Perkebunan kelapa sawit yang berkembang di 190 kabupaten dan 23 provinsi di Indonesia secara ekonomi, menggerakan pertumbuhan dan perkembangan daerah tersebut. Perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan produksi barang dan jasa, peningkatan pertumbuhan ekonomi dinikmati oleh daerah-daerah sentra perkebunan sawit.
Pekebunan kelapa sawit merupakan pembayar pajak baik pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan Perorangan maupun Badan (PPh), Pajak Perdagangan Internasional (bea keluar, pungutan ekspor, bea masuk) dan Deviden (khusus BUMN/BUMD Perkebunan) untuk kegiatan yang terkait dengan perkebunan kelapa sawit.
Pajak-pajak tersebut merupakan penerimaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (khususnya PBB). Melalui mekanisme APBN/APBN penerimaan pemerintah tersebut didistribusikan baik untuk membiayai kegiatan kementerian/lembaga pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui intrumen desentralisasi fiskal dan seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dengan perkataan lain, kontribusi perkebunan kelapa sawit bagi pemerintah daerah telah terjadi selama ini baik melalui mekanisme fiskal APBN maupum melalui APBD provinsi, APBD kabupaten dan APBD kota. Semakin berkembang dan meningkatkan produksi minyak sawit di daerah yang bersangkutan semakin besar kontribusi kepada pemerimaan pemerimaan daerah baik melalui pajak pusat maupun pajak daerah.
Uraian di atas menunjukan bahwa konteibusi perkebunan kelapa sawit melalui APBN/APBD juga dinikmati oleh masyarakat umum. Selain itu, masyarakat juga menerima dana CSR melalui berbagai kegiatan produktif seperti beasiswa pendidikan, bantuan permodalan, traning maupun pengembangan budaya lokal.
Sumber: Mitos vs Fakta, PASPI 2017