JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Franky Oesman Widjaja, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Agrobisnis, Pangan, dan Kehutanan menjelaskan bahwa populasi penduduk dunia diperkirakan 9,8 miliar jiwa pada 2050 mendatang. Sejalan dengan pertumbuhan populasi, kebutuhan minyak nabati akan mendekati angka 200 juta ton untuk memenuhi pangan dunia .
“Minyak sawit dapat memenuhi kebutuhan tambahan ini karena minyak nabati paling efisien dan paling produktif dibandingkan minyak nabati lainnya dengan melakukan intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas dan sebagian kecil tambahan penggunaan lahan untuk ekstensifikasi,” ujarnya saat berbicara dalam IPOC 2020 New Normal : “Palm Oil Industry in the New Normal Economy” yang diselenggarakan GAPKI, Kamis ( 3 Desember 2020).
Menurut Franky, petani menjadi bagian penting pemangku kepentingan karena mengelola sekitari 41 persen dari total 16,38 juta hektar perkebunan kelapa sawit. Kendati demikian, petani menghadapi posisi paling rentan dalam rantai nilai. Lantaran produktivitasnya rerata 2- 3 ton per hektar per tahun dibandingkan standar industri yang 5 hingga 6 ton per hektar per tahun.
Tantangan yang dihadapi petani, menurutnya, dapat terselesaikan melalui kebijakan pemerintah melalui Peremajaan Sawit Rakyat untuk meningkatkan produktivitas sesuai standar industri dengan menggunakan modul loop tertutup inklusif. Petani mendapatkan dana hibah sebesar Rp 30 juta per hektare melalui Badan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS). Selain itu, disediakan dana pendukung melalui pinjaman lunak program KUR melalui Bank untuk mendukung program peremajaan.
Menurutnya, Indonesia sangat diberkati karena Pemerintah Indonesia telah mengambil keputusan yang tepat dan tepat waktu dalam menyikapi pandemi ini. Semua pertanian dan semua industri manufaktur beroperasi penuh dengan protokol kesehatan yang ketat. Keputusan ini tidak hanya memenuhi seluruh permintaan dalam negeri, juga mampu memenuhi kebutuhan pasar ekspor dan tumbuh 3% hingga 8% dibandingkan tahun lalu, tergantung produknya.
“Keputusan ini telah membantu memperlambat perlambatan ekonomi, yang diakui dalam KTT G20 baru-baru ini, bahwa Indonesia adalah negara dengan kinerja terbaik kedua setelah Tiongkok,” ujarnya.
“Kami apresiasi tertinggi kepada pemerintah Indonesia atas dukungan konsisten dan terus menerus kepada industri minyak sawit. Menjadikan Indonesia produsen minyak sawit terbesar dunia sekaligus negara pertama yang menerapkan program wajib B30 dan masuk energi hijau,” jelas Franky.
Terbitnya program mandatori B30 berdampak positif bagi negara. Sebut saja, impor minyak solar turun 9,6 juta kiloliter dan devisa Indonesia hemat lebih dari US$5 miliar. Dengan total produksi 52 juta metrik ton merujuk data GAPKI pada 2020. Selain itu, kelapa sawit menyediakan lebih dari 17 juta tenaga kerja langsung dan tidak langsung, pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi negara.
Dijelaskan Franky bahwa minyak sawit salah satu rantai pasokan penting untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat. Minyak sawit berkelanjutan adalah solusi untuk memenuhi permintaan dunia akan minyak nabati.
“Izinkan saya mengakhiri pidato saya, dengan tag line yang bisa kita gunakan bersama. Cinta minyak kelapa sawit – solusi untuk dunia. Cintailah produk-produk sawit – solusi untuk dunia,” ujar Franky mengakhiri pembicaraannya.