Indonesia dan Tiongkok sepakat menerapkan penggunaan mata uang lokal (Local Currency Settlement/LCS) dalam perdagangan bilateral kedua negara. Penggunaan LCS diperkirakan mampu meningkatkan daya saing Indonesia, khususnya kinerja ekspor Indonesia ke Tiongkok dan mengurangi kebergantungan pada mata uang dolar.
Hal ini ditegaskan Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian
Perdagangan Kasan saat membuka acara seminar web (webinar) dialog kebijakan “Gambir Trade
Talk ke-1” pada Kamis (5/8). Kegiatan ini mengangkat tema “Implikasi Penerapan Local Currency
Settlement (LCS) Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT)”.
Webinar dimoderatori Direktur Pusat Pengkajian Kerja Sama Perdagangan Internasional Reza
Pahlevi Chairul. Hadir sebagai narasumber yaitu Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Apindo) Benny Soetrisno, Corporate Marketing Director Bank of China Handojo
Wibawanto, Direktur PT Bank ICBC Indonesia Liu Hongbo, Direktur Eksekutif Center of Reform on
Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, serta Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal.
“Implementasi LCS merupakan upaya dalam mengurangi ketergantungan terhadap mata uang
Dolar Amerika Serikat (USD) sebagai penyelesaian transaksi dan meningkatkan efisiensi biaya
transaksi,” kata Kasan.
Kasan mengungkapkan, Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Indonesia dan volume
perdagangan kedua negara terus mengalami peningkatan. Pada 2020, total nilai perdagangan
kedua negara mencapai USD 71,4 miliar.
“Saat ini Tiongkok merupakan tujuan utama ekspor terbesar Indonesia dengan pangsa lebih dari
20 persen. Pada 2020 nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok mencapai USD 31,78 miliar atau 19,46
persen dari total nilai ekspor Indonesia. Sementara pada Semester I 2021 ekspor Indonesia ke Tiongkok mencapai USD 22,45 miliar atau 21,82 persen dari total ekspor Indonesia,” terang Kasan.
Dalam webinar, Benny memaparkan potensi dan manfaat kerja sama LCS Indonesia-Tiongkok.
Dunia usaha sangat antusias dan mendorong implementasi LCS yang diyakini akan menguntungkan pelaku usaha. Sejak dua tahun terakhir, Apindo telah menjalin pertukaran gagasan dengan Bank Indonesia, perbankan Indonesia, dan pelaku usaha.
“Diharapkan Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas swab Rupiah dan RMB baik secara
kesepakatan langsung maupun lelang. Apindo mendorong anggotanya untuk menggunakan
RMB sebagai mata uang utama untuk transaksi perdagangan antara Indonesia dan Tiongkok,”
ungkap Benny.
Sementara Handojo mengungkapkan, implikasi penerapan LCS memiliki dampak yang positif.
Dengan implementasi LCS, ke depan dapat meningkatkan kerja sama perdagangan dan ekonomi
Indonesia dan Tiongkok secara lebih erat. Bank of China menyambut baik kerja sama yang telah
terjalin antara Bank Indonesia dengan Bank of China dalam implementasi LCS.
“Kami melihat besarnya antusiasme perbankan Indonesia dalam memfasilitasi implementasi LCS.
Pengusaha Indonesia akan memiiki keuntungan dalam akses ke pasar Tiongkok, mengingat pembayaran dapat dilakukan dengan mata uang masing-masing. Bank of China Jakarta siap
bekerja sama dengan para pengusaha dan kalangan perbankan untuk memastikan kelancaran
implementasi LCS,” ujarnya.
Sedangkan Liu memaparkan, LCS secara efektif dapat mengurangi tingkat resiko nilai valuta asing
serta dapat melindungi eksportir dan importir. “ICBC Indonesia secara aktif berkontribusi terhadap perkembangan LCS. Termasuk dalam kesepakatan bilateral Indonesia dengan Tiongkok, khususnya perdagangan dan investasi,” ungkapnya.
Faisal menambahkan, dalam implementasi LCS terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan.
LCS hanya efektif jika biaya transaksi pertukaran antara satu mata uang dengan uang lainnya
cukup rendah. Untuk itu, dibutuhkan pengaturan pasar pertukaran langsung antara berbagai
mata uang utama, serta diperlukan kepastian likuiditas dan omzet yang cukup.
“Di tataran makro, dibutuhkan upaya untuk membuat mata uang Rupiah lebih menarik. Di
antaranya dengan meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan terhadap Rupiah dengan
didukung kebijakan yang tepat, termasuk mengurangi risiko volatilitas nilai tukar,” tutup Faisal.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia telah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan People’s Bank of China terkait LCS
pada 22 September 2020 lalu. MoU LCS merupakan upaya kedua negara mitra dagang
mendorong implementasi penggunaan mata uang lokal dalam penyelesaian transaksi kedua
negara. Sebelum dengan Tiongkok, Indonesia sudah memiliki kesepakatan pembayaran
menggunakan skema LCS dengan beberapa negara lainnya seperti Thailand, Malaysia, dan
Jepang.
Sumber: kemendag.go.id