Pendahuluan
Dewasa ini pada umumnya lahan-lahan pertanian dan perkebunan di Indonesia telah mengalami degradasi yang luar biasa. Data terakhir menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, lahan terdegradasi mencapai 38,6 Juta Ha. Angka-angka ini cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu indikator kerusakan lahan tersebut adalah kandungan bahan organik yang relatif rendah. Data hasil penelitian tanah yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2008) 73 % tanah pertanian dan perkebunan masuk dalam kategori rendah (Corganik<2 %), sisanya 23 % termasuk dalam kategori sedang (Corganik 2 – 3 %) dan hanya 4 % yang memiliki kandungan Corganik tinggi (> 3 %).
Terdegradasinya lahan-lahan tersebut menimbulkan pengaruh-pengaruh negatif terhadap tanah baik dari sifat fisik, kimia, maupun biologisnya sehingga berakibat terhadap antara lain daya sangga tanah menurun, efesiensi penyerapan unsur hara menurun, dan jumlah serta aktifitas mikroba bermanfaat dalam tanah akan menurun tajam serta merebaknya jamur pathogen Ganoderma yang dewasa ini menjadi monster yang menakutkan bagi perkebunan kelapa sawit.
Khusus untuk perkebunan kelapa sawit, data lapangan yang diperoleh Penulis yang aktif sebagai Peneliti Department R&D Mitra Agrindo Group, 2009, rata-rata dari seluruh contoh tanah yang dianalisa dari beberapa daerah di Sumatera, Riau, Bangka Belitung, bahkan Kalimantan kandungan bahan organiknya sangat rendah yaitu < 1 % dan hanya beberapa yang mengandung bahan organik sampai 2 %. Padahal umur produktif kelapa sawit yang panjang (± 25 tahun) memerlukan daya dukung tanah yang baik untuk tetap berproduksi optimal.Jadi, sudah saatnya dewasa ini pemeliharaan kesehatan dan kesuburan tanah mendapat perhatian dari praktisi pertanian/perkebunan, ditambah lagi isu tentang penggunaan agroinput ramah lingkungan termasuk pupuk yang juga menjadi perhatian dalam rangka mewujudkan manajemen perkebunan kelapa sawit yang tercermin dalam prinsip ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).
Kedepan, praktisi pertanian/perkebunan sudah selayaknya menggunakan pupuk organik/bahan organik yang dikombinasikan dengan pupuk kimia dalam perbandingan yang proporsional guna memberikan solusi terhadap perbaikan tanah sekaligus tetap mempertahankan produksi, mampu meningkatkan kapasitas tanah, dan ramah lingkungan/tidak beracun.
Pada prinsipnya teknologi pembuatan pupuk organik/kompos tidaklahsulit, bahan bakunya sangat banyak di perkebunan sawit seperti janjang kosong, limbah cair pabrik, dan lain-lain yang merupakan bahan baku pupuk yang sangat bagus, namun tetap harus diolah dengan cara melakukan dekomposisi sampai mencapai C/N ratio yang mendekati C/N ratio tanah. Dengan melakukan proses pengomposan yang baik maka unsur-unsur hara yang terdapat dalam bahanorganik dapat diserap oleh tanaman.
Pengolahan Kompos/pupuk organik dari jankos sawit utuh dengan decomposer berbasis jamur thermofilik tanpa proses pembalikan (R/D PT MSA, 2013).
Manfaat Bahan Organik
Bahan organik mempunyai peran yang multifungsi dalam memperbaiki kesehatan tanah dimana ia mampu merubah sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah. Selain itu bahan organik juga mampu berperan sebagai ZPT (Zat Pengatur Tumbuh), sumber enzim atau katalisator reaksi-reaksi persenyawaan dalam metabolisme kehidupan tanaman dan Biocide.
