NUSA DUA, SAWIT INDONESIA – Pengamat dan analis harga minyak nabati mengkhawatirkan tren penurunan rata-rata pertumbuhan produksi minyak sawit dalam sepuluh tahun terakhir.
Kekhawatiran ini disampaikan sejumlah analis dalam 13th Indonesian Palm Oil Conference and 2018 Price Outlook, di Nusa Dua, Bali, Jumat (3/11/2017).
Thomas Mielke Analis OilWorld, mengatakan tren penurunan yield di Malaysia telah terjadi dalam sembilan tahun terakhir. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan turunnya produktivitas seperti kekurangan tenaga kerja di perkebunan Malaysia yang berdampak kepada hasil panen.
Faktor lainnya adalah replanting yang tertunda dan dan masalah losses buah.“Pengaruh lainnya adalah kenaikan gaji tenaga yang meningkat dua kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir,”jelasnya.
Dari rentang waktu Januari sampai Desember 2017, produksi CPO Malaysia diperkirakan 19,5 juta ton. Jumlah ini lebih tinggi daripada periode sama tahun lalu 17,3 juta ton
Di Indonesia, penurunan rata-rata produksi juga terjadi dengan faktor penyebab yang hampir serupa. Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif GAPKI, menjelaskan tren penurunan rata-rata produktivitas sawit Indonesia yang sangat signifikan terjadi dalam periode 2015-2020 yang mencapai 3%. Turunnya rata-rata produktivitas karena beberapa faktor seperti kebijakan moratorium, berkurangnya insentif harga, dan gap antara produktivitas kelapa sawit rakyat dan perusahaan.
“Penurunan pertumbuhan produksi ini juga berkorelasi dengan penjualan benih nasional. Tahun 2016, benih sawit yang terjual 76 juta kecambah. Sedangkan, tahun 2017 mencapai 171 juta kecambah,” kata Fadhil.
Produksi sawit Indonesia 2018 diperkirakan 38,5 juta ton. Ada kenaikan 2 juta ton dibandingkan tahun ini sebesar 36,5 juta ton.
Untuk mengatasi penurunan produktivitas, produsen maupun petani disarankan menggunakan benih terbaik. James Fry, Analis LMC, mengatakan rata-rata ongkos produksi sawit sekitar US$200 per ton tidak sebanding dengan margin yang diperoleh dari harga sawit.
“Mereka harus berinvestasi menggunakan benih unggul dan terbaik,” tegas Mielke.
Saran lainnya adalah meremajakan tanaman sawit berusia tua selanjutnya menggunakan benih terbaik. Replanting sebaiknya diprioritaskan kepada perkebunan sawit rakyat. Ang Boon Beng, Advisor PT Tunggal Yunus Estate, mengatakan hampir 50 persen perkebunan sawit rakyat menggunakan benih asalan dan tidak bersertifikat. Kondisi ini yang mengakibatkan rendahnya produktivitas sawit nasional.
“Produktivitas harus dipetakan dulu. Kalau secara nasional memang rendah karena masalah benih di kebun rakyat. Tetapi, produktivitas di perkebunan swasta tetap tinggi,” katanya.
Pemerintah sebagaimana dikatakan Darmin Nasution, Menko Perekonomian, sedang fokus mengadakam kegiatan replanting di perkebunan sawit rakyat. Sampai tahun depan, replanting sawit rakyat diharapkan mampu menjangkau 20 ribu hektare.