JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pembentukan Badan Restorasi Gambut dikhawatirkan membuat anggaran negara lebih boros. Semestinya, badan ini menjadi unit kementerian.
Hermanto Siregar, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), mengatakan pembentukan badan restorasi ini bisa mengakibatkan borosnya anggaran negara. Sebenarnya, kalaupun pemerintah ingin mendapatkan dana bantuan dari luar negeri cukup melalui unit yang ada di kementerian/lembaga sekarang.
“Jadi, cukup menggunakan instansi pemerintah yang sudah ada seperti Kementerian Pekerjaan Umum atau Kementerian Kehutanan. Yang penting tugas dan fungsinya dibuat jelas sehingga unit tersebut bisa fokus melaksanakan restorasi gambut,” ujarnya.
Sebagai pelaksana badan restorasi, Hermanto Siregar meminta supaya kalangan profesional yang mengelola badan ini. Sedangkan, unsur aktivis lingkungan hidup sebaiknya dijadikan pengawas badan ini. “Mereka (relawan) tidak tepat dijadikan pelaksana karena bisa menciptakan konflik kepentingan,” ujarnya.
Pad Rabu ini (13/1), pemerintah menunjuk Nazir Foead sebagai Kepala Badan Restorasi Gambut. Badan Restorasi Gambut ini berdiri sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2016. Pembentukan BRG merespon pemerintah terhadap terjadinya kebakaran lahan dan hutan di beberapa provinsi pada tahun kemarin.
Supiandi Sabiham, Guru Besar Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Institut Pertanian Bogor (IPB), menjelaskan kegiatan restorasi membutuhkan waktu lebih lama dan berbiaya besar. Restorasi diperkirakan bisa memakan waktu 50 tahun.
Pemerintah memperkirakan restorasi gambut butuh dana sebesar Rp 25 triliun untuk rehabilitasi gambut seluas 2 juta hektare. Provinsi yang termasuk lokasi restorasi antara lain Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.