Sampai saat ini, PT Bakti Nusantara fokus meningkatkan penjualan kebeberapa daerah sentra sawit.
Tidak sedikit pelaku usaha di masa pandemi Covid-19 sejak 2020 lalu mengalami dampaknya. Pasalnya dengan terbatasnya interaksi sosial yang diterapkan pemerintah untuk menekan angka penyebaran Covid-19, banyak pelaku usaha tidak bisa bergerak. Sehingga mengakibatkan menurunnya omset.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada September 2020 menunjukkan ada 6 sektor usaha yang terdampak Covid-19 dengan angka yang cukup fantastis mencapai 92,47% yaitu usaha (skala industri) okomodasi dan makanan/minuman, disusul jasa lainnya (90,90%), transportasi dan pergudangan, konstruksi, industri pengolahan dan perdagangan.
Namun, dampak dari Covid-19 “tidak berlaku” bagi industri sawit. Dari data yang ada, sektor perkebunan kelapa sawit justru berkontribusi besar selama masa pandemi (Covid-19) pada perekonomian nasional, di tengah sektor usaha lain mengalami penurunan dari sisi omset.
Bahkan, dari informasi yang dihimpun Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, pada awal Desember 2021 menilai, para pemangku kepentingan di sektor kelapa sawit punya peran besar dalam membantu perekonomian masyarakat selama pandemi Covid-19 di Indonesia.
industri kelapa sawit berkontribusi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat dan negara, sehingga perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif. Selain menghasilkan devisa yang signifikan, industri kelapa sawit berkontribusi dalam menciptakan lapangan kerja baik langsung maupun tidak langsung.
Kondisi tersebut dibenarkan, salah satu produsen benih sawit PT Bakti Tani Nusantara (BTN) yang disampaikan Kelvin, Assitant Marketing Manager, PT BTN. Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia tidak mempengaruhi minat konsumen terhadap penjualan benih TN1. “Untuk penjualan benih TN1, justru mengalami kenaikan yang signifikan dikarenakan antusias petani maupun penangkar yang saat ini sedang dengan adanya program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang diinisiasi pemerintah yang bertujuan meningkatakan produktivitas kebun sawit milik pekebun (rakyat),” jelasnya, melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi Majalah Sawit Indonesia, pada Januari lalu.
Seperti diketahui, produsen yang berkantor di Batam (Kepulauan Riau) memiliki benih sawit dengan Varietas D x P Tani Nusa 1 (TN 1). TN 1 adalah varietas unggul baru yang merupakan kombinasi dari persilangan Dura Deli dari populasi Johor Labis dan Pisifera Avros yang diseleksi dengan metode Modified Recurrent Selection oleh Socfin Malaysia dan PT. Bakti Tani Nusantara.
Lebih lanjut, Kelvin menjelaskan keunggulan dari varietas benih TN 1. “Antara lain umur (usia) siap panen lebih genjah 24 – 28 Bulan, kecepatan pertambahan tinggi rata-rata 41 cm/tahun. Berarti pertambahan yang lebih lambat dibandingkan dengan varietas lain yang rata-rata 90 cm/tahun. Dengan pertambahan tinggi batang yang lambat, maka usia produktif dapat mencapai lebih dari 30 tahun, bahkan mencapai 35 tahun,” jelasnya, masih pada keterangan tertulis.
“Selain itu, produktivitas TBS (Tandan Buah Segar) adalah 35 ton/ha/tahun. Panjang pelepahantar 5 – 6 meter, sehingga populasi per Hektar lebih banyak ± 142 pohon/ha (dengan jarak tanam 8,5 x 8,5 x 8,5 meter dengan segitiga sama sisi), persentase kernel 7-8 %. Dan, yang tak kalah penting yaitu benih TN 1 dapat beradaptasi dengan lebih baik pada lahan marginal atau mulai dari lahan kelas S3 – lahan kelas S1,” imbuh Kelvin.
Seperti diketahui, tanaman yang dibudidaya baik secara kecil maupun besar (industri) harus disesuaikan dengan lahan agar mampu mendapatkan hasil yang optimal. Di Indonesia, tanaman kelapa sawit ditanam di lahan yang diklasifikasikan dengan sebutan lahan S1, S2 dan S3. Yaitu S1 (sangat sesuai/highly suitable), S2 (cukup sesuai/moderately suitable) dan S3 (sesuai marginal/marginal suitable).
Cocok diberbagai jenis lahan
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Sedangkan klasifikasi kesesuaian lahan adalah perbandingan (matching) antara kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan.
Hingga akhir 2020, PT BTN mencatat penjualan mendominasi di tiga wilayah yaitu Provinsi Bangka Belitung (Babel), Jambi dan Kalimantan. “Saat ini, penjualan saat ini terbesar berada di Bangka Belitung, Jambi dan Kalimantan. Dan, kami terus melakukan ekspansi pasar. Untuk saat ini, kami lebih gencar melakukan ekspansi penjualan keberbagai wilayah Sulawesi, Aceh dan wilayah lainnya,” ungkap Kelvin, dalam keterangan tertulis.
Perlu diketahui, untuk penjualan benih PT BTN tidak hanya melayani penangkar benih saja melainkan, melayani petani yang membeli dalam jumlah (skala) kecil. Artinya, produsen tersebut tidak membatasi penjualannya. Bahkan, kontribusi petani (red-pekebun sawit) cukup besar mencapai 50% dari total penjualan pada 2020. Hal ini, diperkirakan karena adanya program PSR.
Untuk meningkatkan penjualan, di era teknologi digital, pihak BTN juga menggunakan media sosial sebagai media promosi. “Untuk peningkatan penjualan benih BTN kepetani kami melakukan promosi di Facebook Bakti tani dan Instagram @Baktitaninusantara,” urai Kelvin.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit indonesia, Edisi 124)