Penulis : Tim PASPI (Bagian Kedua)
KAMPANYE “NO PALM OIL” Lantas apa yang terjadi jika NGO dan jejaringnya mengkampanyekan “No Palm Oil” atau “Palm oil Free” dan kampanye tersebut didukung penuh oleh masyarakat dunia? Atau EU untuk mengimplementasi “phase out palm oil” pada RED-EU? Dalam paper ini kombinasi kampanye “No Palm Oil”, “Palm Oil Free” dan “Phase Out RED-EU” adalah menurunkan konsumsi minyak sawit secara signifikan. Diasumsikan juga penurunan konsumsi minyak sawit terjadi kondisi ekstrim yakni masyarakat dunia memilih untuk tidak mengkonsumsi minyak sawit.
Berdasarkan data diatas, volume produksi minyak sawit pada tahun 2020 adalah 83.5 juta ton. Jika diberlakukan “No Palm Oil”, “Palm Oil Free” atau “phase out palm oil” diberlakukan, maka perlu dicari sumber minyak nabati lain untuk mengganti 83.5 juta ton minyak sawit. Diasumsikan volume minyak sawit sebesar 83.5 juta ton, diganti secara proporsional dari yakni 54 persen dari minyak kedelai, 25 persen dari minyak rapeseed dan 21 persen dari minyak biji bunga matahari.
Jika sebanyak 54 persen minyak sawit digantikan oleh minyak kedelai, maka tambahan luas areal kedelai dunia yang diperlukan untuk memproduksi tambahan minyak kedelai seluas 112 juta hektar, sehingga luas kebun kedelai dunia menjadi 239 juta hektar. Sementara itu, jika sebanyak 25 persen minyak sawit digantikan oleh minyak rapeseed, maka tambahan lahan untuk memproduksi minyak rapeseed sekitar 30 juta hektar areal rapeseed sehingga luas areal tanaman rapeseed dunia menjadi 65.5 juta hektar. Sedangkan jika sebanyak 21 persen minyak sawit digantikan oleh minyak bunga matahari, maka tambahan luas areal yang diperlukan sekitar 25 juta hektar, sehingga luas areal tanaman bunga matahari dunia menjadi 52.6 juta hektar. Artinya penggantiaan minyak sawit akan memicu meningkatnya luas areal tanaman ketiga minyak nabati tersebut sehingga menyebabkan semakin luasnya deforestasi dunia.
Dengan demikian untuk mengganti minyak sawit dunia tahun 2020 saja, masyarakat dunia (produsen kedelai, rapeseed, bunga matahari) harus melakukan deforestasi seluas 167 juta hektar. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pengurangan konsumsi 10 persen minyak sawit dunia akan meningkatkan deforestasi dunia seluas 12-20 juta hektar. Bukankah menghilangkan minyak sawit sama artinya memicu deforestasi dunia lebih luas?
KAMPANYE “NO DEFORESTATION”
Bagaimana jika produksi minyak sawit saat ini tidak boleh lagi di perluas sebagaimana kampanye NGO lingkungan “No Deforestation” pada perkebunan kelapa sawit? Untuk hal ini dengan asumsi yang berbeda telah diungkap oleh Corley (2009) dan PASPI (2017). Dalam artikel ini “No Deforestation” untuk kelapas awit ditafsirkan bahwa ekspansi kebun sawit dunia tidak diperbolehkan lagi. Namun ekspansi lahan tanaman kedelai, rapeseed dan bunga matahari diperbolehkan.
Menurut data FAO-OECD (2015), konsumsi minyak nabati dunia adalah sekitar 19 kg per kapita. Sementara konsumsi minyak nabati EU telah mencapai 24 kg/kapita, China sebesar 22 kg/kapita, Amerika Serikat sebesar 39 kg/kapita dan India masih sekitar 15 kg/kapita. Jika tahun 2050 diasumsikan konsumsi minyak nabati dunia adalah 26 kg/kapita, dengan perkiraan jumlah penduduk tahun 2050 sebesar 10 miliar orang, maka menuju tahun 2050 masyarakat dunia memerlukan tambahan 70 juta ton minyak nabati. Bagaimana memenuhi kebutuhan minyak nabati tersebut?
Jika perkebunan kelapa sawit masih dapat melakukan ekspansi, maka untuk memenuhi tambahan kebutuhan minyak nabati dunia sebesar 70 juta ton menuju 2050, luas ekspansi kebun sawit dunia (tanpa ekspansi kedelai, rapeseed dan bunga matahari) yang diperlukan hanya sekitar 16 juta hektar. Namun, jika peningkatan produksi minyak sawit harus dilakukan tanpa melakukan ekspansi (tanpa deforestasi baru), maka intensifikasi menjadi solusi yakni dengan peningkatan produktivitas kebun sawit dunia dari 4.3 ton/ha menjadi 6.5 ton minyak/hektar.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 115)