YOGYAKARTA, SAWIT INDONESIA – Menyambut Dies Natalis ke-63, INSTIPER Yogyakarta mengadakan seminar nasional bertemakan “Membangun Perkebunan Berkelanjutan” yang diadakan oleh Pascasarjana Magister Manajemen Perkebunan (MPP), INSTIPER Yogyakarta.
Seminar Nasional ini menghadirkan pembicara antara lain Dr.Ir. Kasdi Subagyono (Sekjen Kementerian Pertanian), Dr.Ir. Musdhalifah Machmud, M.T (Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis KemenKo Perekonomian), Ir.R. Anang Noegroho Setyo Moeljono (Direktur Pertanian dan Pangan Bappenas), Prof. Dr.Ir. Agus Pakpahan (Peneliti Utama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian), Dr.Ir.Purwadi,MS (Direktur Pusat Studi Kelapa Sawit), dan dipandu oleh Dr. Ir. Agus Setyarso,M.Sc (Dosen Fakultas Kehutanan INSTIPER Yogyakarta).
Prof. Dr. Kadarwati Budiharjo, MU, Direktur Pascasarjana MMP, INSTIPER Yogyakarta mengatakan pihaknya mengadakan seminar nasional membahas visi pembangunan perkebunan jangka panjang yang berkelanjutan. Dan, mempertahankan dan meningkatkan peran perkebunan sebagai sumber kemakmuran bangsa. “Harapannya dari hasil seminar bisa bermanfaat bagi semua pihak,” ujarnya saat memberikan sambutan, pada Selasa (7 Desember 2021).
Seperti diketahui, Indonesia memiliki kelimpahan Sumber Daya Alam (SDA), lahan dan Agroklimat. Kelimpahan SDA membuat Indonesia mampu menanam semua jenis tanaman perkebunan. Bahkan, sektor perkebunan yang menghasilkan 6 komoditas utama (kelapa sawit, kelapa, karet, kakao, kopi) sangat berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang paling menjanjikan untuk peningkatan devisa dengan nilai ekspor USD 27 miliar pada 2020.
Dr.Ir. Harsawardana,M.Eng Rektor INSTIPER Yogyakarta menyampaikan ke depan sektor perkebunan akan terus menghadapi berbagai tantangan diantaranya politik, ekonomi, sosial, kultur, teknologi dan lingkungan. Tantangan ini akan berdampak pada sektor pendidikan dan perkebunan.
“Untuk itu, sektor perkebunan diharuskan menjadi sebuah bisnis dan industri mau tidak mau harus beradaptasi. Faktor tersebut mendorong sustainable development yang dibangun atas dasar faktor terkait dan saling memperkuat adalah pengembangan ekonomi, sosial dan perlindungan lingkungan. Yang harus diterapkan pada tingkat lokal, nasional, regional dan global,” ucapnya saat keynote speech.
Selanjutnya, ia menambahkan sejalan dengan itu maka perkebunan berkelanjutan harus layak secara ekonomi dan bisa terima secara sosial dan lingkungan sesuai prinsip dan tujuan SDGs.
“Dalam SDGs, perkebunan harus dipandang sebagai satu sistem bisnis industri biomassa yang menganut prinsip yang sama dengan institusi lain harus dilihat secara komprehensif (hulu-hilir) dengan menerapkan prinsip kualitas dan kuantitas, delivery dan cost. Prinsip ini dapat dicapai secara excellent dalam menjalankan aktivitas,” imbuh Harsawardana.
Terkait pembangunan perkebunan berkelanjutan, Prof. Dr.Ir. Agus Pakpahan mengatakan INSTIPER Yogyakarta perlu mengembangkan model akuntasi baru. Kita sangat lemah dalam akuntansi baru yang tidak menginternalisasikan kelangkaan lahan, kualitas lahan terhadap usaha. Di sektor perkebunan tanah atau land rent dan kesuburan tanah tidak dimasukkan pada sebuah sistem akuntansi. Padahal tanah sebagai aset.
“Oleh karena itu, kalau bicara land base ekonomi pada jumlah lahan terbatas maka menggunakan prinsip maksimisasi nilai lahan. Dengan prinsip maksimisasi lahan dan mengambil sample Korea Selatan, bisa melihat berapa nilai lahan perkebunan sawit dengan luas 16 juta ha,” jelasnya.