JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Penyebaran benih sawit palsu sulit dikendalikan di perkebunan sawit petani. Minimnya informasi yang dapat membedakan benih sawit asli dengan benih sawit palsu/illegitim.
“Harus diakui sangatlah sulit membedakan mana benih sawit legitim (red-asli) dengan benih sawit illegitim. Hasilnya baru dapat diketahui setelah tanaman menghasilkan buah,”kata Ambar Kurniawan, Peneliti Pusat Peneliti Kelapa Sawit (PPKS) dalam Pertemuan Teknis Kelapa Sawit di Solo, Selasa (18/7/2017).
Maryanto, Petani Sawit Asal Bengkulu, menceritakan penggunaan benih ilegal di desanya pernah mencapai 80 persen dari total luasan sawit sekitar 3.000 hektare. Pangkal masalahnya tidak ada informasi yang diterima petani mengenai benih ilegal.
“Pemakaian benih ilegal berakibat produksi buah di bawah satu ton per bulan. Akibatnya, pendapatan mereka juga rendah,”kata Maryanto.
Menurut Maryanto penyebaran benih ilegal sangatlah tinggi karena petani dijanjikan harga murah dan akses yang mudah. Supaya penyebaran benih palsu dapat ditekan diharapkan ada informasi spesifik untuk membedakan benih asli dan palsu.
“Kami butuh media informasi seperti brosur untuk mengetahui ciri-ciri benih palsu,”pintanya.
Edy Suprianto General Manager Satuan Usaha Strategis Bahan Tanaman PPKS, menyebutkan upaya menekan peredaran benih palsu dijalankan PPKS melalui program Sawit Rakyat (PROWITRA). PROWITRA merupakan program pemberdayaan petani melalui pelayanan, pendidikan, dan pendampingan untuk membantu petani di remote area dalam mendapatkan informasi mengenai bahan tanaman berkualitas, praktek kultur teknis terbaik (best management practices, BMP), dan industri kelapa sawit yang berkelanjutan.
“Dengan PROWITRA, petani memperoleh benih yang legal dan jelas sumber asalnya. Selain itu, petani tetap memperoleh potongan harga sebesar 10 persen,” tutup Edy.