Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) adalah program strategis pemerintah untuk petani. Namun, tidak mudah bagi petani melengkapi persyaratan. Kerap kali terhambat birokrasi daerah.
Terbang dari Balikpapan ke Jakarta, Betman Siahaan bersama 38 rekannya membawa segudang keluh kesah Peremajaan Sawit Rakyat. Niat baik mengikuti arahan pemerintah untuk mengganti tanaman tua. Faktanya tidaklah mudah.
Betman bercerita ada 17 koperasi yang berada di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, mengajukan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Salah satu bagian persyaratan yang harus dilengkapi adalah Surat Keterangan Pendaftaran Tanah dari kantor Pertanahan BPN Paser. Setelah menunggu begitu lama tetapi tidak juga ada kejelasan.
“Jadi BPN Pasertak juga mengeluarkan surat keterangan. Malahan petani diminta balik nama (sertifikat) kepada pemilik lahan saat ini. Masalahnya balik nama ini mahal dan lama, maka petani lalu mengurus SKT (Surat Keterangan Tanah). Namun permohonan ini dibiarkan oleh pihak BPN,” ujar Betman Siahaan, Ketua DPW APKASINDO Kalimantan Timur.
Surat Keterangan Pendaftaran Tanah ini dibutuhkan oleh petani untuk memastikan kebunnya tidak tumpang tindih dengan Hak Guna Usaha atau ada sengketa. Akan tetapi setelah menunggu dua tahun lamanya, surat keterangan tidak juga terbit.
Sementara itu, surat keterangan serupa dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten telah terbit. Betman menjelaskan surat keterangan Dinas LHK setempat menegaskan kebun petani di luar kawasan hutan. Tidak ada tumpang tindih dengan kawasan hutan.
“Ini kebun petani plasma yang tidak bersentuhan dengan kawasan hutan. Makanya Dinas LHK terbitkan rekomendasi. Sementara di BPN Paser, kami seperti dibolak-balik tak berujung,” ujar Betman.
Semenjak tahun lalu, Ditjen Perkebunan telah memberikan kemudahan persyaratan bagi petani calon peserta PSR. Dalam webinar 110 Tahun Kelapa Sawit Indonesia, Dr. Kasdi Subagyono, Sekjen Kementerian Pertanian RI, menjelaskan penyederhanaan persyaratan PSR semula 14 menjadi 2 syarat. Begitu pula dilakukan simplifikasi prosedur PSR, semula 3 kali verifikasi menjadi 1 kali (Tim Verifikasi terpadu Pusat, Prov, Kab/Kota).
Merujuk pernyataan Kasdi Subagyono. Betman Siahaan merasa heran dengan kebijakan BPN Paser. Lantaran sudah ada kemudahan dalam persyaratan PSR. ”Masalahnya tahun lalu tidak ada masalah seperti ini. Lalu kenapa tahun ini surat keterangan tidak keluar,” ujarnya.
“Berkas persyaratan PSR sudah sampai di Ditjen Perkebunan. Namun rekomendasi teknis tidak juga keluar karena belum keluarnya rekomendasi BPN setempat,” jelas Betman.
Betman menjelaskan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kaltim bersama perwakilan koperasi petani Kelapa sawit sudah datang ke Kantor Pertanahan BPN Paser. Tujuannya meminta penjelasan alasan tidak keluarnya rekomendasi. Semua persyaratan telah dipenuh. Namun, belum ada solusinya.
”Karena mereka (BPN) keras kepala. Kami ambil kesimpulan untuk langsung ke Dirjen Perkebunan selaku intansi vertikal kuasa rekomtek,” ungkapnya.
Pada 15 Desember 2021, rombongan Betman Siahaan dan perwakilan koperasi menuju Gedung C Kementerian Pertanian RI. Tujuan pertemuan ini bertemu Ali Jamil, Plt. Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian yang diwakili Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Kementerian Pertanian RI.
Heru menuturkan bahwa rekomendasi BPN 2018 dari petani sawit dari Kabupaten Paser, menjadi dasar untuk menerbitkan rekomendasi teknis (rekomtek) usulan lahan ke BPDPKS.
“Jadi, kemungkinan ada miskomunikasi. Sebetulnya, kami minta ada keterangan rekomendasi (Kantor Pertanahan BPN) bahwa calon kebun PSR tidak tumpang tindih dengan HGU. Namun, ada pemahaman untuk pengukuran lahan yang sertifikat, itu hal yang berbeda,” jelasnya setelah pertemuan.
Heru mengatakan dengan adanya pertemuan ini dapat diluruskan bahwa yang diminta Ditjen Perkebunan sebenarnya surat keterangan bagi calon lahan PSR. Bahwa lahan tadi tidak tumpang tindih dengan HGU.
“Sesuai rekomendasi BPK yang meminta kebun PSR harus clear (tidak berada dalam kawasan hutan), tidak tumpang tindih dengan HGU. Kalau kita lihat surat yang dikeluarkan BPN sudah jelas lahan yang diusulkan tidak sengketa,” ucap Heru.
Lebih lanjut, Heru mengatakan sepanjang surat itu masih bisa digunakan maka akan kami gunakan sebagai kelengkapan penerbitan rekomtek.
“Secepatnya rekomendasi teknis akan diterbitkan, insyaalah minggu ini sudah bisa diterbitkan karena menunggu tandatangan pak Dirjen yang saat ini sedang melakukan Kunjungan Kerja (kunker). Beliau baru kembali dari Kunker, besok bisa ditandatangani. Sambil menunggu rekomendasi dari BPN, Kita putuskan saja sambil menunggu rekomendasi yang diterbitkan tahun 2018 yang menyatakan lahan tidak dalam sengketa. Kalau tidak dalam sengketa berarti masalah tumpang tindih HGU dan dalam kawasan hutan tidak ada. Itu keputusan yang saya ambil,” tambah Heru.
Syaiful Bahari, Dewan Pakar DPP APKASINDO, yang hadir pada pertemuan tersebut mengatakan, masalah ini seharusnya tidak perlu terjadi. Kendala proses pengajuan rekomendasi teknis (rekomtek) yang sudah diajukan sejak 2 tahun lalu.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 122)