JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kebijakan dalam bentuk Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengeluarkan Keputusan pencabutan izin konsesi di kawasan hutan berpeluang menimbulkan konflik sosial dan ketidakpastian investasi. Padahal investor dilindungi oleh Undang-Undang No. 27 tahun 2006 tentang Investasi.
Selain itu, keputusan ini dinilai tidak sejalan dengan semangat UU Cipta Kerja khususnya Pasal 110A dan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2021 dan regulasi turunannya yang berupaya mempermudah investasi dan pembangunan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan menjamin pekerja tetap dapat bekerja.
Surat Keputusan yang diterbitkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya adalah Kepmen LHK No SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang pencabutan izin konsesi kawasan hutan.
Tercatat, banyak perusahaan yang mendapat konsesi dan ada banyak surat keputusan pelepasan kawasan hutan yang dicabut 192 unit dengan luasan lahan seluas 3.126.439,36 hektare yang mulai diberlakukan mulai tanggal 6 Januari 2022.
“Judul Keputusan dan isinya sangat berbeda. Tidak ada sinkronisasi. Kepmen LHK 01 ini langsung mengatakan pencabutan. Namun dalam aturan ini dikatakan agar Direktorat Jendral menerbitkan surat keputusan Direktur Jenderal atas nama menteri, masih ada proses evaluasi. Inikan tidak nyambung. Harusnya, Menteri LHK dan jajarannya mengikuti prosedur,” ucap Dr.Sadino, Praktisi Hukum Kehutanan melalui sambungan telepon.
Sadino mengatakan apabila perusahaan yang mendapatkan SK Pelepasan Kawasan Hutan, lalu lahan atau kebunnya sudah berstatus Hak Guna Usaha. Maka, sudah tidak ada wewenang Kementerian LHK di dalam pencabutan izin tersebut.
“Kalau sudah dilakukan pelepasan, artinya kebun perusahaan tadi sudah bukan kawasan hutan. Ini kan aneh, sudah dilepas lalu ditarik kembali,” kata Sadino.
Sadino mewanti-wanti Menteri LHK dan jajarannya tidak melampaui wewenang yang mereka miliki. Kalau tetap dipaksakan, ini artinya ego sektoral kementerian. Terutama bagi kebun yang sudah clear and clean bahkan berstatus HGU. Kementrian LHK abai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mengubah kewenangan Menteri Kehutanan / KLHK dalam Pasal 4 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Sadino menyebutkan bahwa SK Pelepasan Kawasan Hutan itu prasyarat dalam permohonan HGU kalau sudah lahir HGU ya sudah mati tidak ada gunanya lagi karena sudah mati seperti halnya izin lokasi, tentu sudah bukan kewenangan KLHK.
“Saya menilai saat ini sedang terjadi pembumihangusan sawit secara terstruktur, sistematis,dan massif. Melalui keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri. Padahal, kelapa sawit selalu dibanggakan menjadi penyelamat devisa dan perekonomian. Tapi di lapangan, sawit menerima perlakuan berbeda,” ujar Sadino.
Menurut Sadino, terbitnya Kepmen LHK No SK.01/2022 tidak bisa langsung menggugurkan status perizinan dan legalitas perusahaan perkebunan karena hanya mencabut keputusan yang tidak mempunyai daya laku. Karena pencabutan izin ini harus melalui serangkaian prosedur dan tahapan.
“Tidak bisa pencabutan izin dilakukan secara kolektif. Karena mesti dilakukan pemberitahuan ke setiap perusahaan. Misalkan dicabut persetujuan pelepasan, perusahaan bersangkutan harus tahu alasan pencabutan. Kementerian LHK jangan sewenang-wenang juga,” tegas Sadino.
Kepmen LHK No SK.01/2022 dituding akan memberikan dampak negatif secara meluas. Perusahaan yang dicabut izin persetujuan pelepasan menjadi tidak jelas masa depannya. Begitupula pegawai yang bekerja di dalamnya, maka berpotensi menciptakan PHK massal.
“Kalau dicabut izinnya, lalu bagaimana nasib perusahaan untuk berusaha. Jika perusahaan punya kewajiban utang di perbankan. Lalu siapa yang bertanggungjawab atas utang tadi, karena sudah masuk force majeure sebagai dampak regulasi pemerintah. Jelas, akan terjadi kredit macet yang dampaknya meluas,” kata Sadino.
Selain itu, kata Sadino, aturan Menteri LHK ini berpeluang menciptakan konflik sosial. Tidak menutup kemungkinan, lahan perusahaan akan diklaim masyarakat. Namun di sisi lain, perusahan tetap harus mempertahakannya.
“Saya pikir Presiden Jokowi harus turun tangan untuk mengevaluasi Kepmen pencabutan izin konsesi di kawasan hutan. Lantaran akan berdampak terhadap investasi yang sudah berjalan dan kegiatan perekonomian masyarakat,” pungkasnya.