Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) melalui agroforestry di Provinsi Riau bisa menjadi salah satu solusi untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal ini menjadi salah bahasan penting pada webinar yang bertema Implementasi Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) Melalui Agroforestry: Alternatif Solusi Pencegahan Karhutla di Riau yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Riau (7/7/2021).
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dhewanthi dalam sambutan catatan kunci mengungkapkan bahwa di Indonesia, selain faktor alam sebagai pemicu karhutla banyak disebabkan oleh manusia atau anthropogenik karena kebiasaan dan perilaku, yang didorong oleh kebutuhan akan lahan untuk pemukiman, pertanian, perkebunan. Lahan atau hutan dibuka dengan cara membakar dianggap lebih cepat, mudah dan murah. Diperlukan solusi permanen dalam upaya mencegah karhutla, sebagaimana salah satu arahan Presiden Republik Indonesia di Istana Negara pada tanggal 22 Februari 2021 bahwa cari solusi permanen agar korporasi dan masyarakat membuka lahan dengan tidak membakar.
“Kita harus punya cara pandang baru dimana masyarakat harus menjadi subyek aktif yang berdaya dan berperan penting dalam pengendalian karhutla, masyarakat harus diberdayakan. Kita juga harus terus mendorong bagaimana kolaborasi dan sinergitas para pemangku kepentingan di tingkat tapak bisa diwujudkan,” ungkap Laksmi.
Laksmi menjelaskan bahwa banyak contoh-contoh budidaya yang dapat mendukung dan memperkuat masyarakat desa sebagai pelaksana pengendalian karhutla di tingkat tapak, seperti budidaya jamur, perikanan, dan sistem pertanian terpadu. Ini adalah solusi atau upaya yang mempunyai dimensi yang lebih luas, tidak hanya mempunyai dimensi ekonomi, tapi juga mempunyai dimensi sosial dan dimensi lingkungan hidup. Ketiga dimensi ini merupakan pilar pembangunan berkelanjutan yang menjadi faktor penentu keberlanjutan pembangunan yang kita lakukan.
“Banyak pilihan sistem agroforestry, yang dapat disesuaikan dengan lokasi, sumber daya, kebiasaan-kebiasaan di masyarakat setempat. Kita bisa mengembangkan pertanian, kehutanan sekaligus dengan peternakan pada saat yang bersamaan, atau hanya kombinasi satu atau dua diantaranya. Pilihan-pilihan itu dapat kita lakukan, semakin banyak kita punya banyak komponen maka ekonomi silkular akan menjadi lebih baik,”terang Laksmi.
“Kita bisa memilih agrosilvikultura, silvopastura, apikultur, silvofishery, agrosilvopastura, atau wanafarma, dimana pilihan-pilihan ini yang dapat kita sesuaikan dengan lokasi setempat. Dengan agroforestry maka kita bisa membuka atau memanfaatkan lahan tanpa memabakarnya, karena dengan cara membakar sebenarnya kita membuang sumberdaya yang masih bernilai ekonomi yang cukup tinggi,”lanjut Laksmi.
Laksmi mengharapkan mudah-mudahan kita semua bisa melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan lebih baik, agar sumber daya alam dan lingkungan di sekitar kita yang menjadi tanggung jawab kita terpelihara bisa berkelanjutan untuk hidup dan kehidupan masa depan kita yang kita cita-citakan.
Webinar yang diselenggarakan secara hybrid ini dibuka oleh Wakil Gubernur Riau dan menghadirkan narasumber dari BPBD Riau, Dinas LHK Provinsi Riau, akademisi dari Universitas Riau, dan petani mitra Desa Makmur Peduli Api (DMPA).
Sumber: sipongi.menlhk.go.id