• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Thursday, 23 March 2023
Trending
  • Jaga Ketersedian Pangan Jelang Ramadan
  • Strategi Meraih Produktivitas Pertanian Berkelanjutan
  • Anak Petani Sawit: KLHK Jangan Sewenang-Wenang dalam Urusan Kawasan Hutan
  • BPDPKS Promosi Kebaikan Sawit Kepada UKMK Solo
  • Masyarakat Riau Didorong Bijak Dalam Berbelanja
  • Meminimalisir Dampak Bencana, Khususnya Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan
  • Penurunan Harga Kelapa Sawit Sebesar Rp70,96/Kg
  • Sertifikasi Halal Upaya Negara Memberikan Perlindungan Hukum Atas Hak Warga Negaranya
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » Perusahaan yang Memiliki Izin Memanfaatkan Hasil Hutan yang Wajib Bayar DR dan PSDH
Berita Terbaru

Perusahaan yang Memiliki Izin Memanfaatkan Hasil Hutan yang Wajib Bayar DR dan PSDH

By Redaksi SI2 months ago6 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) hanya untuk perusahaan yang memanfaatkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan memanfaatkan kayu hasil Izin Pemanfaatan Kayu (IPK). Bukan perusahaan yang menggunakan kawasan hutan untuk perkebunan, sehingga tidak memiliki kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa DR dan PSDH.

Hal itu diungkap Adi Mukadi, Direktur Iuran dan Penata usahaan Hasil Hutan, Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, belum lama ini.

Menurut Adi, PT Duta Palma Group tidak wajib membayar PNBP berupa DR dan PSDH. Karena, kelompok perusahaan Duta Palma yang menggunakan kawasan hutan untuk perkebunan tidak memiliki izin di bidang kehutanan dan  memanfaatkan hasil hutan kayu.

“Ini kan masalahnya legalitasnya belum ada. Sehingga dalam SIPMD (sistem informasi penanaman modal) kami belum ada wajib bayar,” ujar Adi.

Pernyataan itu, menjawab soal pajak yang seharusnya dibayarkan oleh PT Duta Palma Group. Lantaran legalitasnya belum ada, PT Duta Palma Group belum diwajibkan membayar PNBP berupa DR dan PSDH.

Kuasa Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang mengutarakan keterangan saksi menegaskan PT Duta Palma tidak wajib membayar dana reboisasi. Seharusnya kasus Surya Darmadi belum menjadi persoalan hukum, karena masih terdapat batas waktu apabila izin-izinnya belum bisa diselesaikan sampai 2023.

“Pertama, KLHK menjelaskan bahwa pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana  Reboisasi itu tidak ada kewajiban dari pada Duta Palma. Karena Duta Palma mengusahakan namanya kebun dan bukan memanfaatkan hasil hutan. Jadi ternyata Kejaksaan salah memahami pembayaran PSDH dan DR itu. Kita tanya tadi, apakah ini untuk perkebunan atau pemanfaatan kayu. Pemanfaatan kayu. Sedangkan sengketa ini adalah membuka lahan perkebunan untuk sawit,” kata Juniver, dari keterangan resmi yang diterima redaksi sawitindonesia.com, pada Selasa (31 Januari 2023).

Sementara, Pakar Hukum Kehutanan dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Dr Sadino, SH, MH menyampaikan tak semua pemegang HGU memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) begitu juga pemegang IPK bukan otomatis pemegang izin pelepasan kawasan hutan.Apalagi pemegang HGU mendapatkannya dari akuisisi atau jual beli, lelang lembaga perbankan dan juga dari BPPN di saat krisis moneter 1998.

Baca juga :   Indonesia Membantu Bibit Kelapa Sawit Ke Ratusan Petani Kecil Honduras

“HGU didapatkan dari akuisisi atau jual beli dan lelang yang dilakukan perbankan dan BPPN di saat krisis moneter 1998. Waktu itu, banyak pemegang HGU kesulitan meneruskan usahanya karena kesulitan modal, sehingga HGU yang perjualbelikan, apalagi menurut aturan jual beli HGU tak dilarang,” jelas Dr Sadino melalui keterangan tertulis.

Hak Guna Usaha (HGU) merupakan hak konstitusional bagi warga negara memanfaatkan lahan sesuai peruntukanya. Tidak semua pemegang HGU mendapatkan melalui pelepasan kawasan hutan, tetapi bisa hasil akuisisi, jual beli atau hasil lelang dari bank dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Selanjutnya, Dr. Sadino menambahkan karena investor mendapatkan HGU dari lelang atau membeli, maka sebagian besar tidak memiliki IPK. Alasannya, HGU adalah hak atas tanah yang berarti bukan kawasan hutan, sehingga untuk apa mengurus IPK.

“Ketelusuran regulasi penting karena tak semua lahan bisa dijadikan perkebunan. Apalagi, sebagian besar lahan sudah tak berhutan, sehingga sulit menghitung Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR),” imbuhnya.

Untuk itu, wajar jika mempertanyakan darimana muncul hitungan kerugian sekian triliun rupiah tanpa melakukan penelitian, kondisi lahan saat itu saja masih sulit dibayangkan. Di masa lalu lahan hutan sudah terbagi habis dalam bentuk konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

“Apakah itu semua bisa sudah diungkapkan dalam persidangan korupsi. Sebab, hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu menghitung kerugian masa lampau.Hebat sekali, bisa  menghitung kerugian yang terjadi masa lampau dengan waktu yang cepat. Dan, apakah ada teknologi yang mampu merekonstruksi ulang, berapa luas areal yang berhutan, berapa volume kayunya. Sepengetahuan saya tidak ada. Hitungan itu pasti hanya berdasarkan asumsi. Masa menghukum orang berdasarkan asumsi belaka?” tanya Dr. Sadino.

