup flip top, botol tutup ulir, pump dan jerigen,”ujar Erliza.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia