• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Tuesday, 28 March 2023
Trending
  • Menerima Dana Tahap Awal Perdagangan Karbon
  • TBS di Kalbar Capai Harga Tertinggi Rp2.661,93/kg
  • BPDP Menginisiasi Pembentukan Sawit Learning Center (WINNER)
  • RSPO dan ISPO Bukti Sawit Berkelanjutan
  • Provinsi Kaltim Gelar Pasar Murah
  • Transisi Energi Bagi Perlindungan Lingkungan Dari Dampak Perubahan Iklim
  • BPBD Riau Mengirimkan Tim dan Peralatan Penanganan Karhutla ke Bengkalis
  • PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Menjadikan UMKM Sebagai Inti Bisnisnya
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » Petani Menjadi Korban Berkepanjangan Kebijakan Perdagangan Sawit
Berita Terbaru

Petani Menjadi Korban Berkepanjangan Kebijakan Perdagangan Sawit

By Redaksi10 months ago7 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
Bpk. Purwadi
Bpk. Purwadi
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

Sabtu pagi selepas olah raga dan sambil ngopi, Redaksi Sawit Indonesia, berkesempatan ngobrol santai dengan Dr. Purwadi, Direktur Pusat Sains Kelapa Sawit terkait harga TBS yang tidak beranjak naik dan bahkan cenderung turun. Petani telalh merasakan sebagai korban berterusan untuk memanfaatkan peluang dapat meningkat kesejahteraannya dengan memperoleh harga yang yang seharusnya mereka terima dari harga tinggi di pasar dunia, seperti dinikmati oleh petani-petani sawit di negara lain. Sampai kapan kondisi ini terus berlangsung, sebagian besar para pihak tidak bisa memprediksi dan bahkan cenderung pasrah.

SI : Pagi Pak Pur, Selamat mengawali akhir pekan minggu ini. Pak Pur Bagaimana dengan telah dicabutnya kebijakan larangan ekspor CPO dan turunannya, namun harga TBS sudah dua minggu nggak naik, bahkan malah turun?

PW: Dengan asumsi pemerintah serius untuk melaksanakan kebijakan yang disampaikan Presiden, sebenarnya dalam waktu dua minggu kondisi sudah berubah dan membangkitkan optimisme pasar eskpor. Namun ternyata yang diumumkan oleh Presiden secara langsung itu dalam implementasinya, mulai peraturan menteri, petunjuk teknis, petunjuk pelksanaan lambat dan dianggap kurang jelas dan bahkan terkesan masih menghambat. Dan hingga kini belum nampak perubahan yang nyata di lapangan.

SI: Bisa dijelaskan lebih detail?

PW: Pertama, pernyataan presiden yang mencabut larangan ekspor merupakan berita bahagia, namun sampai saat ini belum membahagiakan. Coba siapa yang bahagia saat ini? Konsumen yang dijanjikan bisa beli migor curah Rp. 14.000/liter pelaku industri, perusahaan perkebunan, atau petani? belum ada yang nyaman saat ini. Bahkan pelaku di industri hulu yaitu utamanya petani telah menjadi kurban yang berterusan dari carut marut yang berkepanjangan ini. Perusahaan perkebunan dan pabrik kelapa sawit sudah “pusing” tangki mulai penuh, CPO belum bisa jual ke Industri refeneri dan atau di ekspor. Untuk kondisi ini kita perlu berhati-hati karena bisa terjadi konflik horisontal di lapangan antara petani dengan pabrik kelapa sawit?

Kedua, pernyataan Presiden itu tidak segera ditindaklanjuti dengan kebijakan yang cermat dan solutif, kementerian terkait terkesan masih bingung mau malakukannya dengan kebijakan apa? Bahkan terkesan antar kementerian terlihat tidak ada koordinasi yang baik. Kebijakan yang keluar seperti daur ulang kebijakan lama tanpa terobosan, dan bahkan dirasakan, masih rumit dan banyak ketidakpastian? Saat ini semua pelaku di industri sawit terlihat “pasrah”.

Baca juga :   CPOPC Bersama Perusahaan Indonesia Dan Malaysia Bantu Petani Sawit Honduras

Ketiga, belum juga kebijakan berlaku efektif, pemerintah terkesan “gamang” takut gagal, dan menugaskan Menko Marinvest untuk ikut menangani krisis ini. Coba kita pikirkan, pada awalnya masalah harga migor naik, jadi krisis perdagangan migor, jadi larangan ekspor, jadi tatakelola makro industri sawit? Lha ini mengesankan pemerintah tidak fokus dan cenderung tambah melebarkan masalah dan isu-isu yang pada saatnya masalah menjadi komplek. Karena tidak fokus, tidak konsisten, masalah melebar, isu-isu liar berkembang telah menyebabkan resiko dan ketidakpastian industri sawit menjadi tinggi, dan jika tidak ada solusi nyata dalam 1-3 bulan kedepan akan mengarah pada kebangkrutan sistem industri sawit kita?.

