JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan mengagendakan sidang putusan kepada terdakwa perkara pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng tahun 2021-2022, Rabu (4 Januari 2023).
“Agenda hari ini pembacaan putusan. Sidang berlangsung pada 10.00 WIB sampai dengan selesai, di Ruangan Prof Dr H Muhammad Hatta Ali,” sebagaimana dikutip dari laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakpus, Rabu (4 Januari 2023).
Sidang ini menghadirkan Lima terdakwa yaitu mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; serta Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Sidang perdana kasus minyak goreng dimulai pada 24 Agustus 2022. Ada sejumlah fakta yang terungkap mengenai dugaan persoalan minyak goreng sebagaimana dirangkum berikut:
1. Pemberian Fasilitas Ekspor Sesuai Aturan
Saksi Ahli dalam sidang menyebutkan bahwa penerbitan fasilitas persetujuan ekspor sawit sesuai Permendag No. 2 tahun 2022 dan Permendag No. 8 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Praktisi hukum Dr. Hotman Sitorus, SH,MH, menuturkan bahwa hampir semua saksi menyatakan semua permohonan PE Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya lengkap sesuai aturan yang berlaku seperti terdakwa Pierre Togar Sitanggang yang dituduh melakukan pengurusan PE dengan menggunakan data yang dimanipulasi, padahal terdakwa sendiri tidak memiliki kewenangan tersebut, karena semua urusan dilakukan oleh kantor pusat. “Tak ada perbuatan melawan hukum sebab bukan kewenangan terdakwa, semua urusan dilakukan oleh kantor pusat,” kata Hotman.
Menurut Hotman, jika proses pengurusan PE CPO telah sesuai dengan prosedur, berarti tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan. Maka dugaan korupsi dalam pengurusan PE CPO tidak terpenuhi. “Dalam setiap pidana korupsi, setidaknya harus ada unsur pebuatan melawan hukum, kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara, dan memperkaya diri sendiri atau orang lain. Ketiga unsur haruslah diuraikan secara jelas dan terang dan kemudian dibuktikan di depan pengadilan,” jelas Hotman.
2. Ralat Saksi Ahli Terkait Kerugian Negara
Dosen UGM, Rimawan Pradiptyo meralat angka kerugian perekonomian negara dalam perkara dugaan korupsi persetujuan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dari sebelumnya Rp 12,31 triliun menjadi Rp 10,96 triliun. Dia juga mengakui model input-output yang digunakannya tidak cocok untuk menghitung kerugian perekonomian negara dalam perkara tersebut.
“Sesuai sumpah yang sudah kami berikan, kami perlu menyampaikan adanya kesalahan dalam BAP (berita acara pemeriksaan). Kerugian dari perekonomian negara yang sebenarnya adalah lebih kecil dari yang ada dalam BAP,” kata Rimawan dalam persidangan pada Selasa (6/12/2022), sebagaimana dikutip dari laman Republika.
Rimawan mengaku tidak memperhitungkan manfaat dari kegiatan ekspor CPO dan turunannya. Di antaranya berupa pungutan ekspor dan bea keluar yang diterima negara. Dia hanya menghitung biaya yang harus ditanggung dengan tidak terealisasinya domestic market obligation (DMO).
3. Perkara Administrasi Bukan Pidana
Tuntutan kepada tiga terdakwa dari perusahaan dalam kasus minyak goreng dinilai tidak tepat karena seharusnya mengarah kepada pelanggaran administrasi. Apalagi fakta persidangan yang disampaikan saksi ahli dan para pakar menguraikan bahwa program Bantuan Tunai Langsung tidak menghasilkan bukan suatu kerugian negara, karena telah dianggarkan dan adalah atas persetujuan DPR secara tahunan
Sebagaimana dikutip dari pernyataan sejumlah ahli seperti disampaikan Akademisi Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Chairul Huda, SH, MH. Menjelaskan bahwa persoalan DMO (Domestic Market Obligation ) merupakan persoalan administrasi karena itu tidak ada dampak kepada kerugian negara. Begitu pula dengan BLT tak ada kerugian negara disana.
“Jika dikatakan BLT merupakan kerugian negara yang pantas dihukum adalah pihak yang menikmati dan melakukan, yakni penerima dan pemberi BLT,” kata Chairul sebagaimana dikutip dari sejumlah media nasional.
Chairul menegaskan tiga terdakwa hanya bertindak mewakili perusahaan. Berdasarkan aspek hukum, pekerja yang bertindak atas nama perseroan akan dilihat apakah tindakannya itu dalam rangka kepentingan pribadi atau tempat dia bekerja. Kalau ada hal-hal yang melawan hukum maka tidak serta merta akan dipertanggung jawabkan secara pribadi.
4. Membantu Mengatasi Kelangkaan Minyak Goreng
Dalam sidang terungkap, produsen sepakat membantu pemerintah mengatasi kelangkaan minyak goreng di Indonesia.
Tumanggor menceritakan, saat terjadi kelanggkaan, Indra Sari Wisnu Wardhana ketika masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggelar pertemuan dengan beberapa perwakilan perusahan minyak goreng.
Dalam pertemuan itu, Wisnu memaparkan kelangkaan minyak goreng di sejumlah wilayah. Salah satunya di wilayah Papua. Mendengar hal itu, Tumanggor menyatakan diri siap untuk mendukung pemerintah mengatasi kelangkaan ini.
Bahkan, dia meminta pemerintah menyiapkan pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara untuk distribusi minyak goreng agar bisa tiba tepat waktu. Bila menggunakan kapal laut dari Surabaya menuju Papua diperkirakan 20 hari.
“Waktu itu kalau enggak salah Wilmar, Musim Mas sama Sinar Mas, ikut,” kata Tumanggor.
Menurut dia, saat itu seluruh perusahaan CPO memang berniat membantu pemerintah secara sukarela. Mereka tidak menghitung rugi atau dampak lainnya dari tindakan tersebut.