JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Para planters kembali diingatkan perlunya peran bersama untuk bergerak, berkolaborasi, berkoordinasi dan menyamakan pandangan dan langkah untuk meminimalisir isu negatif sawit. Dan, tetap menjaga dan meningkatkan peran positif keberadaan perkebunan kelapa sawit, secara khusus di provinsi Riau dan umumnya di Indonesia.
Hal itu, disampaikan Sekretaris Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Supriadi, S.Hut, M.T mewakili Mewakili Gubernur Riau, Drs. H. Syamsuar, di hadapan para peserta Talkshow Planter #2 Tahun 2023, yang diadakan Indonesian Planters Society (IPS), pada Sabtu (16 September 2023), di Pekanbaru, Riau.
Pernyataan di atas diungkapkan mengingat sektor perkebunan kelapa sawit, meski mampu berkontribusi besar pada perekonomian daerah dan nasional. Tetapi, masih menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal.
Dijelaskan Supriadi, ada beberapa permasalahan internal yaitu permasalahan mendasar yang saat ini terjadi pada subsektor perkebunan; masih banyaknya kebun yang berada di dalam kawasan hutan, perizinan perkebunan yang belum lengkap, produktivitas yang rendah, rendahnya kapasitas SDM pekebun, bertambahnya tanaman tua dan rusak yang memerlukan peremajaan, rendahnya kualitas sarana dan prasarana perkebunan, ancaman kebakaran lahan dan kebun.
“Sementara, permasalahan dari eksternal atau luar negeri yaitu isu-isu atau kampanye negatif kelapa sawit.
“Hal ini bisa dimengerti karena minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) adalah komoditas internasional, yang mempunyai kompetitor minyak nabati lain yang tumbuh di negara-negara sub-tropis yaitu kedelai, minyak bunga matahari, minyak jagung, dan lain-lain,” jelasnya.
Adapun kampanye atau isu-isu negatif yang ditujukan pada kelapa sawit, ada beberapa seperti isu lingkungan hingga kesehatan. Pertama isu lingkungan. Dikatakan sawit penyebab deforestasi mengganggu habitat satwa, mengancam keberadaan keanekaragaman hayati, kontributor peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), salah satu penyebab kebakaran hutan.
Kedua, isu sosial, dikatakan perkebunan sawit melanggar hak-hak adat masyarakat lokal, dan sektor sawit memperkerjakan anak-anak. Ketiga, isu kesehatan terdapat dugaan kandungan lemak jenuh minyak sawit berdampak tidak baik bagi kesehatan. Dan, keempat, isu sustainabiity yaitu keraguan terhadap proses pengolahan kelapa sawit yang tidak berkelanjutan. Dan, mungkin masih akan banyak muncul isu negatif lainnya, yang intinya adalah perang/persaingan dagang.
Menurut, Supriadi, isu-isu negatif kelapa sawit diproduksi dan disebarluaskan secara periodik oleh beberapa pihak dengan beragam penyebab. Ada yang menyebarkan hanya karena ketidaktahuan akan fakta sebenarnya, namun banyak pula yang memiliki motif untuk mendiskreditkan kelapa sawit.
“Hal ini secara langsung berdampak pada penurunan citra komoditas kelapa sawit, bahkan di beberapa negara tujuan ekspor sawit, ada yang menjelma menjadi regulasi penghambat perdagangan sawit,” jelasnya.
Sementara, di sisi lain fakta membuktikan, di Provinsi Riau sektor perkebunan, khususnya kelapa sawit yang telah berhasil menjadi sektor yang sangat potensial dalam menopang perekonomian dan pembangunan daerah maupun nasional.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), secara spasial pada triwulan II tahun 2023, Provinsi Riau berkontribusi sebesar 4,81% terhadap perekonomian nasional dan Provinsi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar ke-6 di Indonesia atau posisi ke-2 daerah di luar Pulau Jawa. Dengan berkembangnya industri sektor perkebunan khususnya kelapa sawit yang telah berhasil menjadi sektor yang sangat potensial dalam menopang perekonomian dan pembangunan daerah maupun nasional.
“Bahkan, data BPS terkait struktur PDRB Riau pada triwulan II tahun 2023, sektor kehutanan, pertanian dan perikanan memberikan kontribusi PDRB terbesar ke-2 sebesar 25,7% setelah industri pengolahan sebesar 27%,” pungkas Supriadi.