Baca juga :   Dukung Pemerintah, Minamas Plantation Hibahkan 20 Ribu Benih Sawit Icalix Ke Petani Honduras

Dari aturan yang ada, PNBP yang bersumber dari pemanfaatan sumber daya hutan diatur Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan dikenal dengan Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan yang diatur dalam Pasal 23 dan seterusnya.

“Pemanfaatan hutan bertujuan memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Meski demikian, ada biaya provisi yang harus dibayarkan saat pengajuan izin di bidang kehutanan melalui PSDH dan DR,” tegas Dr. Sadino.

Pengaturan PSDH dan DR diatur melalui UU No 41/1999 tentang Kehutanan sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.

Pasal 35 ayat (1), PSDH dan DR itu muncul karena adanya izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin pemungutan hasil hutan bukan kayu yang diberikan kepada perorangan, koperasi, badan usaha milik swasta Indonesia, dan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.

Lebih lanjut, Dr. Sadino menjelaskan pemanfaatan hutan dan pengertian dari masing-masing izin diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 tahun 2004 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, yang diatur dalam Pasal 1 huruf b, j, k, l, m, n, o, p dan q.

Selanjutnya, PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, Pasal 1 angka 26 Provisi Sumber Daya Hutan adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang Izin kehutanan sebagai pengganti nilai instrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara.

“Terkait dengan makna Izin didalam PP 6 Tahun 2007 diberikan pengertian macam-macam izin. Misalnya, Pasal 1 angka 10. Izin pemanfaatan hutan, terdiri dari izin usaha pemanfaatan Kawasan (IUPK), izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan (IUPJL), izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu (IUPHHK), dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu (IUPHHBK) pada areal hutan yang telah ditentukan,”jelasnya.

Baca juga :   Sawit Mengubah Wajah Ekonomi Daerah Jauh Lebih Baik 

Permen Kehutanan Nomor: P.52/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Penyetoran Provisi Sumber Daya Hutan, Dana Reboisasi, Penggantian Nilai Tegakan dan ganti Rugi Tegakan.

“Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) merupakan izin untuk memanfaatkan kayu dan/atau bukan kayu dari kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dan telah dilepas, kawasan hutan produksi dengan cara tukar menukar kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan pada hutan produksi atau hutan lindung dengan izin pinjam pakai, dan dari APL yang telah diberikan peruntukan,” tambah Dr. Sadino.

IPK sebenarnya tidak sesuai dengan definisi izin usaha yang diatur dalam PP 34 tahun 2002 maupun PP 6 tahun 2007 karena pelepasan kawasan hutan bukan dalam kategori izin usaha sektor kehutanan.

“Terkait IPK diatur dalam Keputusan Menteri atau Peraturan Menteri. IPK adalah izin untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu dari kawasan HPK, penggunaan dengan status pinjam pakai, tukar menukar, dan dari APL atau kawasan budidaya non kehutanan (KBNK). Tidak otomatis pemegang persetujuan pelepasan kawasan hutan adalah pemegang IPK, karena disana terdapat kata pemohon yang “dapat` mengajukan IPK adalah: bisa perorangan, koperasi, BUMN, BUMD, BUMSI,” tegas Dr. Sadino.

Sehingga, dengan adanya ketentuan Pasal 110A dan 110B dalam UUCK dan Perpu 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, para pelaku usaha akan dikenakan pembayaran PSDH dan DR.

“Di sini berarti kesalahan ada pada pemerintah yang disebabkan ketidaksinkronan peraturan perundang-undangan dalam pemberian izin perkebunan, maka diterbitkan PP 24 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan yang wajib menyelesaikan persyaratan sampai 2 November 2023,” pungkas Dr. Sadino mengakhiri penjelasannya.

Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Jaga Ketersedian Pangan Jelang Ramadan

2 hours ago Berita Terbaru

Strategi Meraih Produktivitas Pertanian Berkelanjutan

3 hours ago Berita Terbaru

Anak Petani Sawit: KLHK Jangan Sewenang-Wenang dalam Urusan Kawasan Hutan

3 hours ago Berita Terbaru

BPDPKS Promosi Kebaikan Sawit Kepada UKMK Solo

4 hours ago Berita Terbaru

Masyarakat Riau Didorong Bijak Dalam Berbelanja

5 hours ago Berita Terbaru

Meminimalisir Dampak Bencana, Khususnya Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

6 hours ago Berita Terbaru

Penurunan Harga Kelapa Sawit Sebesar Rp70,96/Kg

7 hours ago Berita Terbaru

Sertifikasi Halal Upaya Negara Memberikan Perlindungan Hukum Atas Hak Warga Negaranya

8 hours ago Berita Terbaru

Disperindagkop Memastikan Stok Kebutuhan Pokok Selama Ramadhan

9 hours ago Berita Terbaru
Edisi Terbaru

Majalah Sawit Indonesia Edisi 136

Edisi Terbaru 4 weeks ago2 Mins Read
Event

Promosi Sawit Sehat Dan Lomba Kreasi Makanan Sehat UKMK Serta Masyarakat

Event 2 days ago1 Min Read
Latest Post

Jaga Ketersedian Pangan Jelang Ramadan

2 hours ago

Strategi Meraih Produktivitas Pertanian Berkelanjutan

3 hours ago

Anak Petani Sawit: KLHK Jangan Sewenang-Wenang dalam Urusan Kawasan Hutan

3 hours ago

BPDPKS Promosi Kebaikan Sawit Kepada UKMK Solo

4 hours ago

Masyarakat Riau Didorong Bijak Dalam Berbelanja

5 hours ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

Go to mobile version