Jakarta, 04/08/21 Kemenkeu – Transisi dari energi fosil menjadi energi terbarukan merupakan suatu keniscayaan. Potensi sumber energi terbarukan di Indonesia sangat besar, namun pemanfaatan potensi tersebut masih sangat minim. Hingga tahun 2020, kapasitas energi baru terbarukan (EBT) nasional baru menyumbang 11 persen dari total penyelenggaraan listrik. Pemerintah pun telah menyusun arah kebijakan dan strategi untuk mencapai ketahanan EBT.
“Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah telah memiliki dua strategi utama, yaitu mengendalikan konsumsi bahan bakar fosil, sekaligus secara bersamaan mengembangkan energi alternatif,” kata Direktur Jenderal Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Dirjen PPR Kemenkeu), Luky Alfirman pada acara Deklarasi Financial Close PLTS Terapung Cirata, Selasa (03/08).
Secara umum, tahapan proyek pembangkit tenaga listrik (PLT) EBT terbagi menjadi tujuh tahapan, mulai dari studi kelayakan hingga operasi. Untuk itu, pemerintah telah menyediakan berbagai dukungan fiskal yang berbeda dari setiap tahapan proyek PLT EBT tersebut, salah satunya adalah insentif perpajakan.
“Adapun insentif perpajakan saat ini yang tersedia untuk sektor EBT antara lain dalam bentuk tax holiday dan tax allowance, pembebasan PPN untuk peralatan dan fasilitas pembebasan bea masuk impor”, jelasnya.
Lebih lanjut, Dirjen PPR mengakui bahwa keterbatasan ruang fiskal dan pentingnya value for money mendorong pentingnya peningkatan peran pendanaan swasta dalam pengembangan PLT EBT. Skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) juga dapat dimanfaatkan dalam pengembangan infrastruktur EBT.
“Pemanfaatan fasilitas pembiayaan ini dilakukan dengan terus melakukan optimalisasi terhadap peran dari yang kita sebut special mission vehicle Kementerian Keuangan, yaitu kita punya PT SMI, PT PII, dan PT Geodipa untuk mendukung proyek infrastruktur EBT”, ujar Dirjen PPR.
Menurut Dirjen PPR, proyek PLTS Terapung Cirata merupakan Langkah awal yang fundamental untuk mewujudkan kemitraan antara BUMN dan swasta dalam pengembangan EBT khususnya PLTS. Dengan demikian, tujuan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi dapat segera direalisasikan.
“Semoga dengan akan beroperasinya PLTS Terapung Cirata ini selain akan berkontribusi terhadap akselerasi target capaian bauran energi, juga akan dapat meningkatkan investment kita, membantu peningkatan industri dalam negeri, penciptaan tarif yang kompetitif, dan dapat menjadi inspirasi untuk proyek-proyek inovatif lainnya”, tutup Dirjen PPR.
Sebagai informasi, PLTS Terapung Cirata memiliki kapasitas 145 megawatt di Waduk Cirata, Jawa Barat. Saat ini, proyek tersebut telah memasuki tahap pemenuhan pembiayaan atau financial close dari lembaga keuangan. PLTS Terapung Cirata memiliki nilai investasi sekitar 129 juta dollar AS dari tiga lembaga keuangan internasional, yakni Sumitomo Mitsui Banking Corp, Societe Generale, dan Standard Chartered Bank. Tenaga listrik yang dihasilkan PLTS tersebut nantinya akan disalurkan melalui jaringan transmisi 150 KV sepanjang 3,2 Km dengan target beroperasi secara komersial pada November 2022.
Sumber: kemenkeu.go.id