MEDAN, SAWIT INDONESIA – Pelaku industri menghadapi pekerjaan rumah untuk memperbaiki produktivitas sawit yang dihasilkannya setiap tahun. Ada kecenderungan telah terjadi penurunan produktivitas (yield), di sisi lain biaya produksi terus meningkat. Hal ini diungkapkan Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dalam IPOS Forum ke-7 di Medan, Kamis (20 Oktober 2022).
“Produktivitas sawit secara nasional masih jauh di bawah potensi dari standar yang dibuat Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Kita baru mencapai 47 persen dari potensi produktivitas yang semestinya dapat dicapai,” ujar Joko.
“Produktivitas sawit turun rerata 2 persen per tahun. Ini menandakan perusahaan belum mencapai potensi maksimal dari bahan tanaman,” ungkap Joko.
Kalkulasi penurunan produktivitas sawit ini bersumber dari kompilasi data 7 perusahaan sawit yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Joko mengakui belum ada data akurat berkaitan produktivitas sawit secara nasional. Itu sebabnya, alumni Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada ini mengambil sampel dari produktivitas sawit di 7 perusahaan tadi.
“Memang ketujuh perusahan tersebut tidak dapat mewakili perkembangan produktivitas sawit Indonesia. Tetapi, dari data tersebut ada gambaran jelas. Apalagi, emiten sawit tersebut kontinyu melaporkan data dan sangat kredibel,” jelas Joko.
Diakui Joko, setiap tahun rata-rata produksi sawit secara nasional mengalami peningkatan. Merujuk data GAPKI, produksi sawit nasional mencapai 51 juta ton pada 2021. Jumlah ini lebih tinggi daripada tahun sebelumnya sebanyak 46,8 juta ton. Namun kenaikan produksi ini tidak ditopang oleh peningkatan produktivitas (yield) sawit
“Produksi sawit nasional tumbuh karena adanya penambahan lahan tertanam. Bukan dipengaruhi kenaikan produktivitas. Ini pekerjaan rumah terbesar bagaimana produktivias sawit dapat ditingkatkan,” kata Joko.
Sementara itu, pelaku usaha dihadapkan kenaikan biaya produksi secara bertahap setiap tahunnya. Menurutnya industri sawit dalam negeri menghadapi kenaikan biaya produksi sebagai dampak kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) rata-rata 10% per tahun.”Ini masalahnya, biaya produksi terus meningkat tetapi tidak dibarengi pertumbuhan produktivitas sawit,” jelasnya.
Joko menuturkan upaya peningkatan produktivitas di perkebunan sawit sejatinya telah dibuat pemerintah melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Program PSR sangat efektit membantu rendahnya produktivitas sawit petani melalui penggantian bahan tanaman unggul.”Produktivitas petani jauh lebih rendah. Pemerintah dan stakeholders ingin meningkatkannya melalui program Peremajaan Sawit Rakyat. Tetapi PSR berjalan tidak cepat, ” kata Joko.
Masalah produktivitas ini diharapkan dapat menjadi bahan diskusi para peneliti. Joko berharap riset dapat membantu penyelesaian masalah supaya industri sawit tetap compatible dan menjadi leading sector. Alokasi dana riset yang dikelola BPDPKS sebaiknya dapat dimanfaatkan untuk mencari solusi persoalan produktivitas,” pungkasnya.