JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Setiap tahun selalu ada cerita dalam perjalanan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang menjadi program strategis di pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Salah satunya usaha Betman Siahaan dan petani sawit dari Paser yang terhambat mendapatkan rekomendasi teknis PSR dari Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian.
Hambatan ini disebabkan masih birokratisnya bagian dari persyaratan tersebut. Ketua APKASINDO, Kalimantan Timur, Betman Siahaan, mengaku sudah hampir berputus asa memperjuangkan 7000 ha dari target 17 ribu ha dari 17 KUD Plasma.
“Bayangkan saja, kami yang secara histori transmigrasi adalah ‘anak negara’ saja begini susahnya mengurus persyaratan PSR ini, bagaimana petani kampung yang ikut PSR?” tanya Betman.
Betman merasa lega karena permasalahannya untuk mengajukan PSR dapat terselesaikan. Rabu kemarin (15 Desember 2021), ada jawaban dari pihak Ditjenbun Kementerian Pertanian terkait masalah rekomendasi usulan lahan yang akan diremajakan. Meskipun kami harus gotong royong untuk bisa sampai ke Jakarta bersama perwakilan pengurus 17 Koperasi sebanyak 35 orang.
“Kedatangan kami ke Ditjebun kali ini berkaitan usulan PSR yang hampir 2 tahun lamanya diajukan,” jelas Betman.
Pengusulan lahan di tahun 2020-2021 rekomendasinya berubah-rubah. Betman menuturkan sepemahaman petani selama ini kendalanya selalu dengan KLHK. Namun kali ini dengan BPN.
“Kami sudah capek bolak-balik. Tadinya kami bersepakat demo ke Istana Presiden untuk mengadukan nasib kami. Tapi Ketua Umum DPP APKASINDO menyarankan supaya mengedepankan dialog dengan Kementan. Kalau mentok baru kita ramai-ramai dari 22 DPW Provinsi Sawit mengadu ke Pak Jokowi,” ujar Betmen menguraikan hasil arahan Ketua Umum DPP APKASINDO.
Heru Widianto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjenbun mengatakan rekomendasi BPN 2018 terhadap petani sawit dari Kabupaten Paser, menjadi dasar untuk menerbitkan rekomendasi teknis (rekomtek) usulan lahan ke BPDPKS.
“Clear gak ada masalah. Sepertinya ada miskomunikasi,” ujar Heru disambut tepuk tangan bercampur haru oleh perwakilan Petani Sawit Kaltim yang juga disiarkan secara live di medsos petani.
Heru menjelaskan bahwa Ditjenbun hanya meminta surat keterangan dari Kantor Pertanhan BPN supaya status lahan PSR bersifat clear tidak tumpang tindih dengan HGU.
”Sementara ada pemahaman yang berbeda untuk kembali melakukan pengukuran lahan calon peserta PSR, itu hal yang berbeda, ” kata Heru.
“Karena rekomendasi BPK meminta harus clear (tidak berada dalam kawasan hutan), tidak tumpang tindih dengan HGU. Kalau kita lihat surat yang dikeluarkan BPN sudah jelas lahan yang diusulkan tidak sengketa,” ucap Heru.

Heru berjanji setelah Dirjen Perkebunan kembali dari kunjungan kerja. Maka rekomtek langsung ditandatangani.
“Begitu kembali besok Pak Dirjen, Saya pastikan akan langsung ditandatangani,” ujar Heru untuk meyakinkan 35 orang perwakilan Petani dari 17 KUD yang datang jauh-jauh dari beberapa Kabupaten di Kalimantan Timur.
Syaiful Bahari, Dewan Pakar DPP APKASINDO, yang hadir pada dialog tersebut mengatakan, seharusnya hal seperti ini tidak perlu terjadi sampai memakan waktu 2 tahun, harusnya saat ini kebun sawit dari 17 KUD ini sudah buah pasir..
Terkait dengan kendala ini juga karena banyaknya Kementerian yang mengurusi PSR ini, seperti antara lain Kementerian Pertanian, LHK, ATR/BPN, Kemenkeu, Kemenko Perekonomian dan BPDPKS.
Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr Gulat Manurung, MP,.,C.APO, ketika dihubungi mengatakan “inilah cermin persoalan mengapa PSR ini lambat”, jelas, gak usah pakai kajian atau penelitian mencari tahunya.”
Seharusnya BPN cukup mengurusi korporasi yang ratusan ribu hektare izin HGU-nya. Menurutnya urusan rakyat gak usahlah diajak ikut campur dan Kementan harus mengevaluasi persyaratan yang aneh-aneh termasuk dengan sibuk mengajak lintas Kementerian lain.
“Memang syarat PSR ini hanya 2 komponen. Tapi anak cucu (syaratnya) beranak pinak. Saat ini namanya sudah percepatan PSR, tapi kok “muatannya malah melebihi tonase”. Akibatnya seperti ini, serba lambat, karena banyak sekali peraturannya dan bertambah-tambah tiap tahun,” tegas Doktor lulusan Universitas Riau ini.
Padahal Presiden Jokowi pada saat rapat Koordinasi Nasional Indonesia Maju Pemerintah Pusat dan Forkopimda 2019, di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor (13/11/2019), sudah dengan tegas mengatakan “Negara ini sudah kebanyakan peraturan, dan negara kita ini bukan negara peraturan. Semua diatur, semua diatur malah terjerat sendiri,” kata Jokowi saat itu.
“Jangan gara-gara rekomendasi temuan BPK lantas Kementan membuat peraturan dan syarat-syarat yang justru memberatkan diri sendiri dan Petani sawit akhirnya yang disusahkan, seperti harus meminta rekomendasi dari BPN, BPKH, dan lain-lain,” ujar Gulat.
Gulat mengatakan seharusnya BPN mengurus saja izin-izin HGU yang sudah dikeluarkannya. Karena informasinya, data HGU masih berserakan yang belum dihimpun dalam satu data.
“Informasinya BPN hanya memiliki tidak lebih dari 40% data izin HGU yang pernah diterbitkan. Jika memang BPN punya data lengkap, seharusnya dengan sangat mudah monitor tumpang tindih lahan PSR-HGU ini di lihat dari Jakarta melalui satelit, dan langsung terbit rekomendasinya (kalaupun harus melibatkan ATR BPN),” jelas Gulat.
“Untuk kasus Petani Sawit Kaltim, kami DPP APKSINDO mengucapkan terimakasih kepada Pak Heru, memang harus berani, tegas serta terukur. Kebijakan Pak Heru bisa dijadikan Yurisprudensi di 22 DPW Provinsi Sawit Apkasindo. Apalagi sawit yang sudah menjadi tumpuan ekonomi nasional saat ini dan kedepannya, dimana tahun ini berpotensi menghasilan devisa sebesar Rp 500 Triliun,” pungkas Gulat.