JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah membahas kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) yang dianggap telah membuat keran ekspor yang memang sudah dibuka menjadi terhambat.
“Untuk meningkatkan harga TBS, kuncinya adalah akselerasi ekspor. Untuk bulan Juni, angka alokasi ekspor yang diberikan sudah mencapai 3,4 juta ton, baik melalui program transisi atau flush out. Angka Persetujuan Ekspor (PE) yang sudah terbit mencapai di angka 1,8 juta ton. Namun realisasi ekspor masih membutuhkan waktu disebabkan oleh berbagai faktor eksternal,” ujar Staf Khusus (Stafsus) Bidang Hubungan Internasional dan Perjanjian Internasional Kemenko Marves Firman Hidayat, dalam jumpa pers, Kamis (30 Juni 2022) seperti dilansir dari laman Kemenko Kemaritiman dan Investasi.
Lebih rinci, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan menjelaskan bahwa kebijakan DMO dan DPO telah diperbaiki sesuai dengan isi dari yang Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 997 Tahun 2022 tentang Penetapan DMO dan DPO dalam rangka Program MGCR.
“DMO menjadi kewajiban bagi eksportir untuk menyediakan minyak goreng dengan harga terjangkau di masyarakat, khususnya bagi usaha kecil dan mikro. Jika pemenuhan DMO sudah terpenuhi, maka eksportir langsung dapat hak ekspor 5 (lima) kali lipat dari DMO yang sudah mereka penuhi,” papar Dirjen Oke Nurwan.
Dirjen Oke menambahkan juga bahwa, jika eksportir tidak menjalankan kewajiban DMO yang ditetapkan, maka hak ekspornya juga akan dikurangi.
Pada sisi yang lain sempat dijelaskan juga terkait adanya harga Tandan Buah Segar (TBS) di petani sawit yang sudah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Untuk itu, sesuai arahan Presiden RI ditetapkan bahwa harga TBS yang harus dibeli dari petani sebesar Rp1.600 per kilogram.