Jakarta, SAWIT INDONESIA – Pelaku usaha perkebunan sawit mengungkap penyebab kelemahan bursa fisik crude palm oil (CPO) Indonesia yang resmi dirilis pada tahun lalu. Salah satu kelemahannya yakni bursa CPO tidak membuat perdagangan sawit menjadi lebih efisien.
Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk Santosa menilai bursa CPO saat ini bakal menyulitkan pelaku usaha karena sifat perdagangannya yang harus fisik, meski jumlah pelabuhannya ditambah sekalipun.
“Tapi kalau selama bursa itu fisik itu sulit sekali, walaupun 19 [Pelabuhan] tetap sulit. Karena namanya dagang ya mencari opportunity,” jelas Santosa dalam acara Talk to The CEO, dikutip Kamis (22/2/2024).
Menurutnya, jika pelaku usaha tetap mengikuti bursa CPO, tentu akan merugikan perusahaan.
“Kalau 19 pelabuhannya mending, tapi kalau satu, dimana, Dumai? Wah cilaka lagi. Dari Kalimantan Timur tinggal nyeberang nih, mesti ke Dumai, dari Dumai bawa lagi kesini. Itu USD25 tambah USD30, udah USD50 cilaka kita,” jelasnya.
“Jadi selama fisikal engga ada yang jalan. Akhirnya semuanya gak jalan. Karena bikin investasi yang gak karuan. Daripada jual beli kesana, akhirnya kita bikin refinery bikin apa, ujungnya kan ekspor,” tuturnya.
Santosa menilai, jika bursa CPO ingin diminati pemain sawit, harus terlebih dahulu menjadi bursa paper. Sebab, saat ini, ujar dia, semua bursa komoditas yang besar bersifat paper.
“Kalau itu bursa paper itu tidak masalah. Paling nambah biaya administrasi. Kalau anda lihat, bursa komoditas dunia, itu paper. Karena itu harga referensi. Kalau itu bursa, tidak apa, itu kayak administration cost itu kayak beli saham di IHSG,” tuturnya.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag), telah mengumumkan peluncuran resmi Bursa Crude Palm Oil (CPO) Indonesia pada 13 September 2023. Setidaknya ada 18 peserta yang ikut wadah perdagangan ini. Diharapkan, dengan adanya bursa CPO ini Indonesia akan menjadi kiblat harga sawit dunia.
Penulis: Indra Gunawan