KOSMETIK
Komponen utama bahan baku kosmetik adalah minyak, surfaktan dan emulsifier, dengan demikian industri kosmetik merupakan konsumen minyak nabati dan asam lemak yang cukup potensial. Pada dasarnya terdapat tiga jenis sumber komponen minyak yang biasa digunakan pada produk kosmetik yaitu minyak nabati, minyak mineral dan minyak sintesis. Penggunaan minyak mineral harus segera ditinggalkan karena selain sukar terurai secara biologis juga mengandung senyawa aromatik yang kurang baik bagi kesehatan kulit. Keuntungan penggunaan minyak sawit, asam lemak sawit dan turunannya sebagai bahan baku kosmetik adalah produk kosmetik tersebut akan bebas dari senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik yang berbahaya bagi kulit manusia.
INDUSTRI UNTUK MAKANAN
Mono- dan digliserida banyak digunakan sebagai bahan pengemulasi (emulsifier) dalam produk makanan, kosmetika dan farmasi . Emulsifier merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofil dan lipofil dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air. Beberapa produk pangan seperti margarin, es krim, dan lain-lainnya menggunakan emulsifier sebagai salah satu bahannya. Emulsifier dipergunakan baik pada produk pangan berbentuk emulsi minyak dalam air maupun pada produk pangan berbentuk emulsi air dalam minyak.
Minyak sawit dan minyak inti sawit merupakan bahan baku yang penting dalam pembuatan hard-butters seperti produk pengganti cocoa butter (CBS) dan produk sejenis cocoa butter (CBE). Minyak inti sawit melalui proses interesterifikasi dan hidrogenasi dapat digunakan untuk membuat CBS, sedangkan minyak sawit merupakan sumber trigliserida simetris sangat diperlukan dalam formulasi CBE. Minyak sawit juga dipergunakan sebagai penggerak kristalisasi dan bahan baku pembuatan CBS. Cocoa butter (CB) adalah salah satu bentuk lemak konfeksioneri, roti dan snack. CB merupakan komoditi yang bernilai tambah tinggi dan mahal (harga dipasaran dunia lebih dari US $ 2500/ton) karena sifat dan aplikasinya yang unik, namun ketersediaannya di pasar dunia di bawah permintaan pasar, sementara permintaan dunia terhadap produk kakao meningkat.
MINYAK SAWIT DALAM ASPEK KESEHATAN.
Usaha untuk menghasilkan mono- dan digliserida dari minyak sawit melalui proses enzimatik telah dirintis dan hasil penelitian menunjukkan prospek yang menggembirakan.
Salah satu keunggulan proses enzimatis menggunakan lipase adalah reaksi pembentukan mono- dan digliserida berlangsung pada temperatur rendah sehingga dapat mempertahankan kandungan karotenoid dan vitamin E yang terdapat dalam minyak sawit. Hasil samping lainnya, kalau menggunakan minyak inti sawit, adalah produk mono- dan digliserida akan kaya dengan asam laurat, yang dipercaya dapat menurunkan kolesterol darah dan bersifat anti tumor .
Asam lemak omega-3 dapat diekstrak dari minyak ikan sedangkan pengkorporasiannya ke dalam minyak nabati, misalnya ke dalam minyak sawit, dapat dilakukan dengan menggunakan enzim lipase. Enzim lipase dapat diperoleh dari berbagai mikroba maupun limbah pertanian.
Pengkayaan minyak nabati dengan asam lemak omega-3 (n-3) telah dilaporkan berhasil pada minyak – minyak kanola, kacang tanah, kedelai dan minyak biji melon. Hal serupa diharapkan dapat pula dilakukan pada minyak kelapa sawit. Asam – asam lemak omega-3 berperan dalam mencegah penyakit kardiovaskuler, anti inflamasi dan anti tumor, penurunan kekebalan tubuh, gangguan fungsi ginjal, diabetes dan kanker. Selain itu pengkonsumsian asam – asam omega-3, yang dikategorikan sebagai nutrient esensial, dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan otak dan retina pada bayi dan balita .
