JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Persoalan perkebunan sawit di dalam kawasan hutan bisa terselesaikan dengan terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan NomorP.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2018 Tentang Tatacara Pelepasan Kawasan Hutan dan Perubahan Batas Kawasan Hutan untuk Sumber Tanah Obyek Reforma Agraria.
“Aturan ini sangat menguntungkan petani dan badan hukum seperti koperasi, bumdes, dan yayasan,”kata Dr.Sadino, pengamat hukum perhutanan, beberapa waktu lalu.
Dalam pasal 2 ayat (1)disebutkan kawasan hutan untuk sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) salah satunya adalah alokasi TORA dari 20% (dua puluh persen) pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan. Selanjutnya dalam pasal 2 ayat 3 dijelaskan bahwa kawasan hutan untuk sumber TORA sebagaimana di maksud pada ayat (1), berupa: a. kawasan HPK tidak produktif; dan b. kawasan hutan produksi atau kawasan hutan lindung yang telah dikuasai, dimiliki, digunakan dan dimanfaatkan untuk permukiman, fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial, lahan garapan.
Permen Nomor 17/2018 ini juga menjelaskan bahwa pelepasan HPK tidak produktif dapat diperuntukkan bagi perkebunan rakyat. Pengertian dari HPK tidak produktif adalah Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi tidak produktif dimana penutupan lahannya didominasi lahan tidak berhutan.
Dalam RPJMN 2015-2019, pemerintah akan melepaskan kawasan hutan seluas 4,1 juta hektar sebagai sumber Tanah Obyek Reforma Agraria, selain akses kelola perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar.
Sadino menyebutkan bahwa pelepasan kawasan hutan untuk TORA sebaiknya tidak berbelit. Pasalnya dalam aturan ini melibatkan tim pelaksana lintas kementerian dan lembaga.
Pada tahun lalu, pemerintah berjanji membantu perkebunan petani sawit yang lahannya teridentifikasi masuk kawasan hutan. Untuk menyelesaikan persoalan ini, petani diarahkan untuk mengurus sertifikat lahan perkebunannya.
“Nanti, akan disertifikatkan. Asal itu (lahan petani) adalah hutan produksi atau hutan yang bisa dikonversi. Nanti, Menteri BPN yang menyelesaikan,”kata Presiden Joko Widodo setelah peresmian kegiatan replanting perdana, pada akhir November 2017 di Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
Menurut Presiden Jokowi, rakyat harus mempunyai sertifikat kepemilikan lahan supaya statusnya jelas. “Rakyat harus pegang sertifikat supaya jelas,”ujarnya.