Industri hilir sawit menyepakati tarif pungutan ekspor sawit yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 191/PMK.05/2020. Penyesuaian tarif lebih tinggi kepada produk hulu dan dikenakan lebih rendah pada produk hilir memberikan banyak manfaat. Mulai dari peningkatan daya saing produk hilir yang bernilai tambah tinggi di pasar global, dan pertumbuhan konsumsi domestik juga akan bertambah luas.
Seminggu setelah terbitnya PMK 191/2010, respon positif diungkapkan industri hilir sawit. MP Tumanggor, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI) mengapresiasi komitmen pemerintah dalam program B30 melalui penerbitan PMK Nomor 191/2020. Sebab, mandatori B30 telah terbukti meningkatkan serapan minyak sawit di dalam negeri. Di tengah lesunya pasar ekspor sawit, biodiesel menjadi penyeimbang antara produksi dan permintaan. Alhasil, tren harga sawit terus positif menjelang akhir tahun 2020.
“Kami mendukung penyesuaian tarif pungutan di dalam PMK Nomor 191/2020. Aturan ini semakin memperkuat program hilir sawit di tahun depan. Selain itu, konsumsi domestik akan meningkat seiring keberlanjutan B30 yang rencananya ditingkatkan menjadi B40. Targetnya, mandatori biodiesel akan menyerap pemakaian minyak sawit 9,2 juta kiloliter pada 2021,” ujar Tumanggor.
Di tengah lesunya pasar global, penggunaan biodiesel di dalam negeri mampu menyerap produksi minyak sawit dan TBS petani. Alhasil, harga CPO menjelang akhir tahun di atas US$ 800 per metrik ton. Harga TBS petani rerata di atas Rp 1.700 per kilogram bahkan mampu tembus Rp 2.000 per kilogram.
Tumanggor mengatakan pungutan ekspor sawit telah dirasakan manfaatnya bagi industri sawit. Di bawah pengelolaan BPDPKS yang profesional, mulai dari pengusaha, petani, peneliti, dan masyarakat dapat memanfaatkan dana program sawit.
“Tidak benar bahwa pungutan ekspor lebih banyak disalurkan kepada perusahaan. Karena dana ini juga dimanfaatkan bagi pengembangan sawit petani dan pemangku kepentingan lain,” kata Tumanggor.
Paulus Tjakrawan, Ketua Harian APROBI berharap pemerintah dapat merealisasikan peningkatan mandatori biodiesel menjadi B40. Tujuannya mengurangi beban pemerintah karena biodiesel dapat menekan impor bahan bakar minyak, penghematan devisa, dan memperkuat ketahanan energi. Saat ini, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang melakukan kajian terhadap Biodiesel 40 persen (B40) untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin diesel.
“Dengan penyesuaian tarif pungutan, mandatori biodiesel terus berlanjut. Harapannya dapat ditingkatkan menjadi B40 pada tahun depan. Jika mandatori naik, konsumsi sawit di pasar domestik akan tumbuh. Ini lebih menguntungkan perekonomian Indonesia,” ujar Paulus.
(Selengkapnya dapqat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 110)