• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Wednesday, 29 March 2023
Trending
  • Keberhasilan Pemerintah Tangani Pandemi & Percepat Pemulihan Ekonomi
  • Pendampingan Ekspor Bagi Para Pelaku UMKM di Berbagai Daerah
  • Industri Hilir Sawit Minta Dukungan Pemerintah
  • BPDPKS dan Universitas Terbuka Promosi UKMK Sawit
  • Harga TBS Riau Menjadi Rp2.831/Kg
  • Sawit Menbuka Isolasi dan Meningkatkan ekonomi
  • BPDPKS Bersama Universitas Terbuka Mengadakan Kegiatan Seminar Sosialisasi dan Promosi UKMK Sawit Mengenal Produk Olahan Kelapa Sawit
  • BPDPKS Dukung Harga Acuan CPO
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » Pengendalian Hama Babi Hutan
Hama Penyakit

Pengendalian Hama Babi Hutan

By RedaksiSeptember 3, 20144 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

Babi hutan merupakan hama tanaman yang seringkali dijumpai di perkebunan kelapa sawit. Umumnya, babi hutan sering menyerang pohon yang baru ditanam atau berusia muda akibatnya pohon mengalami kerusakan bahkan mati. Saat ini, pelaku usaha kelapa sawit telah menemukan beragam metode untuk mengendalikan babi hutan.

Babi hutan yang memiliki nama latin sus crofa masih banyak ditemui di daerah hutan seluruh wilayah Indonesia. Babi hutan termasuk hewan omnivora yang dapat memakan tanaman dan cacing termasuk bangkai hewan. Berat babi hutan berkisar 50 kilogram-300 kilogram dengan panjang badan 1-1,8 meter. Babi hutan berada di areal yang berbatasan dengan hutan, semak belukar, hutan sekunder, dan hutan payau primer. 

Babi hutan sering dijumpai di perkebunan sawit yang dijadikan tempat mencari makan. Tak heran, hewan ini  memakan brondolan buah sawit yang berada di sekitar pohon. Selain itu, umbut pohon dan tandan buah juga menjadi sasaran makanan babi hutan. Sebagai contoh,  Dinas Perkebunan Provinsi Jambi tahun 2010, mencatat babi hutan menyerang kebun kelapa sawit seluas 694,8 hektare yang diperkirakan menimbulkan kerugian Rp 98,3 juta. Di beberapa  daerah, babi hutan juga menyerang manusia sehingga menimbulkan kekhawatiran. 

Dalam mencari makan, babi hutan dewasa lebih senang bergerak sendiri tanpa bersama kelompoknya. Sementara, babi hutan betina bergerak bersama kelompoknya dalam jumlah 4-50 ekor untuk mencari makan. Hewan ini senang kubangan air dan lumpur. 

Baca juga :   Petani Sawit Turun ke Jalan, Protes Kebijakan Uni Eropa

Dalam situs klinik  sawit dijelaskan jenis babi hutan yang umum dijumpai merusak tanaman kelapa sawit adalah Sus scrofa vittatus. Spesies  lain adalah Sus barbatus atau babi janggut tetapi jarang dijumpai (Sipayung, 1992). Kedua spesies tersebut dilaporkan dijumpai di Sumatera dan Kalimantan. S. s. vittatus mempunyai garis putih di moncongnya, anak-anaknya berwarna coklat bergaris-garis terang, sedangkan S. barbatus berwarna agak muda, kepalanya lebih panjang dan berambut panjang tegak di sekeliling kepalanya. 

Di Jawa dan Sulawesi dijumpai Sus verrucosus yang berukuran lebih besar dan mempunyai taring panjang di kepalanya dan badannya tidak berbelang (Sudharto dan Desmier de Chenon, 1997). 

Dampak dari serangan babi hutan,   terjadi kerusakan pada perakaran terutama terhadap akar-akar makan (feeding roots) di sekitar piringan pohon, sehingga dapat menghambat penyerapan air dan hara dari tanah dan mendorong timbulnya penyakit akar.

Saat ini, pelaku usaha kelapa sawit telah menggunakan banyak metode untuk mengantisipasi serangan babi hutan. Umumnya, pengendalian terhadap hewan ini dilakukan lewat aktivitas perburuan dengan memanfaatkan hewan lain seperti anjing. Cara lainnya, pekebun memakai perangkap dan racun supaya hewan ini tidak merusak. Selain itu, penanaman bibit yang lebih tua atau berumur 15 bulan dapat pula mengurangi serangan karena pangkalnya keras dan berduri. 

Baca juga :   BPDPKS Dukung Harga Acuan CPO

Dalam situs Direktorat Jenderal Perkebunan, Ratri Wibawanti, Peneliti Hama, menyebutkan ada metode pengendalian babi hutan yang dilakukan secara langsung dan tidak langsung.  Metode Langsung diaplikasikan lewat pemasangan jerat, racun, berburu, pemasangan lapun, dan lubang parit. 

