JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) menyampaikan bahwa kelapa sawit menghadapi banyak ironi dalam pemanfaatannya di dalam negeri. Potensinya sebagai sumber energi dan sumber gizi belum banyak dimaksimalkan bahkan terbuang percuma.
Dr. Tungkot Sipayung, Direktur PASPI, menjelaskan bahwa provinsi sentra perkebunan sawit merupakan lumbung minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng. Tetapi yang terjadi sentra perkebunan sawit tersebut harus mengimpor minyak goreng dari wilayah perkotaan.
“Ironi terbesar adalah Riau. Provinsi ini menjadi penghasil terbesar CPO di Indonesia. Namun, masyarakat di sana kesulitan mendapatkan minyak goreng dan harga lebih mahal. CPO dari desa masuk ke perkotaan lalu kembali ke desa dalam bentuk minyak goreng. Mondar-mandir saja di sana,” ujar Tungkot dalam FGD Gapki Sumut yang bertemakan Mempercepat Hilirisasi Kebun Sawit Rakyat Melalui Kemitraan Petani Sawit dengan Pelaku Industri Sawit, pada 4 Agustus 2022.
Tungkot mengatakan wilayah sekitar perkebunan sawit di mana bahan baku melimpah tetapi masyarakat di sana menghadapi kelangkaan pasokan minyak goreng.
Ironi berikutnya adalah perkebunan sawit adalah lumbung energi bahan bakar. Namun dikatakan Tungkot, impor bahan bakar dalam bentuk bensin dan solar masih tinggi. Padahal, kelapa sawit potensi terbesar menghasilkan energi bahan bakar.
Selanjutnya, ironi sawit dari aspek sumber gizi. Tungkot menyampaikan data impor vitamin A yang terus meningkat setiap tahunnya. Walaupun, minyak sawit ini gudangnya vitamin A dan E tetapi selama ini dibuang akibatnya terjadi stunting.
“Ironinya vitamin A sintetik ini diimpor dari negara lain. Lalu sawit ini dibuang-buang begitu saja,” pungkas Tungkot.