Jumalah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan cepat setidaknya dlam 10 tahun terakhir. Pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin masih sekitar 36,8 juta orang atau 16,7 persen dari penduduk. Dari jumlah tersebut sekitar 23,5 juta orang atau 64 persen berada di pedesaan sisanya 13,3 juta orang berada di perkotaan. Melalui pembangunan di kawasan pedesaan, jumalah penduduk miskin tahun 2016 telah turun menjadi 27,7 juta orang yakni 17,2 juta orang di pedesaan dan 10,5 juta orng di perkotaan.
Penurunan jumalah kemiskinan tersebut ternyata sebagian besar terjadi di pedesaan. Penurunan penduduk miskin pedesaan dalam priode 2005-2016 turun sekitar 6 juta orang. Sementara kemiskinan perkotaan dalam priode yang sama turun sekitar 2,8 juta orang. Artinya pembangunan pedesaan lenbih berhasil mengurangi kemiskinan dibandingkan dengan perkotaan.
Menurut Bank Dunia, perkembangan kebun sawit yang cepat di Indonesia ternyata memberi kontribusi penting dalam penurunan kemiskinan. Para peneliti di dalam negri juga membuktikan hal yang sama. PASPI (2014) misalnya membuktikan bahwa peningkatan produksi minyak sawit disentra-sentra perkebunan sawit berkaitan erat dengan penurunan kemiskinan. Peningakatan produksi minyak sawit menurunkan kemiskinan pedesaan secara signifikan.
Kaitan anatara perkenunan kelapa sawit dengan penurunan kemiskinan pedesaan mudah dipahami, mengingat semua perkebunan kelapa sawit berada di pedesaan pada 190 kabupaten. Bahkan perkebunan kelapa sawit berkembang sebagai pioner di plosok-plosok yang kegiatan ekonominya belum tumbuh. Daerah-daerah pingiran, tertingal lagi terisolasi yang belum mampu di jangkau atau terjangkau program pemerintah, justru disanalah kebun sawit berkembang. Sebagai daerah tertingal dan di plosok-plosok yang belum memiliki infrastukur jalan, model pengembangan perkebunan kelapa sawit selama ini mengkombinasikan pembangunan infrastukur, pendidikan, kesehatan dengan kebun sawit, tampaknya efektif untuk mengembangkan roda ekonomi yang memungkinkan penduduk miskin pedesaan keluar dari kemiskinannya.
Mekanisme penurunan kemiskinan pedesaan oleh perkebuna kelapa sawit melalui kombinasi langsung dan tak langsung. Secara langsung, pengembangan kebun sawit menciptakan kesempatan kerja yang sesuai dengan kemampuan kerja penduduk miskin. Selain itu, pengembangan kebun sawit juga mengikutsertakan penduduk lokal baik dalam pola inti plasma maupun swadaya, sehingga penduduk lokal banyak yang memiliki kebun sawit sendiri. Hal ini terkonfirmasi dengan komposisi pengusahaan kebun sawit nasional dimana 41 persen merupakan kebun sawit rakyat.
Kemudian, secara tidak langsung pendapatan yang tercipta di kebun sawit (baik sebagai karyawan maupun sebagai pemilik) menciptakan permintaan akan bahan pangan dan non pangan. Menyediakan bahan pangan dan non pangan tersebut di kawsan pedesaan. Dengan demikian penduduk pedesaan termasuk penduduk miskin yang tidak terlibat langsung pada kebun sawit, juga ikut menikamati “kue ekonomi” yang tercipta di pedesaan.
Masyarakat yang bekerja dikebun sawit merupakan konsumen atau pasar bagi produksi bahan pangan yang dihsilakan oleh masyarakat nelayan, petani pangan dan perternak di kawasan pedesaan. Berdasarkan data pengeluaran penduduk (BPS, 2016), diperkirakan nilai transaksi antara masyarakat kebun sawit denagan masyarakat nelayan ikan mencapai Rp. 13,7 triliun/tahun, dengan masyarakat petani pangan sebesar Rp. 54,6 triliun/tahun dan transaksi dengan masyarakat perternak sebesar Rp. 24,1 triliun/tahun.
Dengan perkataan lain, terjadi simbiosi mutualisme antara masyarakat di kebun sawit dengan masyrakat nelayan/petani/perternak di pedesaan. Mekanisme simbiosis tersebut barang kali merupakan bagian dari keberlanjutan usaha pertanian/perternakan/perikanan di pedesaan termasuk mengurangi kemiskinan.
Kombinasi mekanisme diatas berperan dalam menurunkan kemiskinan pedesaan. Cara penurunan kemiskinan melalui pengembangan kebun sawit yang demikian juga lebih berkualitas karena tidak membebani anggaran pemerintah sebagaimana program pengentasan kemiskinan, Bantuan Langsung Tunai. Selain itu, juga lebih berkelanjutan karena didasarkan pada mekanisme produktif, berjangka panjang dan tidak menciptakan ketergantungan pada pemerintah.
Berdasarkan berbagai studi menujukan bahwa pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia justru berhasil menurunkan kemiskinan di pedesaan. Berdasarkan studi PASPI (2014) menujukan bahwa produksi minyak sawit berhubungan negatif dengan kemiskinan. Peningkatan produksi CPO menurunkan tingkat kemiskinan pedesaan secara signifikan.
Berbagai penelitian juga membuktikan bahwa perkebunan kelapa sawit bagian penting dari pengurangan kemiskinan di Indonesia. Susila dan Munadi (2008) maupun Joni et.al (2012) menunjukan bahwa peningkatan produksi minyak sawit nasional mengurangi kemiskinan. Goenadi (2008) mengemukakan bahwa lebih dari 6 juta orang yang terlibat dalam perkebunan kelapa sawit Indonesia keluar dari kemiskinan.
World Growth (2011) mengemukan bahwa perkebunan kelapa sawit di Indonesia bagian penting dan signifikan dalam mengurangi kemiskinan. Bahkan selain meningkatkan pendapatan, kehadiran kelapa sawit juga memperbaiki ketimpangan pendapatan (Syahza, 2007).
Sumber: Mitos vs Fakta PASPI, 2017