JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Ungkapan kecewa ditunjukkan petani sawit terhadap anjloknya melalui aksi bakar Tandan Buah Segar (TBS) sawit yang mereka panen. Aksi ini dilakukan serentak mulai dari Aceh sampai Papua.
Desa Penuntungan, Kota Subulussalam, Aceh, sejumlah petani berkumpul mengelilingi hasil panennya. Netap Ginting, Ketua DPD APKASINDO Subulussalam, mengomandoi aksi ini untuk meminta Presiden Jokowi menyelamatkan petani sawit.
“Pak Jokowi dan Pak Moeldoko tolong selamatkan kami petani Indonesia,” pinta Netap.
Selanjutnya, Netap dan petani membakar tumpukan TBS sawit tersebut. “TBS sawit ini (dibakar) karena harganya tidak ada. Lebih baik mending kami bakar untuk jadi kompos, pengganti pupuk yang harganya mahal,” ujar Netap.
Di Palangkaraya, aksi bakar TBS juga dilakukan petani setempat. Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPW Apkasindo Gusto Adrianus di sela-sela menggelar aksi tersebut di Palangka Raya, Selasa 14 Juni 2022, mengatakan apa yang dilakukan organisasinya itu adalah bentuk keprihatinan petani seluruh Indonesia.
“Kami sengaja bakar TBS Sawit kami karena tidak bisa dijual, kalau dijual kami mengalami kerugian karena harga TBS saat ini sedang tidak bagus atau anjlok,” kata Gusto Adrianus.
Di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan, petani sawit merasa resah dengan kondisi tersebut. Pasalnya, harga beli TBS sawit petani di bawah harga ketetapan provinsi Rp 2.325/kg karena rata-rata mereka memberlakukan Potongan Wajib mulai 3 sampai 9 persen.
“Kami kecewa makanya TBS ini dibakar. Kami minta Presiden Jokowi mencopot Menteri yang tidak sejalan dengan keinginan bapak Presiden,” ujar salah seorang petani sawit Perempuan, Salmita.
Ketua Apkasindo Luwu Utara, H Rafiuddin mengatakan pembelian TBS yang diberlakukan PKS di Sulsel sudah dibawah harga standar Pemerintah, kerena ada potongan yang cukup tinggi mulai 3 sampai 10 persen.
Petani di Kabupaten Muaro Jambi juga melakukan aksi membakar TBS sawit. Iskandar, petani sawit di Muaro Jambi yang ada di lokasi saat petani melakukan aksi bakar TBS kepada media ini menjelaskan bahwa aksi petani membakar TBS akibat harga saat ini terjun bebas dan membuat petani rugi dengan tingginya harga pupuk.
Bahkan saat ini, kata Iskandar, pabrik sawit tidak lagi membeli TBS petani, PKS hanya membeli TBS yang di pilih-pilih.”Karena itulah petani membakar TBS ini,” ungkapnya.
Di Banten, petani sawit mengeluh sawitnya tak laku sehingga lebih baik dibakar daripada di antar ke pabrik (PKS) malah rugi. Terlihat petani membakar setengah membanting panen nya untuk meluapkan kekesalannya sembari mengeluh dengan bahasa daerah mereka sendiri.
Petani sawit Kalimantan Selatan, dalam videonya menyampaikan permintaan mereka, “Memohon kepada Bapak Presiden Joko Widodo dan Pak Moeldoko agar selamatkan kami, petani sawit Indonesia” ujar salah seorang petani, dan sebagian lagi ada yang meminta supaya Menteri Perdagangan supaya dicopot karena sebagai sumber akar masalah.
Ketua Umum DPP (Dewan Pimpinan Pusat) APKASINDO, Dr. Gulat Manurung, MP.,C.IMA.,C.APO, menyampaikan bahwa memang petani sawit saat ini semakin frustasi atas jepitan dan tekanan tak berujung. Bahkan dalam waktu dekat kami akan membuka biro konsultasi kejiwaan, karena sudah banyak yang stres. Ini masalah “dapur” jadi semua pada kebingungan akibat anjloknya pendapatan petani disaat yang bersamaan harga CPO global semakin naik.
“Kawan-kawan dari 146 Kabupaten/Kota sudah memaksa mau ke Jakarta lagi, bahkan mereka gak mau lagi dibatasin jumlahnya per kabupaten kota. Saya sudah coba mengulur mereka. ‘Ke Jakarta itu adalah pilihan terakhir’ kubilang. Tapi ternyata mereka melampiaskannya dengan membakar TBS mereka sendiri di 22 provinsi”, jelas Gulat.
“Dari dulu saja sudah ada banyak beban harga TBS petani sawit; ada BOTL (biaya operasional tidak langsung), potongan timbangan di PKS. Sekarang semakin ditambah lagi beban PE yang naik, Bea Keluar dan DPO (domestic price obligation). Ya gimana mau pulih harga TBS kami kalo dibebani terus. Gak heran petani sawit makin marah, karena kami semakin tidak dihargai. Giliran merumuskan kebijakan, petani sawit gak dilibatkan, tapi kalau beban langsung dikasih secara sepihak” tegas Gulat.