Manfaat Bahan Organik terhadap Sifat Fisika Tanah antara lain :
- Meningkatkan kemampuan tanah menahan air. Hal ini dapat dikaitkan dengan sifat polaritas air yang bermuatan negatif dan positif yang selanjutnya berkaitan dengan partikel tanah dan bahan organik. Air tanah mempengaruhi mikroorganisme tanah dan tanaman di atasnya,
- Membuat warna tanah menjadi coklat hingga hitam. Hal ini meningkatkan penyerapan energi radiasi matahari yang kemudian mempengaruhi suhu tanah,
- Merangsang granulasi agregat dan memantapkannya,
- Menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat.Salah satu peran bahan organik yaitu sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah. Menurut Arsyad (1989) peranan bahan organik dalam pembentukan agregat yang stabil terjadi karena mudahnya tanah membentuk kompleks dengan bahan organik,
- Melakukan penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah, diantaranya jamur dan cendawan, karena bahan organik digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya. Miselia atau hifa cendawan tersebut mampu menyatukan butir tanah menjadi agregat, sedangkan bakteri berfungsi seperti semen yang menyatukan agregat,
- Meningkatkan secara fisik butir-butir prima oleh miselia jamur dan aktinomisetes. Dengan cara ini pembentukan struktur tanpa adanya fraksi liat dapat terjadi dalam tanah.
Manfaat Bahan Organik terhadap Sifat Kimia Tanah antara lain :
- Meningkatkan daya serap dan kapasitas tukar kation (KTK). Sekitar setengah dari KTK tanah berasal dari bahan organik. Bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation dua sampai tiga puluh kali lebih besar daripada koloid mineral yang meliputi 30% sampai 90% dari tenaga jerap suatu tanah mineral. Peningkatan KTK akibat penambahan bahan organik dikarenakan pelapukan bahan organik akan menghasilkan humus (koloid organik) yang mempunyai permukaan dapat menahan unsur hara dan air sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian bahan organik dapat menyimpan unsur hara dan air yang diberikan di dalam tanah. Peningkatan KTK menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur- unsur hara.
- Unsur Nitrogen (N), Fosfor (P) dan sulphur (S) diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga terhindar dari pencucian, kemudian tersedia kembali. Berbeda dengan pupuk komersil dimana biasanya ditambahkan dalam jumlah yang banyak karena sangat larut air sehingga pada periode hujan terjadi kehilangan yang sangat tinggi, nutrien yang tersimpan dalam residu organik tidak larut dalam air sehingga dilepaskan oleh proses mikrobiologis. Kehilangan karena pencucian tidak seserius seperti yang terjadi pada pupuk komersil. Sebagai hasilnya kandungan nitrogen tersedia stabil pada level intermediate dan mengurangi bahaya kekurangan dan kelebihan. Bahan organik berperan sebagai penambah hara N, P, Kalium (K) bagi tanaman dari hasil mineralisasi oleh mikroorganisme. Mineralisasi merupakan lawan kata dari immobilisasi. Mineralisasi merupakan transformasi oleh mikroorganisme dari sebuah unsur pada bahan organik menjadi anorganik, seperti nitrogen pada protein menjadi amonium atau nitrit. Melalui mineralisasi, unsur hara menjadi tersedia bagi tanaman.
- Meningkatkan kation yang mudah dipertukarkan dan pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humus. Bahan organik dapat menjaga keberlangsungan suplai dan ketersediaan hara dengan adanya kation yang mudah dipertukarkan. Nitrogen, fosfor dan belerang diikat dalam bentuk organik dan asam humus hasil dekomposisi bahan organik akan mengekstraksi unsur hara dari batuan mineral.
