Efisiensi pemupukan ternyata dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan pupuk organik. Pupuk organik mampu meningkatkan ketersediaan dan kelarutan hara serta ramah lingkungan. Hasilnya ternyata fermentasi EM 4 pada Limbah Cair Kelapa Sawit (LCKS) menaikkan pH, menurunkan COD, BOD, minyak dan lemak serta padatan tersuspensi.
Dengan demikian LCKS yang telah ditreatment ini dapat diberikan langsung ke lapangan, karena sudah memenuhi baku mutu untuk land aplikasi . Bahwa solid decanter sangat kaya akan nutrisi hara, bila kedua hasil buangan (by product) Pabrik Kelapa Sawit atau PKS dimanfaatkan secara baik dapat mengurangi kebutuhan tanaman akan kebutuhan pupuk anorganik.
Sifat LCKS yang telah ditambahkan EM 4 memiliki Kapasitas Tukar Katon (KTK) dan Kejenuhan Basa (KB) yang tinggi sangat membantu dalam penyerapan hara tanah. Ternyata aplikasi LCKS dan solid decanter yang difermentasi dengan EM 4 menaikkan rendemen CPO rerata 0,77 % per tahun. Hal ini disebabkan kandungan minyak dalam mesokarp setelah aplikasi lebih tinggi daripada sebelum aplikasi. Dengan pemanfaatan limbah PKS secara optimal, hasil produksi yang diperoleh meningkatkan jumlah tandan buah sawit rerata 3,46 tandan per bulan per hektare.
PENDAHULUAN
Pemupukan pada budidaya kelapa sawit di Indonesia mencapai 60 % dari biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM ) (Sutarta, dan Winarna, 2003), sedangkan di Malaysia hal yang sama mencapai 65 % atau sekitar 30-35 % terhadap biaya produksi (Leong, et al 2000). Dalam beberapa tahun terakhir perkebunan kelapa sawit menghadapi kendala yaitu mahalnya harga pupuk dan tidak tersedianya pupuk di pasar pada waktu dibutuhkan selain banyaknya beredar pupuk-pupuk palsu. Pengusaha perkebunan berusaha mencari pupuk alternatif guna memenuhi kecukupan hara tanaman.
Disadari bahwa selama berpuluh puluh tahun pemberian pupuk anorganik dilakukan dengan cara menabur atau membenam dalam piringan pohon. Cara demikian menyebabkan terdepositnya banyak sekali hara yang belum termanfaatkan oleh tanaman di piringan pohon. Lahan kelapa sawit yang ditanami bertahun – tahun menyimpan cadangan nutrisi/hara berupa serasah bekas pangkasan pelepah dan bunga jantan yang gugur. Secara berturut – turut masing – masing mengandung hara N 67,2 kg dan 11,2 kg, P 8,9 kg dan 2,4 kg, K 86,2 kg dan 16,1 kg, Mg 22,4 kg dan 6,6 kg dan Ca 61,6 kg dan 4,4 kg/ha/tahun (Ng, et al. 1967). Kedua komponen tersebut belum termanfaatkan secara optimum.
Pemupukan bukan berarti hanya menambah jenis dan dosis pupuk semata, namun haruslah merupakan salah satu pengelolaan untuk mencapai keseimbangan agar diperoleh hasil yang optimum serta tetap menjaga kelestarian lingkungan. Keadaan demikian hanya dapat dicapai melalui pemanfaatan pupuk hayati pada limbah organik PKS. Pemupukan hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan strain mikroba terpilih atau bentuk laten dari mikroba penambat dan pelarut hara yang dipadukan dengan bahan organik. Pupuk diberikan ke dalam tanah dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba dan mempercepat proses ketersediaan hara bagi tanaman. Cara seperti ini telah disosialisasikan di berbagai negara, setelah munculnya isu semakin meningkatnya pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan. Pemupukan anorganik yang berlebihan dapat menganggu pendauran ulang hara secara alami serta merusak sumber daya lahan dan hayati. (Sofyan et al, 1997).
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh pupuk organik sebagai by product PKS yaitu berupa campuran LCKS dan solid decanter yang telah difermentasi terhadap produksi tanaman kelapa sawit. Dalam rangka mengurangi penggunaan pupuk anorganik yang selama ini diaplikasikan terus menerus di perkebunan kelapa sawit.
BAHAN DAN METODE
Percobaan dilakukan pada tanaman kelapa sawit menghasilkan (TM) di kebun PT Asam Jawa, Torgamba Kabupaten Labuhan Batu Selatan sejak September 2008 sampai saat ini. Dilakukan pada lahan mineral seluas 100 hektare.
