JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Perjalanan Panjang perlawanan petani sawit menentang kampanye negatif sawit adalah hak petani sawit untuk mendapatkan keadilan. Terakhir diketahui petani sawit melakukan aksi keprihatinan petani sawit (29/3) dan telah mengejutkan 27 Negara Anggota Uni Eropa. Hal ini terjadi karena semula anggapan Uni Eropa yang mengira petani sawit menerima dengan regulasi ciptaan Komisi UE yaitu EUDR (EU Deforestation-free Regulation).
Perlawanan ketidakberterimaan terhadap EUDR yang dilakukan petani sawit baru-baru ini sangat penting sekaligus mematahkan klaim sepihak dari yang mengatakan bahwa petani sawit mendukung pemberlakuan UU Anti Deforestasi Uni Eropa tersebut.
Dari informasi yang dihimpun, pertemuan antara perwakilan Uni Eropa dengan NGO termasuk petani sawit, kerap digunakan sebagai frame bahwa petani sawit telah menerima aturan mreka.
“Bagi kami petani sawit klaim tersebut tentu sangat memalukan dan konyol, ini semakin menyakinkan kami bahwa yang terjadi saat ini adalah “peristiwa politik dagang” dengan menyandera keberlanjutan,” ujar Dr. Gulat ME Manurung, C.IMA, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO).
“Perlu dicatat, bahwa ada tiga dimensi keberlanjutan, antara lain dimensi ekonomi, dimensi sosial dan dimensi lingkungan. Ketiga dimensi ini harus saling sejalan, tidak boleh hanya mengedepankan dimensi lingkungan dan mengesampingkan dua dimensi lainnya,” ujar Doktor Lingkungan ini kepada sawitindonesia.com.
“Apa masih kurang jelas aksi keprihatinan Petani sawit yang datang ke Jakarta kemarin sebagai protes kepada Uni Eropa atas kebijakan diskriminatif terhadap dimensi ekonomi dan sosial tersebut?” tanya Gulat.
Yang melakukan aksi keprihatinan tersebut adalah petani sawit dan organisasi anak-anak petani sawit untuk memastikan keberlanjutan masa depan kehidupan rumah tangga petani sawit. Kok Organisasi Bukan Sawit Yang sibuk ?.
Sekali lagi yang melakukan aksi tersebut adalah asli petani sawit tegas Gulat. Yang datang kemaren itu hanya utusan saja dari 5 organisasi. Susah payah kami seleksi karena kalau kami lepas, mungkin lima ribu petani sawit akan mengepung Kantor Dubes UE. Namun kami ingin mengatakan kepada dunia, bahwa petani sawit Indonesia itu sangat terhormat dan beretika dalam menyampaikan pendapat,” lanjut Gulat.
“Saya juga mendengar ada organisasi yang mengaku organisasi petani sawit (yang tidak punya kebun sawit) mengapresiasi serta mendukung EUDR. Hebatnya pula sampai mengklaim bahwa EUDR akan menguntungkan petani sawit. Itu hak mereka mengatakan itu, tapi salah besar Komisi UE jika mendengar klaim sepihak mereka tersebut,” tegas Gulat.
Tentu mereka berbeda rohnya dengan petani sawit yang langsung merasakan dampak negatif dari EUDR tersebut, karena kami makan dan hidup dari hasil panen sawit kami. Saya tahu bahwa mereka yang mendukung EUDR ini memang sejak dulu tidak peduli dengan nasib kami petani sawit, karena mereka bukan petani sawit. Cukup sederhana menjawabnya,” ketika sawitindonesia.com bertanya.
Siapapun ditanya, pasti mengatakan bahwa UU Deforestasi Eropa tidak sejalan dengan semangat pembangunan SDG’s sebagaimana ditetapkan PBB. Penerapan UU Deforestasi Eropa ini akan mengakibatkan petani sawit kembali miskin, kehilangan pekerjaan, dan kondisi sosial ekonomi yang rusak, tegas Gulat.
Ketua Umum ASPEK-PIR, Setiyono, bahkan lebih tegas mengatakan bahwa awalnya mereka adalah orang termiskin dan tidak ada yang perduli, namun dengan ikut transmigrasi pola perkebunan PIR, secara perlahan ekonomi keluarganya semakin membaik, sehingga bisa menyekolahkan anak, beraktifitas sosial budaya dan melakukan ibadah dengan damai.
“Kami petani kelapa sawit, hidup dari kelapa sawit, maka seharusnya Uni Eropa menghormati dan menghargai upaya petani kelapa sawit untuk hidup lebih sejahtera, tidak justru mengerecoki. Oleh karena itu Kami Petani ASPEKPIR dengan tegas menolak adanya diskriminasi kelapa sawit dengan modus EUDR. Silahkan tidak menggunakan minyak sawit, tapi jangan menjelek-jelekkan sumber kehidupan kami” ujarnya, Rabu (29/3).
Lebih tegas lagi Abdul Aziz, Wakil Ketua Umum SAMADE, mengatakan bahwa justru sawit telah menyelamatkan hutan di Indonesia dan dunia ikut menikmatinya. Hutan-hutan di Indonesia yang rusak akibat illegal loging saat ini telah hijau dan paling aktif menyerap CO2 dan menghasilkan O2 serta Masyarakat Uni Eropa ikut menikmatinya.