- Mempengaruhi kemasaman atau pH. Penambahan bahan organic yang bersifat buffer dapat meningkatkan atau malah menurunkan pH tanah, hal ini bergantung pada jenis tanah dan bahan organik yang ditambahkan. Penurunan pH tanah akibat penambahan bahan organik dapat terjadi karena dekomposisi bahan organik yang banyak menghasilkan asam-asam dominan. Sedangkan kenaikan pH akibat penambahan bahan organik yang terjadi pada tanah masam dimana kandungan aluminium (Al) tanah tinggi , terjadi karena bahan organik mengikat Al sebagai senyawa kompleks sehingga tidak terhidrolisis lagi.
- Peranan bahan organik terhadap perbaikan sifat kimia tanah tidak terlepas dalam kaitannya dengan dekomposisi bahan organik, karena pada proses ini terjadi perubahan terhadap komposisi kimia bahan organik dari senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Proses yang terjadi dalam dekomposisi yaitu perombakan sisa tanaman atau hewan oleh mikroorganisme tanah atau enzim-enzim lainnya, peningkatan biomassa organisme, dan akumulasi serta pelepasan akhir. Akumulasi residu tanaman dan hewan sebagai bahan organik dalam tanah antara lain terdiri dari karbohidrat, lignin, tanin, lemak, minyak, lilin, resin, senyawa N, pigmen dan mineral, sehingga hal ini dapat menambahkan unsur-unsur hara dalam tanah.
Manfaat Bahan Organik terhadap Sifat Biologi Tanah antara lain :
- Jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah meningkat. Secara umum, pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Mikroorganisme tanah saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik karena bahan organik menyediakan karbon sebagai sumber energi untuk tumbuh.
- Kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik meningkat. Bahan organik segar yang ditambahkan ke dalam tanah akan dicerna oleh berbagai jasad renik yang ada dalam tanah dan selanjutnya didekomposisisi jika faktor lingkungan mendukung terjadinya proses tersebut. Dekomposisi berarti perombakan yang dilakukan oleh sejumlah mikroorganisme (unsur biologi dalam tanah) dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. Hasil dekomposisi berupa senyawa lebih stabil yang disebut humus. Makin banyak bahan organik maka makin banyak pula populasi jasad mikro dalam tanah.
Jamur patogen Ganoderma
Ganoderma adalah jamur patogenik tular tanah (soil borne pathogen) yang banyak ditemukan di hutan-hutan primer dan menyerang berbagai jenis tanaman hutan. Jamur ini dapat bertahan di dalam tanah dalam jangka waktu yang lama. Berdasarkan diskusi pada pertemuan Kebijakan Perlindungan Perkebunan (2010) disebutkan bahwa sesungguhnya jamur Ganoderma tergolong pada kelompok jamur yang lemah.
Serangan jamur Ganodermayang menyebabkan busuk pangkal batang pada kelapa sawit menjadi dominan karena terjadi ketidakseimbangan agroekosistem di perkebunan kelapa sawit dan tidak adanya jamur kompetitor dalam tanah seperti Trichodermaspp., akibat menurunnya unsur hara organik dalam tanah dan aplikasi herbisida yang tidak bijaksana. Beberapa faktor krusial yang mempengaruhi perkembangan penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) pada kelapa sawit antara lain bahan tanaman, jenis tanah, status hara, teknik penanaman, dan tanaman yang ditanam sebelum pembukaan lahan baru.
Penyakit BPB menyebar ke tanaman sehat bila akar tanaman bersinggungan dengan tunggul-tunggul pokok yang sakit. Laju infeksi Ganoderma akan semakin cepat ketika populasi sumber penyakit (inokulum) semakin banyak di areal perkebunan kelapa sawit. Hal ini akan mengancam kelangsungan hidup tanaman kelapa sawit muda yang baru saja ditanam.