- Solid decanter + 25 kg/phn
- lcks 50 l /phn, diaplikasi pada tanaman umur > 5 tahun BOD < 5000 ppm, pH 6-9, oil & fat < 3 % bukan lahan gambut.
- Probiotic (EM4+) 75 cc/phn
CARA APLIKASI DILAPANGAN.
Campuran limbah disemprotkan ke tepi piringan tanaman kelapa sawit yang berhubungan langsung ke tanah dengan dosis per pohon + 75 liter. Alasan penempatan bahan organik dekat dengan rumpukan antara lain :
- Kelembaban relatif tinggi
- Akar serabut lebih banyak perkembangannya dibawah rumpukan
Peletakan / penaburan pupuk organik yang ideal searah dengan rumpukan atau berdampingan dengan rumpukan.
- Pencampuran secara langsung limbah PKS berupa solid decanter dengan limbah cair + probiotik. Perbandingan solid terhadap limbah cair adalah 30 %, ditambah probiotik 75 cc/phn yang dilakukan dalam mixer.
- Pembuatan tempat pengaduk (mixer) sebagai alat pencampur limbah PKS dan probiotik.
- Pembuatan kolam fermentasi yang bermanfaat untuk menginkubasi campuran tersebut selama 5 hari, yang diambil secara bergantian setiap 6 hari.
- Pembuatan tanki pengangkut campuran limbah dengan kapasitas + 4 ton-5 ton yang ditarik oleh wheel traktor ke lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lihat juga lampiran 1,mengenai parameter limbah yang murni
Terlihat dari tabel 1 di atas bahwa fermentasi EM 4 pada LCKS menaikkan pH, menurunkan COD, BOD, minyak dan lemak serta padatan tersuspensi. Dengan demikian LCKS yang telah ditreatment ini dapat diberikan langsung ke lapangan, karena sudah memenuhi baku mutu untuk land aplikasi. Sedangkan hasil dari tabel 2 menunjukkan bahwa solid decanter sangat kaya akan nutrisi hara, bila kedua hasil buangan (by product) PKS ini dimanfaatkan secara baik dapat mengurangi kebutuhan tanaman akan kebutuhan pupuk anorganik. Sifat LCKS yang telah ditambahkan EM 4 memiliki KTK dan KB yang tinggi, yang sangat membantu dalam penyerapan hara tanah.
Lihat juga lampiran 2, mengenai hal yang sama dengan konsentrasi solid 10,20, 30 % berat, dengan waktu inkubasi 10,20 dan 30 hari.
Dari hasil analisa hara (Tabel 2,3, 4 dan Lampiran 2) ternyata kandungan hara makro dan mikro memenuhi persyaratan, sedangkan zat-zat berbahaya /logam berat jauh dari persyaratan maksimum. Kemudian untuk mengurangi biaya tabur pupuk dicoba untuk mencampur LCKS yang telah diberi EM 4 dengan pupuk Urea dan MOP dengan dosis masing-masing 0,5 kilogram per pohon. Hasilnya (Tabel 5) menunjukkan bahwa pencampuran kedua pupuk anorganik ini tidak mematikan mikroba hanya beberapa mikroba jumlah/ keaktifannya berkurang seperti : Rhizobium sp dan Bradyrhizobium sp di AJ IV ,Azotobacter sp di AJ III, Azospirillum sp tidak terdeteksi di AJ III dan IV juga demikian halnya dengan Actinomycetes sp dan Fungi pendegradasi lignin. Actinomycetes sp jumlahnya rendah di AJ III & IV , dan bakteri pelarut posfat tinggi di AJ II, Fungi pendegradasi selulosa rendah di AJ IV. Bakteri fotosintetik anaerobik fakultatif tidak terdeteksi di AJ IV.
Timbul pertanyaan apakah dengan dicampur pupuk anorganik, mikroba ini setelah diaplikasi mati. Dari hasil yang tertera di Tabel 6 setelah 1 bulan aplikasi ternyata pada campuran yang diinkubasi selama lima hari populasi Rhizobium sp, Bradyrhizobium sp, Actinomycetes sp dan Actinomycetes sp lebih rendah daripada tidak diinkubasi. Sedangkan mikroba yang pertumbuhanya lebih banyak bila diinkubasi adalah Azotobacter sp, Azospirillum sp dan fungi pendegradasi selulosa. Mikroba yang tidak terdeteksi adalah Fungi pendegradasi lignin, Bakteri pelarut posfat dan bakteri fotosintetik anaerobik fakultatif. (Bersambung)