JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Petani sawit dari Papua ikut bersuara mengenai rendahnya capaian Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sebagai salah satu program strategis Presiden Jokowi di sektor Perkebunan. Pasalnya masalah ini telah menimbulkan kegaduhan bagi petani sawit. Hal ini diungkapkan oleh Yonas Rahaningmas, petani sawit dari Papua.
“Kami masyarakat Papua selama ini hanya bisa mengelus dada, sebab PSR di Papua praktis di 2021 tidak ada, apalagi di tahun 2022. Membaca persyaratan PSR saja, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03 tahun 2022 (Permentan 03/2022), kami langsung menyerah karena banyaknya persyaratan,” lanjut Yonas.
Ia mengatakan petani mana yang tidak mau kebunnya diikutsertakan PSR. Karena program ini sangat bagus dan mendukung, terkhusus petani swadaya yang kebanyakan menanam bibit yang tidak jelas asal usul bibitnya.
“Kalaupun rilis berita diberbagai media Pak Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal Perkebunan mengatakan terbitnya Permentan 03 tahun 2022 untuk memperlancar dan melindungi petani. Bukan untuk memberatkan atau mempersulit petani saat memproses PSR, tapi faktanya lihat saja?” tanya Yonas.
“Realisasi PSR secara nasional di tahun 2022 lalu hanya 9,8% (17.908 ha) dari 180.000 hektar, terendah sepanjang sejarah. Bahkan saya baca di beberapa media nasional bahwa beberapa provinsi sawit malah nol persen pada 2022 lalu,” ujarnya.
Sejak PSR dimulai 2017, menurut Yonas, dari berbagai sumber diketahui bahwa realisasi PSR dari tahun ketahun semakin menurun dan puncak penurunannya adalah di 2022. Serapan PSR dari tahun 2019 sampai 2022 berturut-turut sebagai berikut 49%, 51%, 15% dan terakhir 9,9%.
“Sebaiknya Kementerian Pertanian fokus saja bekerja memperbaiki sistem untuk memudahkan peryaratan dan perbaikan serapan dana PSR di 2023 ini. Tidak usah Humas Kementan sibuk mengirim rilis ke beberapa media. Justru semakin diberitakan, semakin ketahuan memang faktanya realisasi PSR terburuk sepanjang sejarah di 2022,” tegas Yonas.
“Dengan segala keterbatasan kami di Papua, mohon dibantu pendampingan teknis untuk melengkapi dokumen dana sarpras”, harap Yonas.
Ketika ditanya dengan riak-riak petani sawit akhir-akhir ini perihal capaian PSR 2022, Yonas mengatakan “Ya biasalah, itu berkat kecintaan petani sawit kepada Pak Dirjen. Pak Mentan dan Pak Dirjen memang harus gerak cepat mengevaluasi persyaratan mana yang menghambat dan mengajak berdiskusi asosiasi petani sawit untuk percepatan PSR tahun 2023 ini,” ujarnya.
“Jadi, Pak Menteri Pertanian dan Pak Dirjenbun fokus saja optimalisasi target PSR tahun ini. Kalau nggak fokus maka yang sangat dirugikan adalah kami petani sawit,” ujarnya.
Dikatakan Yonas, Presiden Jokowi sudah mengatakan supaya semua sentra ekonomi yang berbasis kerakyatan supaya diberdayakan terkhusus dengan ancaman resesi dunia 2023 ini.
“PSR adalah salah satu gerbongnya pemberdayaan ekonomi rakyat karena dengan PSR semua akan bekerja dan akan berdampak positif ke perekonomian masyarakat sekitar,” ujarnya.
Menurut, saya tidak susah untuk meningkatkan jumlah petani yang ikut PSR karena dananya bukan dari APBN. Jadi, idealnya administrasi lebih mudah dalam penganggaran.
“Yang penting Kementerian Pertanian dan dan BPDPKS mau bekerja keras mencari solusi permasalahan yang ada,” pungkas Yonas yang juga Sekretaris APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Provinsi Papua.