Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) berupaya dioptimalkan untuk menggenjot produktivitas perkebunan sawit rakyat. Persyaratan PSR dikurangi dari 8 menjadi 2 item.
Peningkatan produktivitas perkebunan sawit rakyat hingga kini masih menghadapi tantangan, terutama bagi pekebun sawit swadaya. Produktivitas sawit rakyat di bawah 3 ton/ha/tahun. Angka tersebut masih di bawah rata-rata yang ditargetkan pemerintah yakni 8,4 ton CPO/ha/tahun.
Terbitnya Intruksi Presiden (Inpres) No 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, yang dikeluarkan 19 September 2019 lalu, diharapkan dapat menjadi instrumen untuk peningkatan produktivitas perkebunan sawit rakyat.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian RI, Dedi Junaedi mengatakan terbitnya Inpres No 8 Tahun 2018 penting untuk meningkatkan produktivitas perkebunan sawit rakyat. Melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), petani sawit terutama petani sawit swadaya dapat meningkatkan produktivitasnya.
“Saat ini sudah ada lahan 2,4 juta hektar yang sudah terinventarisir yang harus diremajakan,” ujar Dedi, saat diskusi Online dengan tema ‘Produktivitas Sawit Dimana?’ yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia, pada Kamis (30 April 2020).
Menurut Dedi, selain untuk meningkatkan produktivitas perkebunan sawit rakyat, program PSR menjadi pintu masuk pembenahan tata kelola sawit di tingkat pekebun. “Jadi tidakhanya untuk meningkatkan produktivitas perkebunan sawit rakyat tetapi dengan bantuan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan – Kelapa Sawit (BPDP-KS) menuju tata kelola perkebunan berkelanjutan atau siap ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil),” tambah Dedi.
Seperti diketahui, pekebun sawit dalam program PSR menerima dana dari BPDP-KS sebanyak Rp25 juta/hektar sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
Sesuai dengan road map sawit 2045 target PSR seluas 2,4 juta hektar. Road map ini juga sejalan dengan arahan dari Presiden Joko Widodo yang disampaikan Komite Pengarah yaitu Menteri Kementerian Koordinasi Perekonomian, Airlangga Hartarto perihal target PSR yang jumlahnya 2,4 juta hektar. Sementara, untuk target 2020 – 2022 seluas 500 ribu hektar.
Hingga saat ini, tercatat rekomendasi teknis (rekomtek) program PSR sejak periode 2017 – 8 April 2020 yang diusulkan Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun), Kementerian Pertanian kepada BPDP-KS sebanyak 149 ribu hektar. Sementara, dana sebesar Rp2,7 triliun yang ditransfer oleh BPDP-KS. Dana ini dipakai untuk lahan seluas 108.123 ha yang melibatkan sebanyak 838 Kelompok Tani, KUD atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). “Dana tersebut sudah ada di rekening petani. Tetapi kondisi di lapangan bisa lebih rendah dari angka tersebut, karena memang banyak kendala,” kata Dedi.
Untuk mempercepat peremajaan, pemerintah telah merevisi target program PSR agar Calon Petani Calon Lahan (CPCL) yang akan diremajakan melibatkan tim Surveyor melalui jalur dari Dinas Perkebunan yang ada di daerah.
“Syarat PSR petani juga disederhanakan menjadi dua persyaratan yaitu kelembagaan pekebun dan legalitas lahan,” ujar Dedi.
Selanjutnya, Dedi menambahkan selain itu, pemerintah juga melakukan perubahan aturanya itu merevisi Permentan (Peraturan Menteri Pertanian) No 7 Tahun 2019 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit. Peraturan tersebut di antaranya mengatur Sarana Prasarana dan Penguatan Lembaga pada level petani sesuai dengan arahan dari Presiden Joko Widodo. “Dan, untuk peningkatan nilai tambah di level petani (sawit)dengan penguatan lembaga di tingkat petani,” lanjutnya.
Terkait dengan produktivitas perkebunan sawit rakyat yang dalam kurun waktu tiga tahun terakhir yang masih di bawah rata-rata. Dedi mengakui sebenarnya produktivitas masih sanga trendah. Sesuai arahan dari Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo harus ada peningkatan 7% dimulai tahun 2020. “Dengan kondisi saat ini, cukup sulit walau pun dengan alokasi anggaran untuk sawit dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), selain dana dari BPDP-KS. Tetapi dengan adanya Covid-19, dipotong 20% untuk penanggulangan dan pencegahan wabah pandemi yang merebak di Indonesia,” pungkasnya.
Dalam kesempatan terpisah, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendukung pemerintah mempercepat dan meningkatkan realisasi peremajaan sawit rakyat (PSR) menjadi 500 ribu hektare. Salah satu caranya dengan membenahi manajemen Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), dan kedua mengubah mainset Dinas Perkebunan Provinsi dan kabupaten atau kota tentang PSR.
“Kami sangat mendukung ide dan strategi Menko Airlangga. Kunci percepatan PSR adalah BPDP-KS harus berani keluar dari zona nyaman. Keluar dari zona nyaman ini harus didukung oleh semua pihak. Sebenarnya dalam regulasi sekarang ini saja BPDP-KS sudah seharusnya berani keluar dari zona nyaman, sepanjang itu penugasan BPDP-KS,” ujar Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat Manurung.
Gulat, salah satu fokus peremajaan perkebunan sawit melalui integrasi antara kebun dan pabrik pengolahan minyak sawit, oleh karena itu filosofi dari PSR itu adalah intensifikasi.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 103)