Pengendalian jamur pathogen Ganoderma
Dengan menjaga kandungan bahan organikdalam jumlah yang cukup minimum 3 % di dalam tanah dan memperbanyak populasi jamur antagonis seperti Trichoderma, dll., maka Jamur Trichoderma akan dapat tumbuh berkembang dengan baik dan menjadi musuh alami Ganoderma. Oleh karena itu penambahan bahan organik dalam media tanah dan jamur bermanfaatlayak dilakukan untuk menciptakan kondisi lingkungan ekosistem tanah yang seimbang. Kombinasi antara pupuk organik dan perlakuan kimia juga dapat direkomendasikan dimana penyiraman dengan drazoxolon ternyata dapat meningkatkan populasi mikoflora tanah pada rhizosfir akar terutama jamur Trichoderma (Varghese dkk., 1975). Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Zakaria (1989) pada karet dan Varghese dkk. (1975) pada teh dan karet di Malaysia, dimana mereka telah menggunakan kombinasi antara pengendalian secara biologis dan perlakuan kimia.
Di Sumatra penggunaan fungisida biologis juga telah dilakukan dalam mengendalikan infeksi yang disebabkan oleh Ganoderma. Fungisida biologis tersebut adalah Trichoderma yang diberikan pada media tanah (Hasan dan Turner, 1994). Percobaan lain di Sumatra menunjukkan bahwa pemberian 750 gram serbuk belerang, Calepogoniumcaeruleum dan cover crop lain serta fungisida tridemorph sebanyak 2500 ppm kepada pohon kelapa sawit usia 1 tahun selama 5 tahun dapat menurunkan serangan penyakit Busuk Pangkal Batang yang diakibatkan Ganoderma (Purba dkk., 1994). Demikian pula percobaan di India dimana media tanah yang diberi perlakuan penambahan T. harzianum, hijauan daun, bungkil neem dan bubur kalifornia serta pupuk organik mampu secara efektif mengendalikan serangan penyakit Busuk Pangkal Batang yang diakibatkan Ganoderma pada tanaman kelapa sawit dewasa dan dapat meningkatkan produksi dibandingkan dengan kontrol (Bhaskaran, 1994).
Cara lain yang digunakan untuk mengendalikan jamur Ganoderma secara biologis pada tanaman kelapa sawit adalah dengan menggunakan dengan jamur Mikoriza arbuskula (MVA) (Ho, 1998), cara ini mampu mengurangi infeksi busuk pangkal batang walau tidak sepenuhnya mampu mengatasi infeksi tersebut pada tanaman kelapa sawit dewasa.
Adapun strategi pengendalian Ganoderma yang paling menjanjikan yaitu dengan menerapkan pengendalian terpadu antara lain :
- Pengendalian hayati yaitu perlakuan bibit dengan jamur antagonis (Trichodermaspp. dan Gliocladiumspp.) dan Mikoriza.; Untuk meningkatkan pertahanan tanaman terhadap serangan penyakit BPB pada pembibitan kelapa sawit, ke dalam polibag ditambahkan 15-30 gram Mikoriza Arbuskular Vasikular (MVA). Pada saat bibit dipindahkan ke lapangan, ke dalam lubang tanam ditambahkan jamur Trichodermaspp. sebanyak 50-75 gram. Produk-produk Biofungisida berbasis Trichodermaspp. yang tersedia dewasa ini antara lain Nogan produksi PT Mitra Sukses Agrindo-Jakarta, Marfu-P produksi PPKS Medan, Greemi-G produksi Balai Penelitian Perkebunan Indonesia Bogor, dan lain-lain.
- Penggunaan bibit tanaman yang toleran terhadap serangan Ganoderma.
- Melakukan kombinasi penggunaan pupuk kimia dan pupukorganik serta pemberian biofungisida baik pada tanaman Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) maupun Tanaman Menghasilkan ( TM ).
- Pembuatan parit isolasi untuk tanaman terinfeksi dengan pemberian bahan organik, dan pemusnahan inokulum dengan cara membongkar tanah dan memusnahkan tunggul-tunggul serta akar-akar tanaman terinfeksi kemudian dibakar.
Oleh: Ir. Syarif Bastaman, M.Sc. Research and Development , PT Mitra Sukses Agrindo (MSA) – Jakarta