Kebutuhan pangan melalui bioteknologi patut dipertimbangkan. Dapat menjadi solusi dalam upaya peningkatan intensifikasi.
Prof. Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) menjelaskan bahwa Indonesia mempunyai potensi besar dalam bidang bioteknologi. Potensi ini perlu dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai masalah sosial ekonomi nasional, utamanya masalah penyediaan pangan murah bagi masyarakat Indonesia yang populasinya terus bertumbuh pesat.
Menurutnya tanpa dukungan teknologi pertanian yang lebih maju, Indonesia perlu tambahan lahan sawah seluas 1,5 juta hektare (ha) untuk memenuhi kebutuhan beras nasional tanpa impor.
“Ekstensifikasi hampir tidak mungkin dilakukan di Pulau Jawa, sedangkan di luar Jawa meskipun lahan tersedia biayanya sangat mahal,” ujar Parulian dalam Seminar bertema “Status Global Komersialisasi Tanaman Biotek 2017” di IPB International Convention Center Bogor, akhir Agustus 2018.
Apalagi, lanjutnya, sejak puluhan tahun lalu Indonesia telah mengimpor berbagai berbagai produk bioteknologi untuk bahan pangan dan pakan ternak. “Bioteknologi bukanlah barang baru dan aneh bagi masyarakat Indonesia sebab telah menggunakannya sejak jauh hari sebelum manusia mengenal bioteknologi modern,” katanya.
Prof. Dr. Bambang Purwantara, direktur IndoBIC menambahkan, , Indonesia tidak lama lagi akan menerapkan budidaya tanaman biotek, setelah sejumlah kelengkapan regulasinya disetujui dan diundangkan. “Petani kita harus diberi pilihan benih yang menguntungkan bagi usaha tani mereka. Salah satunya adalah dengan penyediaan benih tanaman biotek.”
“Jangan sampai bangsa ini terkuras devisanya untuk membeli produk pangan biotek dan menguntungkan petani di luar negeri. Petani Indonesia harus diberi kesempatan yang sama untuk meningkatkan produksi dan memperoleh keuntungan yang tinggi,” jelas Bambang.
Khusus perkebunan sawit, dikatakan Bambang Purwantara, belum ada tanaman sawit memakai teknologi transgenik. Walaupun demikian, bioteknologi tidak selalu dikaitkan dengan transgenik karena ada cara-cara lain. Misalkan saja menggunakan teknik seleksi benih sawit.
“Melalui teknik tersebut, kita potong daun lalu dapat diketahui DNA apakah dari material unggul atau tidak. Jadi, informasi tadi tidak perlu lagi menunggu sampai tanaman menghasilkan,”ujarnya.
Untuk benih semi klon yang kini sudah banyak di industri sawit, dikatakan Bambang, teknik tersebut memperbanyak benih dengan keseragaman merata. Kendati demikian, belum ada yang menyisipkan gen untuk transgenetik di sawit. Ada perbedaan antara tanaman sawit dengan pangan untuk penerapan transgenetik, karena tanaman pangan memiliki banyak hambatan seperti hama, iklim kering. Sedangkan sawit tantangan lebih banyak kepada produktivitas, alhasil fokusnya kepada penggunaan benih.
Paul S. Teng Ketua Dewan Direksi The International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications (ISAAA) mengatakan, tanaman biotek menawarkan manfaat besar bagi lingkungan, kesehatan manusia dan hewan, dan kontribusi untuk perbaikan kondisi sosial ekonomi petani dan masyarakat.