JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Walaupun pemerintah telah mengurangi beban ekspor melalui penghapusan sementara pungutan dan pemangkasan bea keluar, harga Tandan Buah Segar (TBS) petani tak kunjung terangkat. Dr. Tungkot Sipayung, Direktur PASPI, menyebutkan petani swadaya hanya menikmati 60%-70% dari harga TBS di tingkat pabrik sawit. Ada sejumlah penyebab persoalan ini antara lain lokasi pabrik, biaya transportasi, biaya agen, dan kualitas buah.
“Sedangkan petani plasma atau mitra perusahaan mendapatkan 90% dari harga pabrik sawit petani,” ujar Tungkot.
Persoalan lain adalah adanya biaya mengongkosi limbah sawit berupa tandan kosong dari petani ke pabrik. Dalam setahun, biaya yang harus dikeluarkan mencapai Rp 5 triliun.”Karena TBS itu sekitar 20% minyak dan 80% berarti sampah (limbah),” ujarnya.
Dr. Gulat ME Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO menjelaskan rendahnya harga TBS yang diterima petani swadaya salah satu faktornya disebabkan masih mengacu kepada harga tender KPBN. Rujukan harga KPBN ini tercantum dalam Permentan Nomor 01 tahun 2018. Dalam aturan tersebut, Gulat juga mengkritisi generalisasi harga petani sawit bermitra.
“Perlu dicatat bahwa dari total luas kebun sawit rakyat 6,8 juta hektare, hanya 7 persen yang bermitra (481 ribu hektare), sisanya 93 persen (6,32 juta hektare) adalah petani sawit swadaya (mandiri) yang tidak melakukan kemitraan, baik dengan korporasi perkebunan sawit maupun dengan korporasi PKS,” ungkap Gulat.
Untuk memonitoring pergerakan harga TBS, AaDewan Pimpinan Pusat APKASINDO menugaskan seluruh Ketua Dewan Pimpinan Wilayah di 22 Provinsi dan semua Ketua Dewan Pimpinan Daerah di 146 Kabupaten/Kota, dari Aceh hingga Papua untuk memantau serta melaporkan pergerakan harga TBS dan melaporkan PKS-PKS yang masih membeli TBS Petani dengan harga tidak wajar.
Format laporan lengkap terlampir dengan menyertakan nama PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dan harga beli di PKS, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, untuk dilaporkan ke WA Pos Pengaduan APKASINDO di 0878-8224-6515. Semua nama pelapor akan dirahasiakan.