Tumpang tindih Hak Guna Usaha (HGU) kerapkali menjadi momok bagi pelaku bisnis. Pasalnya, permasalahan ini akan merugikan investasi yang telah berjalan bahkan manajemen. Contoh kasus yang dialami PT Bersama Sejahtera Sakti (BSS) yang bersengketa dengan PT Inhutani II.
Sengketa yang dihadapi PT Inhutani II dan PT BSS bersumber kepada SK No 435 yang diterbitkan pada tahun 2009, yang berdasarkan Hukum Indonesia, SK 435 tidak dapat berlaku surut. “Tumpang tindih aturan (HGU) ini tentu saja merugikan kami,” kata Bagian Legal PT BSS, Lisnawati.
Permasalahan antara kedua perusahaan bermula dari pelaporan PT BSS oleh PT Inhutani II berdasarkan Laporan Polisi tertanggal 15 Desember 2016 Nomor : LP/623/XII/2016/KALSEL/SPKT dengan dugaan tindak pidana Koorporasi melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan, sebgaimana dimaksud dalam UU RI No. 18 tahun 2013 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang terjadi di Kecamatan Pulau Laut Timur Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan.
Yang sangat disayangkan ketika penyidikan masih berlangsung di Direktorat Reskrimsus Polda Kalsel dan pada tanggal 23 Maret 2017 telah dilakukan penyitaan terhadap sebagian dari HGU PT BSS seluas 1.315 ha berikut dengan alat-alat operasional milik PT BSS.
Padahal, PT BSS menerima hak dari negara berupa Hak Guna Usaha (HGU) pada tahun 1995, 2002 dan 2004. Peta lampiran SK Menteri Kehutanan Nomor 435/Menhut-II/2009, menunjukkan sebagian areal PT BSS yang telah memiliki HGU masuk kawasan hutan.
Tindakan yang dialami PT BSS ini mendapatkan respon dari kalangan akademisi dan peneliti yang berkumpul dalam Focus Grup Discussion (FGD) bertemakan “Penyelesaian Tumpang Tindih HGU dengan Kawasan Hutan dalam Rangka Mendorong Kepastian Hukum/Usaha dan Kelestarian Sumber Daya Hutan” yang dilaksanakan pada 20 Juni 2017 di Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah.
La Ode Ida, Wakil Ketua Ombusdman RI, menyampaikan bahwa tumpang tindih aturan sangat mengganggu dunia bisnis dan juga hukum yang berlaku. “Misalnya ada dua kelompok yang bersengketa, keduanya akan berusaha memberikan pengaruh kepada pembuat kebijakan serta aparat penegak hukum. Mereka bisa menyuap aparat dan ini sangat kotor sekali,” ucap La Ode Ida.
Masalahnya, lanjut La Ode Ida, sengketa tersebut sudah berlangsung sejak lama dan sengaja dibiarkan untuk menguntungkan pihak tertentu. “Dengan sangat mudah kita bisa megetahui, pihak mana yang akan diuntungkan dari adanya sengketa,” tegasnya.