Keempat, Sungguh ironis, peluang saat harga komoditas yang luar biasa tinggi di pasar dunia, semua negara produsen sawit lainnya dan petani sawit bertambah kesejahteraannya, kesempatan untuk membangun kesejahteraan petani sawit kita, dihambat dan hilang. Perlu diingat peluang seperti ini barangkali tidak akan terjadi lagi di masa depan.

Kelima, terkait dengan kesejahteraan masyarakat konsumen minyak goreng, itu memang tugas pemerintah untuk menyelesaikan, namun tidak harus banyak mengorbankan petani. Penyelesaian melalui subsidi dan alternatif kebijakan lainnya bisa menjadi pilihan. Perlu diingat kenaikan harga kosumen, seperti gula, beras dan lainnya pernah terjadi, dan bisa terjadi lagi pada beberapa waktu kedepan, juga perlu diselesaikan secara baik dan tidak harus mengorbankan petani

SI : Saat ini, dua minggu setelah larangan ekspor dicabut, harga TBS petani ternyata belum sempat naik dan bahkan beberapa hari terakhir malah turun, ini tidak sesuai harapan banyak pihak, bagaimana dengan perkembangan ini?

PW: Seperti yang sampaikan sebelumnya, dalam kondisi normal, kementeriaan terkait bergerak cepat membuat kebijakan baru, dengan terobosan baru, dan segera menerbikan persetujuan ekspor, dan itu bisa dilakukan hanya dalam proses seminggu, maka harga akan mulai bergerak naik di minggu kedua atau ketiga dan seterusnya mengarah pada keseimbangan baru. Namun saat ini ternyata terobosan kebijakan baru tidak ada, kebijakan lama daur ulang dan kurang komperhensif, Juklak dan Juknis lambat, semua menunggu dengan ketidakpastian, bahkan mengarah pada kondisi “pasrah” di pelaku ekspor. Espor belum jalan, tangki dan stok di refineri belum berkurang, tangki dan stok di pabrik kelapa sawit mulai penuh, petani tetap harus panen. Dalam kondisi seperti ini Industri hilir dan PKS akan terus dan hanya bisa “menunggu”. Sekali lagi Petani menjadi terdampak efek domino terakhir dan menjadi korban pertama. Jadi berharap akan ada perkembangan harga TBS sampai ekspor berjalan dengan lancar dan stok mulai berkurang.

Baca juga :   Pemerintah Berupaya dan Bekerja Keras Agar Tidak Terjadi Kenaikan Harga Bahan Pokok

SI : Kalau begitu apa yang perlu dilakukan, rasanya pemerintah sudah melakukan berbagai kebijakan?

PW : Kebijakan pemerintah yang berganti-ganti dalam waktu yang cepat, mengesankan pemerintah kurang pride, kurang fokus dan ternyata masalah bukan terselesaikan dengan cepat dan malah menjadi melebar. Pemerintah untuk jangka pendek (1) fokus untuk segera realisasikan dan berjalannya ekspor secara lancar, agar stok untuk ekspor segera mengalir, industri hilir terus bergerak, pembelian harga TBS lancar dengan harga TBS kompetitif. (2) masalah ketersediaan migor bagi kelompok tertentu yang membutuhkan dicarikan solusi tersendiri dan tidak menyandra masalah ekspor. Kebijakan tidak harus DMO dan DPO, bisa menggunakan mekanisme subsidi “terkontrol” bagi yang membutuhkan bantuan. Selanjutnya kalau jangka pendek ini bisa terselesaikan, baru kita lakukan pembenahan tatakelola jangka panjang dengan pembenahan sistem rantai pasok secara end to end produk, bisa secara bertahap dan atau paralel dilakukan pada masing-masing subsistem kebun (hulu), Industri (hilir) dan perdagangan (trading). Pembenahan tatakelola ini dengan target membangun daya saing berkelanjutan dalam sistem industri sawit yang efisien.

SI : Apakah saat ini penanganan pemerintah belum fokus?

