Pertemuan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) membawa angin segar bagi industri sawit. Petani maupun pengusaha perlu bersatupadu untuk mencegah dampak negatif kampanye hitam.
Tidak sia-sia, Gulat Manurung dan sejumlah pengurus pusat DPP APKASINDO terbang dari kota asal ke Jakarta pada 3 September 2019. Hari itu, mereka membawa misi penting untuk berdialog dengan kalangan pengusaha anggota GAPKI.
“Ini pertemuan bersejarah bagi petani dan pengusaha karena menghadapi masalah kampanye negatif sawit dari luar negeri. Di dalam negeri, ada persoalan terkait perkebunan sawit yang terjebak di kawasan hutan,” ujar Gulat Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO.
Muncul pemahaman bersama diantara kedua asosiasi sawit ini untuk bekerjasama menyelesaikan persoalan ini supaya industri sawit tidak ditekan terus menerus oleh berbagai pihak. Kerjasama ini merupakan lanjutan Implementasi MoU yang sudah ditandatangani tahun 2017 di Bali dan kerjasama ini adalah untuk yang kesekian kali dilakukan GAPKI dengan APKASINDO.
Senada dengan Gulat Manurung. Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI, merasa senang dengan silaturahmi GAPKI maupun APKASINDO yang semenjak lama memiliki hubungan harmonis dan terjalin baik. Kerjasama kedua organisasi ini perlu diperkuat karena menghadapi persoalan sama. “Sebagai bagian supply chain (red-rantai pasok) sawit, maka Gapki dan Apkasindo harus bergandengan tangan. Ibaratnya, kita punya medan perang sama yang dihadapi kedua lembaga,” ujar Joko Supriyono.
Menurut Joko, upaya memajukan industri sawit tidak bisa mendukung satu atau dua bagian dari ranai pasok. Semua bagian industri sawit harus dimajukan baik itu petani, perusahaan, dan biodieselnya. “Karena ukurannya adalah performa dari industri sawit dari ujung ke ujung tadi. Kita berbeda dengan soya (red-kedelai). Mereka tidak perlu integrasi supply chain. Lain hal dengan sawit, tidak bisa berdiri sendiri,” kata Joko.
Ia menambahkan kemitraan petani dengan plasma sebaiknya perlu dibantu oleh pemerintah daerah. Sebagai contoh, kabupaten membuat rekomendasi kepada calon peserta plasma (CPP) bagi petani yang akan dimitrakan, jadi peran Bupati dikedepankan. Hal ini dapat dimitrakan dengan Perusahaan yang beroperasi di suatu daerah dimana petani sawit ada disekitar daerah HGU perusahaan tersebut.
Fokus lainnya adalah serangan kampanye negatif sawit kepada industri sawit. Joko mengakui kedua organisasi punya perhatian sama untuk melawan kampanye negatif dan hambatan dagang di negara tujuan ekspor sawit. Untuk itu, masalah ini tidak bisa diselesaikan satu pihak saja.“Semua harus bersatupadu menghadapi tekanan terhadap industri sawit. Kampanye hitam harus dilawan bersama dengan segala potensi masing-masing,” tegas Joko.
Dalam catatan Gulat, ada lima poin penting dalam pertemuan tersebut. Pertama, Petani anggota Apkasindo sepakat membangun kemitraan yang lebih kuat bersama perusahaan sawit anggota Gapki. Tujuannya adalah membangun kepastian harga dan membantu praktik sawit yang berkelanjutan di perkebunan sawit petani.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 95)