Ganoderma dapat dikendalikan asalkan pekebun menjalankan monitoring ketat. Tahun depan, PPKS berencana merilis varietas kelapa sawit moderat tahan Ganoderma.
Serangan jamur Ganoderma boninense yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang (Basal Stem Rot) telah menjadi salah satu ancaman terbesar bagi perkebunan sawit sejak dahulu. Diprediksi serangan Ganoderma pertama kali muncul secara masif pada 1955 di Sumatera, dan 1957 di Malaysia yang menyerang tanaman berusia 10 hingga 15 tahun, bahkan yang masih berusia 2 tahun.
Setelah dua genarasi tanaman terinfeksi, serangan Ganoderma menjadi lebih ganas yang mencapai 67 persen hingga 85 persen pada akhir siklus tanaman. Dengan serangan sebesar itu kerugian produksi yang ditimbulkan diprediksi mencapai 60 persen. Sementara itu Sumatera, Indonesia, Peninsula, dan Sabah di Malaysia telah menjadi daerah endemik serangan Ganoderma.
Atas dasar tersebut, Pusat Penelitian Kelapa Sawit dan Malaysian Palm Oil Board (MPOB) menyelenggarakan seminar internasional bertajuk The 6th IOPRI-MPOB Internatioal Seminar dengan tema current research and management of Pest, Ganoderma and Polination in Oil Palm for Higher Productivity di Medan 27 hingga 29 September lalu. Dimana Ganoderma menjadi salah satu topik utamanya.
Roch Desmier de Chenon Senior Research Entomologist, Oil Palm and Disease CIRAD yang menjadi pembicara kunci menyatakan bahwa serangan Ganoderma menyebabkan kerugian yang ekonomi yang besar saat ini dan untuk beberapa tahun mendatang telah menjadi tantangan utama bagi peneliti dan pelaku perkebunan sawit.
“Asal patogen Ganoderma ini sebenarnya lemah namun berkembang secara agresif dan menjadikan tanaman lebih rentan terinfeksi. Beberapa keturunan yang mulanya diidentifikasi toleran pun mulai terserang pada tahun-tahun berikutnya. Lahan menjadi sangat terinfeksi setelah dua generasi replanting sesuai jadwal,” jelas Roch.
Dengan serangan yang begitu masif penanganan Ganoderma kini tak bisa dilakukan secara parsial, melainkan harus dilaksanakan terintegrasi. MPOB misalnya telah memperkenalkan Menajemen Ganoderma Terintegrasi (Integrated Ganoderma Management-IGM) sebagai cara penanganan Ganoderma. Sedangkan aspek-aspek dari IGM meliputi sanitasi, kontrol biologi, dan kimiawi, pupuk dengan trace elements, serta bahan tanam yang resisten.
“Ukuran dari kontrol IGM bertujuan untuk mengurangi serangan saat replanting, memperpanjang siklus produktif tanaman yang terinfeksi, dan menunda berkembanganya serangan Ganoderma. Pada Juni lalu MPOB juga telah menerbitkan SOP penanganan Ganoderma sebagai bagian kampanye penyadaran untuk mengatur dan mitigasi serangan Ganoderma lebih efektif,” papar Idris A Seman, peneliti MPOB saat mempresentasikan papernya dalam diskusi bertajuk Research and Management of Ganoderma Disease sebagai salah satu bagian acara The 6th IOPRI-MPOB Internatioal Seminar.
Idris melanjutkan selain melalui cara mekanik dengan menghancurkan tanaman, Ganoderma yang menyerang tanaman berproduksi dapat dikontrol secara biologis dan kimiawi. Misalnya dengan memanfaatkan jamur hexaconazole yang bermanfaat memperpanjang usia produktif tanaman yang telah terserang Ganoderma.
Ia pernah meneliti dengan menyuntikan 4,5 gram atau 90 ml perpokok haxaconazoles yang dilarutkan dengan 7 liter air ke batang tanaman yang terinfeksi mampu menghasilkan 74,4 persen tanaman tetap hidup dan berproduksi.
Sedangkan dalam fase replanting Idris mengingatkan untuk memprakondisikan lahan, terlebih lahan yang telah terserang Ganoderma. Sebab lebih dari 30 persen lahan yang terserang Ganoderma ebrada pada lahan yang telah direplanting.
Salah satu cara untuk mempersiapkan lahan dijelaskan Idris melalui cara menghancurkan pokok tanaman lama hingga ke akar-akarnya dengan mencacahnya menjadi bagian-bagian kecil. Kemudian menggali areal massa akar dan tanggul tanaman dengan dimensi panjang 2 meter, lebar 2 meter, dan kedalaman 1,5 meter sebagai areal tanaman baru sangat direkomendasikan.
“Dengan mengadopsI teknologi ini serangan Ganoderma pada lahan replanting dapat mengurangi dikurangi hingga 30,8 persen pada 15 tahun penanaman,” kata Idris.
Selain penanganan tadi salah satu faktor yang penting dalam manajemen penanganan Ganoderma terintegrasi adalah penggunaanbahan tanam yang resisten terhadap Ganoderma. Terkait hal ini, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah menemukan persilangan-persilangan dengan karakter moderat tahan Ganoderma, yang rencananya akan diajukan untuk perilisan varietasnya pada tahun 2017. Sri Wening, peneliti PPKS yang terlibat dalam penelitian mengatakan ada beberapa tahap yang dilakukan untuk menghasilkan varietas ini.
“Pertama kita mengidentifikasi sumber genetik yang resisten kemudian dilakukan analisis silsilah yang menentukan populasi komersial atau populasi non komersial yang termasuk atau memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan sumber genetik resisten tersebut. Pada populasi non komersial, dilakukan crossing plan, mating design, dan progeny trial, untuk menghasilkan populasi yang kemudian diuji pada pembibitan. Tahap berikutnya adalah nursery test dan DNA profiling. Tahap terakhir adalah uji di berbagai lokasi endemik Ganoderma,” papar Sri dalam presentasinya.
Sri melanjutkan bahwa selama eksperimen di pembibitan, dilakukan uji terhadap 49 persilangan setiap bulan atau setiap terminnya dimana setiap persilangan dilakukan uji sebanyak lima ulangan dengan 20 individu per ulangan, di luar 10 individu yang tidak diinokulasi sebagai kontrol.
Hasil DNA profiling menunjukkan bahwa secara umum, data genotipik memvalidasi data fenotipik hasil uji pembibitan, sehingga disimpulkan bahwa persilangan yang terpilih dari uji pembibitan dinyatakan sebagai persilangan yang memiliki karakter moderat tahan. Rencananya, tahun depan akan dilakukan pengajuan untuk proses perilisan varietas PPKS moderat tahan Ganoderma. Meski demikian, Hasril Siregar, Direktur PPKS, mengatakan bahwa lembaganya telah mempersiapkan tahap produksi bahan tanaman tersebut.
“Dengan akan dirilisnya varietas moderat tahan Ganoderma dari PPKS ini kami berharap PPKS dapat berkontribusi lebih di areal peremajaan. Karena kita tahu ke depannya Ganoderma menjadi momok saat peremajaan,” kata Hasril Siregar kepada Sawit Indonesia.
Persilangan-persilangan yang teridentifikasi memiliki karakter moderat tahan. Sehingga Hasril mengingatkan bahwa -penggunaannya tidak akan mampu 100 persen mengatasi Ganoderma. Oleh karenanya penanganan secara terintegrasi dengan pendekatan lain tetap mutlak dibutuhkan. (Anggar Septiadi)
(Ulasan lebih lengkap silakan baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi 15 Oktober-15 November 2016)