PW: Masalah ini awalnya sederhana, terkait dengan harga minyak goreng yang bergerak naik karena harga di pasar dunia naik, “just” perilaku dan praktek bisnis yang wajar. Pemerintah ingin melakukan stabilisasi dan keterjangkaun harga bagi konsumen di pasar domestik, barangkali juga untuk mengendalikan inflasi. Yang terjadi masalah ini menjadi kelangkaan barang di pasar dan masalah membesar dengan isu-isu terkait praktek bisnis “kartel” dan lain-lain. Pada tahap selanjutnya ingin menyediakan barang bagi sekelompok masyarakat konsumen dengan daya beli rendah, dan masalah tidak kunjung selesai. Pada tahap selanjutnya keluar kebijakan larangan ekspor, dan ternyata masalah menjadi membesar dari masalah migor, menjadi masalah perdagangan TBS petani, dan masalah-masalah perdagangan dan industri berbasis sawit. Larangan ekspor dicabut, pemerintah tidak “pede”, untuk bisa selesai, ditugaskan Menko Marinvest, melebar ke isu governance. Lha ini kok masalah terus melebar, yaitu migor bagi kelompok masyarakat berdaya beli rendah, petani sawit menjadi korban yang terhambat dan terhentikan peluangnya untuk memperoleh kesejahteraan lebih baik, karena harga TBS yang sangat rendah, trus mulai mengangkat isu governance. Setiap waktu muncul kebijakan baru, muncul pernyataan dan isu-isu baru yang semakin melebar. Jadi wajar kalau ada yang mempertanyakan, sebenarnya apa sih yang di inginkan pemerintah?.
Pelaku industri pasti melakukan sesuai aturan pada periode masa nya, bahwa ada satu dua yang kurang baik, proses saja. Saya melihat para pelaku industri sudah mulai “pasrah”, dan saat ini petani menjadi korban secara berterusan, jika masalah yang sudah tiga bulan tidak terselesaikan dan berlanjut hingga 3 bulan kedepan, saya kawatir akan berdampak pada keberlanjutan industri sawit jangka panjang di Indonesia, sebagai produsen dan eksportir terbesar dunia, sebagai sumber penghidupan dan kesejahteraan petani sawit dan salah satu sumber kemakmuran bangsa.

Baca juga :   Pemerintah Memastikan Kestabilan Harga dan Keamanan Stok Pangan Jelang Ramadan

SI: Saya dengar para petani khususnya Apkasindo mau menggelar rapat di Jakarta, sepertinya kaya aksi keprihatinan yang kemarin dilakukan, apa pendapat Bapak?

PW: Kalau aksi keprihatinan kemarin bagus, dan menggundang perhatian banyak pihak. Bahkan kalau mau demo juga dijamin oleh undang-undang, bisa nggak dicari alternatif upaya lain, janganlah ada keluarga yang terpaksa mencari perhatian di jalan-jalan.

Sebenarnya tugas pembinaan dan membantu petani itu kan ada di DitjenBun, Kementerian Pertanian, DPR, kenapa ya, lembaga-lembaga ini kurang “greget”, kurang bersuara untuk membantu petani sawit ini menyelesaikan masalahnya? Coba, sudah jelas-jelas saat ini peluang petani meningkatkan kesejahteraannya terhambat karena menjadi korban dampak dari kebijakan dan tidak bisa lagi menghindar. Kondisi ini sudah lama berlangsung dua bulan, saya belum melihat upaya kuat dari lembaga-lembaga itu untuk membantu petani. Ibarat punya anak sebelum menangis mencari perhatian di jalan-jalan, sebaiknya bapaknya dulu memahami, membantu dan mendampinginya serta menyelesaikannya.

SI : Satu kalimat untuk pemikiran ke depan?

PW: Terlalu mahal, mempertaruhkan penyelesaian
masalah perdagangan yang sebenarnya “sederhana”, menjadi masalah yang dari waktu ke waktu semakin melebar menjadi komplek, hilangnya peluang besar menghasilkan nilai tinggi dari pasar sawit di dunia, menghilangkan peluang untuk meningkatnya kesejahteraan kelompok masyarakat (petani) dan menurunnya kredibitas nama besar produsen dan eksportir sawit terbesar di dunia.

Yogyakarta, 5 Juni 2022.

ekspor Instiper sawit
Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Menerima Dana Tahap Awal Perdagangan Karbon

11 hours ago Berita Terbaru

TBS di Kalbar Capai Harga Tertinggi Rp2.661,93/kg

12 hours ago Berita Terbaru

BPDP Menginisiasi Pembentukan Sawit Learning Center (WINNER)

13 hours ago Berita Terbaru

RSPO dan ISPO Bukti Sawit Berkelanjutan

14 hours ago Berita Terbaru

Provinsi Kaltim Gelar Pasar Murah

15 hours ago Berita Terbaru

Transisi Energi Bagi Perlindungan Lingkungan Dari Dampak Perubahan Iklim

17 hours ago Berita Terbaru

BPBD Riau Mengirimkan Tim dan Peralatan Penanganan Karhutla ke Bengkalis

18 hours ago Berita Terbaru

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Menjadikan UMKM Sebagai Inti Bisnisnya

18 hours ago Berita Terbaru

Petani Sawit Turun ke Jalan, Protes Kebijakan Uni Eropa

1 day ago Berita Terbaru
Edisi Terbaru

Majalah Sawit Indonesia Edisi 136

Edisi Terbaru 1 month ago2 Mins Read
Event

Promosi Sawit Sehat Dan Lomba Kreasi Makanan Sehat UKMK Serta Masyarakat

Event 6 days ago1 Min Read
Latest Post

Menerima Dana Tahap Awal Perdagangan Karbon

11 hours ago

TBS di Kalbar Capai Harga Tertinggi Rp2.661,93/kg

12 hours ago

BPDP Menginisiasi Pembentukan Sawit Learning Center (WINNER)

13 hours ago

RSPO dan ISPO Bukti Sawit Berkelanjutan

14 hours ago

Provinsi Kaltim Gelar Pasar Murah

15 hours ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

Go to mobile version