Dengan demikian kelapa sawit dapat memberikan sumbangan pada perbaikan gizi dan aneka produk pangan yang juga kaya akan karoten dan vitamin E dengan konsentrasi sekitar 600-1000 ppm. Kandungan karoten pada minyak sawit sekitar 400-1600 ppm yang dapat dipisahkan dengan teknologi ekstraksi fluida superkritis, distilasi molekuler ataupun teknologi membran. Jenis – jenis vitamin E yang terdapat dalam minyak kelapa sawit adalah α-tokotrienol (26-49%), α-tokotrienol (17-11%), β-tokoferol (<2%), dan α-tokotrieol (7-11%) dan β-tokotrienol (20-23%). Warna kuning jingga yang terdapat di dalam minyak kelapa sawit adalah sebagian besar dari senyawa karetenoid yang jumlahnya sekitar 500-2000 ppm, dimana sekitar 80% dari total senyawa karetenoid adalah β –karoten, senyawa β –karoten dapat berperan sebagai pro-vitamin A, senyawa anti kanker dan anti oksidan yang sangat aktif. Namun pada proses pembuatan minyak goreng dari minyak sawit, β –karoten ini sengaja dihilangkan untuk memperoleh warna yang jernih pada minyak goreng .
Fast food restoran merupakan salah satu pengguna minyak nabati yang cukup besar. Selama ini mereka menggunakan hydrogenated oils untuk mendapatkan karakteristik produk yang diinginkan yaitu hasil gorengan yang kering dan renyah. Dengan kandungan ALJ (Asam Lemak Jenuh) yang tinggi, minyak sawit dapat mensubsitusi hydrogenated oils sehingga produk minyak goreng special untuk fast food ini mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Apalagi saat ini Amerika menerapkan food labelling yang mengharuskan produsen untuk mencatumkan kandungan trans fat pada label makanan yang mengandung minyak sehingga produk dari minyak sawit akan lebih kompetitif karena bebas trans fat.
Trans fat banyak terdapat pada beberapa minyak nabati domestik di Amerika yang terhidrogenasi parsial, seperti minyak kedele, minyak biji rape dll. Besar dugaan bahwa untuk melindungi minyak nabati lokal di Amerika yang mengandung asam lemak trans, maka dilakukan kampanye anti minyak tropis yang mengandung saturated fat.
Saturated fat adalah minyak yang rantai karbonnya tidak mengandung ikatan rangkap (asam lemak jenuh), banyak terdapat pada minyak – minyak tropis seperti minyak kelapa sawit, minyak inti sawit dan minyak kelapa. Sedangkan unsaturated fat adalah minyak yang mengandung ikatan rangkap (asam lemak tidak jenuh) banyak terdapat pada minyak – minyak non tropis seperti minyak kedelai, jagung, bunga matahari, biji kapas, biji rape dll. Berdasarkan jenis ikatan rangkapnya unsaturated fat dapat memiliki konfigurasi trans atau cis.
Trans fat umumnya terbentuk dari proses hidrogenasi minyak nabati non tropis, yang dimaksudkan agar minyak ini berbentuk semi padat untuk bahan baku shortening (mentega putih). Sebaliknya margarin yang dibuat dari minyak sawit tidak mengandung trans fat, karena secara alami, fraksi stearin yang terdapat pada minyak sawit telah berbentuk semi padat sehingga tidak perlu dihidrogensasi.
Trans fat dapat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner melalui peningkatan LDL (Low Density Lipoprotein atau kolesterol jahat) dalam darah. Penggunaan minyak goreng yang berulang – ulang dapat mengakibatkan terbentuknya senyawa polar (aldehid dan keton) dan polimer dari asam lemak bebas atau trigliserida yang bersifat toksid bagi hati dan ginjal. Di banyak negara telah dibuktikan bahwa konsumsi lemak trans meningkatkan resiko terkena penyakit kardiovaskular lebih besar daripada lemak dengan kandungan ALJ dan ALTJ tunggal tinggi dengan laju peningkatan sekitar dua kali lipat dibandingkan ALJ berdasarkan rasio LDH/HDL (High Density Lipoprotein atau kolesterol baik) darah. Sebaliknya minyak sawit dibuktikan bersifat anti karsinogenik dan anti trombik dipandang dari komponen seimbang ALJ dan ALTJ tunggalnya.
Drs.Subronto, MS Pensiunan Ahli Peneliti Utama PPKS kini bersama PT Asam Jawa, Torgamba-Labuhan Batu Selatan