Dalam pemasangan jerat, kemungkinan sulit mendapatkan babi-babi hutan dewasa karena biasanya lebih berhati-hati. Peluang besar yang tertangkap yaitu anak babi hutan serta babi hutan baik jantan atau betina yang masih muda. Pemasangan jerat harus lebih giat dilakukan pada saat anak babi hutan sudah berhenti menyusu.  Kelahiran anak babi terbesar terjadi sekitar bulan Januari-Februari, sehingga diperkirakan anak babi hutan akan berhenti menyusu sekitar bulan Juli.

Untuk penggunaan perangkap dapat menangkap babi hutan betina beserta anak-anaknya. Oleh karent itu, waktu pemasangan sebaiknya dilakukan pada Januari – Februari (masa melahirkan), Maret – Juni (masa menyusui), dan November – Desember (masa bunting). Sedangkan, lapun adalah sejenis jaring dari kawat baja, yang dapat digunakan untuk menangkap babi hutan secara hidup-hidup, pada waktu berburu.

Ratna menjelaskan metode tidak langsung dilakukan lewat pemagaran, penjagaan malam hari dan menggunakan musuh alami.  Dalam penggunaan metode pemagaran dapat mencontoh kearifan petani di Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara yang memagar tanaman. Pemagaran memakai seng dengan ketinggian ± 40 cm, mengelilingi batang tanaman kelapa sawit pada saat mulai tanam sampai 2 tahun. kelemahan dari metode ini yakni Tidak semua daerah dapat dipagar, akan tetapi hanya lahan-lahan yang datar yang mudah dipagar. Pagar babi hutan memerlukan perawatan yang cermat.

Baca juga :   Anak Petani Sawit: KLHK Jangan Sewenang-Wenang dalam Urusan Kawasan Hutan

 Untuk metode penjagaan malam hari, disertai dengan membuat tiruan manusia (orang-orangan). Cara ini dianggap kurang efektif, arena babi hutan dapat mengetahui dengan cepat tiruan manusia (orang-orangan) tersebut.

Menurut Ratna, pengendalian secara biologis dilakukan lewat predator babi hutan seperti  harimau dan ular atau menggunakan pestisida nabati seperti akar dan umbi Gloriosa superba LINN (Kembang Sungsang/Katongkat/Mandalika). Pengendalian babi hutan akan berhasil apabila dilaksanakan secara terpadu, yaitu dengan menggabungkan semua teknik pengendalian yang dianjurkan dengan memperhatikan keseimbangan alam serta lingkungan sekitar. 

Tentu saja, beragam metode pengendalian babi hutan  ini perlu mempertimbangkan kondisi alam dan lingkungan sekitar perkebunan kelapa sawit. Pilihan metode bergantung kepada masing-masing pekebun dan pelaku usaha, tentu saja dengan tujuan utama menyelamatkan pertumbuhan tanaman sawit supaya terhindar dari kerusakan. Selamat  mencoba!! (ym)

kelapa sawit sawit
Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Industri Hilir Sawit Minta Dukungan Pemerintah

18 hours ago Berita Terbaru

BPDPKS Dukung Harga Acuan CPO

1 day ago Berita Terbaru

Petani Sawit Turun ke Jalan, Protes Kebijakan Uni Eropa

3 days ago Berita Terbaru

Anak Petani Sawit: KLHK Jangan Sewenang-Wenang dalam Urusan Kawasan Hutan

6 days ago Berita Terbaru

BPDPKS dan Majalah Sawit Indonesia Promosikan Sawit Sehat Kepada 145 UKMK Solo

7 days ago Berita Terbaru

CPOPC Bersama Perusahaan Indonesia Dan Malaysia Bantu Petani Sawit Honduras

1 week ago Berita Terbaru

APKASINDO : Tuduhan Pepsico dan Campina, Lukai Petani Sawit

1 week ago Berita Terbaru

Apresiasi IOPC 2022, Erick Thohir: Sawit Solusi Bagi Krisis Pangan dan Energi

2 weeks ago Berita Terbaru

Indonesian Planters Society Edukasi Petani Sawit

2 weeks ago Berita Terbaru
Edisi Terbaru

Majalah Sawit Indonesia Edisi 136

Edisi Terbaru 1 month ago2 Mins Read
Event

Promosi Sawit Sehat Dan Lomba Kreasi Makanan Sehat UKMK Serta Masyarakat

Event 1 week ago1 Min Read
Latest Post

Keberhasilan Pemerintah Tangani Pandemi & Percepat Pemulihan Ekonomi

1 hour ago

Pendampingan Ekspor Bagi Para Pelaku UMKM di Berbagai Daerah

2 hours ago

Industri Hilir Sawit Minta Dukungan Pemerintah

18 hours ago

BPDPKS dan Universitas Terbuka Promosi UKMK Sawit

19 hours ago

Harga TBS Riau Menjadi Rp2.831/Kg

20 hours ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

Go to mobile version